Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, kaya akan ayat-ayat yang mengandung petunjuk, peringatan, dan keajaiban penciptaan. Salah satu ayat yang sering menjadi bahan perenungan mendalam adalah Surat An Nahl (Lebah) ayat ke-66. Ayat ini secara spesifik menyoroti salah satu fenomena alam yang menakjubkan, yaitu proses penciptaan susu dari dalam perut binatang ternak, sebuah bukti nyata atas kekuasaan dan kasih sayang Allah SWT.
Ilustrasi sederhana proses transformasi nutrisi menjadi susu.
Teks Ayat An Nahl Ayat 66
Refleksi Ilmiah dan Keimanan
Ayat ini mengajak manusia untuk merenungkan keajaiban yang terjadi di sekeliling mereka, khususnya pada hewan ternak seperti sapi, kambing, atau unta. Perhatikanlah bagaimana Allah SWT mengambil dua unsur yang secara kasat mata tidak layak dikonsumsi manusia—kotoran (hasil pembuangan sisa metabolisme) dan darah (pembawa nutrisi yang harus disaring)—kemudian dari proses biologis kompleks di dalam tubuh hewan tersebut, dihasilkanlah **susu yang murni dan sedap diminum**.
Secara ilmiah, proses ini melibatkan filtrasi, pemisahan, dan sintesis nutrisi oleh sistem pencernaan dan metabolisme hewan. Susu yang dihasilkan adalah cairan nutrisi lengkap yang dirancang khusus oleh Sang Pencipta untuk pertumbuhan anak mamalia. Kenyataan bahwa manusia bisa memanfaatkan produk ini sebagai sumber gizi utama—mengandung protein, kalsium, dan lemak esensial—adalah sebuah anomali biologis jika dilihat tanpa kacamata keimanan.
Pelajaran Penting dari Kekuasaan Allah
Makna utama yang terkandung dalam An Nahl ayat 66 adalah penegasan atas **kemampuan Allah (Qudrah)** untuk mengubah sesuatu menjadi yang sebaliknya, bahkan dari yang dianggap kotor menjadi yang suci dan bermanfaat. Ini adalah tantangan bagi akal manusia untuk tidak hanya melihat pada permukaan, tetapi menyelami hikmah di balik setiap ciptaan.
Pertama, **Syukur atas Nikmat**. Susu adalah nikmat yang diberikan secara gratis, tanpa kita perlu melakukan proses penyaringan kotoran dan darah itu sendiri. Rasa syukur harus muncul dari kesadaran bahwa kenikmatan ini adalah intervensi ilahi.
Kedua, **Validitas Wahyu**. Ayat ini, yang diturunkan berabad-abad sebelum ilmu kedokteran dan biologi modern mampu membedah kompleksitas pencernaan, membuktikan kebenaran Al-Qur'an. Bagaimana mungkin seorang Nabi yang hidup di padang pasir bisa menjelaskan mekanisme fisiologis sekompleks itu, kecuali jika itu adalah wahyu dari Yang Maha Mengetahui seluruh rahasia alam semesta?
Ketiga, **Tanda Kebesaran**. Kelezatan dan kemurnian susu menunjukkan betapa teraturnya sistem alam yang diciptakan Allah. Dari proses metabolisme yang rumit di perut hewan, keluar zat yang secara spesifik memenuhi kebutuhan nutrisi manusia. Ini mengukuhkan keyakinan bahwa tidak ada satu pun di alam ini yang tercipta tanpa tujuan dan tanpa campur tangan pencipta yang Maha Teratur.
Susu: Sumber Kehidupan yang Dimuliakan
Dalam konteks Arab klasik, susu seringkali menjadi simbol kehidupan dan kemakmuran. Orang Arab sangat menghargai susu karena di daerah yang kering, sumber air bersih sulit didapatkan, sementara susu memberikan hidrasi dan nutrisi sekaligus. Ayat ini mengangkat derajat susu dari sekadar produk makanan menjadi sebuah mukjizat yang patut direnungkan.
Bagi seorang mukmin, ketika meneguk segelas susu, ia tidak hanya merasakan kesegaran di tenggorokan, tetapi ia juga mengingat firman Allah yang menegaskan bahwa kenikmatan ini adalah karunia yang datang dari pemrosesan zat-zat yang mustahil diproses oleh akal manusia biasa. Oleh karena itu, An Nahl 66 adalah undangan abadi untuk merenung: **Apabila Allah mampu mengubah kotoran dan darah menjadi susu yang murni, apa lagi yang tidak mampu Ia lakukan atas kehidupan kita?**
Perenungan terhadap ayat ini sejatinya adalah praktik ibadah yang menggabungkan iman dan akal, menjadikan keindahan alam sebagai cermin keagungan Sang Khaliq.