Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surah Madaniyah yang mendalam maknanya dan kaya akan tuntunan hidup. Di antara ayat-ayatnya yang berharga, rentang 101 hingga 120 menawarkan pelajaran krusial mengenai berbagai aspek kehidupan seorang Muslim. Ayat-ayat ini mencakup tema-tema seperti jihad dalam kondisi genting, pentingnya keadilan, hak-hak yatim, larangan berbuat zalim, serta penegasan kembali keesaan Allah dan kemuliaan Islam. Memahami An-Nisa 101-120 berarti meresapi pedoman praktis untuk menjalani kehidupan yang lurus, adil, dan penuh ketaatan kepada Sang Pencipta, baik dalam keadaan damai maupun sulit.
Ayat 101 dan 102 secara khusus membahas tentang hukum shalat khauf (shalat dalam ketakutan). Ketika kaum Muslimin berada dalam kondisi peperangan atau ancaman bahaya yang mengharuskan mereka untuk bergerak, shalat tetaplah menjadi prioritas utama. Ayat ini memberikan keringanan dan cara pelaksanaannya agar ibadah ini tidak terhalang oleh kondisi eksternal. Ini menunjukkan betapa sentralnya ibadah dalam Islam, bahkan di medan perang sekalipun. Ketaatan kepada Allah tidak mengenal kompromi, namun Islam juga mengajarkan kemudahan dan adaptabilitas dalam pelaksanaannya. Makna yang lebih luas dari ayat ini adalah bahwa seorang Mukmin harus senantiasa siap sedia untuk membela kebenaran dan mempertahankan diri serta agama, namun tetap dalam koridor syariat dan tidak melupakan kewajiban kepada Allah.
Penting untuk dicatat bahwa ayat ini bukanlah seruan untuk melakukan agresi tanpa alasan, melainkan sebuah panduan bagaimana umat Islam seharusnya bersikap ketika dihadapkan pada situasi yang membutuhkan pertahanan diri atau mempertahankan tegaknya kalimat Allah. Keadilan dan kemanusiaan harus tetap menjadi landasan utama, bahkan dalam konteks perjuangan.
Memasuki ayat 103 hingga 106, fokus beralih pada urusan muamalah, khususnya terkait pengelolaan harta anak yatim dan prinsip keadilan. Allah SWT memperingatkan agar tidak memperlakukan harta anak yatim secara semena-mena. Harta tersebut adalah amanah yang harus dijaga dan dikembalikan sepenuhnya kepada pemiliknya ketika mereka telah dewasa dan mampu mengelolanya. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya kejujuran dan amanah dalam setiap urusan, apalagi jika melibatkan pihak yang lemah dan membutuhkan perlindungan.
Lebih jauh, ayat-ayat ini juga berbicara tentang keadilan secara umum. Seorang Muslim diperintahkan untuk menjadi saksi yang adil, bahkan jika itu memberatkan diri sendiri, orang tua, atau kerabat. Larangan untuk mengikuti hawa nafsu dan kecenderungan pribadi yang menyimpang dari kebenaran sangat ditekankan. Islam menuntut standar moral yang tinggi dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam memberikan kesaksian. Prinsip ini menjadi fondasi bagi tegaknya keadilan dalam masyarakat.
Pada rentang ayat 107 hingga 113, Al-Qur'an kembali menegaskan keesaan Allah SWT dan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu. Ayat-ayat ini menyoroti bagaimana Allah melindungi dan membela orang-orang yang berbuat zalim, meskipun mereka berusaha membela diri sendiri atau orang lain yang salah. Ini adalah peringatan keras bagi mereka yang berani menentang kebenaran dan berlaku curang. Allah Maha Mengetahui segala niat tersembunyi dan segala perbuatan, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi.
Kemudian, ayat-ayat ini bergeser untuk membahas tentang pilihan dan tanggung jawab individu. Siapa yang tersesat, maka kesesatannya itu akan menimpanya sendiri. Sebaliknya, siapa yang mendapat petunjuk, maka ia akan beroleh kebaikan untuk dirinya sendiri. Ayat-ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap insan akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah. Tidak ada yang bisa menyelamatkan seseorang dari azab-Nya kecuali dengan mengikuti petunjuk-Nya dan bertaubat.
Bagian ini juga menyentuh bagaimana Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri. Ini adalah prinsip sebab-akibat dalam pandangan Islam, yang menekankan pentingnya usaha dan perubahan diri menuju kebaikan. Allah akan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang senantiasa berusaha memperbaiki diri dan berpegang teguh pada ajaran-Nya.
Bagian akhir dari rentang ayat ini, mulai dari 114 hingga 120, memberikan peringatan tegas terhadap upaya menciptakan fitnah, perpecahan, dan permusuhan. Allah tidak menyukai pembicaraan yang terang-terangan buruk dan penuh kebencian. Sebaliknya, Islam menganjurkan untuk saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran.
Ayat-ayat ini juga membahas mengenai godaan setan yang selalu berusaha menyesatkan manusia. Setan akan membisikkan keraguan, menumbuhkan khayalan kosong, dan mengajak manusia untuk berbuat maksiat. Di sinilah pentingnya perlindungan diri dengan zikir kepada Allah dan berpegang teguh pada ajaran-Nya. Manusia juga diingatkan bahwa semua amal perbuatan, baik yang baik maupun yang buruk, sekecil apapun, akan diperhitungkan. Janji Allah kepada orang yang beriman dan beramal saleh adalah surga yang penuh kenikmatan, sementara ancaman bagi orang yang berpaling adalah siksa neraka.
Terakhir, ayat-ayat ini juga menyentuh mengenai perdebatan dan perselisihan yang seringkali timbul di antara manusia. Islam mengajarkan untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara yang damai dan sesuai syariat, serta menghindari tindakan yang justru memperuncing masalah. Intinya, ayat-ayat ini adalah panduan komprehensif untuk membangun individu dan masyarakat yang beriman, adil, terhindar dari fitnah, dan senantiasa dalam lindungan serta ridha Allah SWT.
Surah An-Nisa ayat 101-120 merupakan permata hikmah yang sarat dengan tuntunan praktis bagi umat Islam. Dari panduan ibadah dalam situasi genting, penegakan keadilan, tanggung jawab terhadap sesama, hingga peringatan keras terhadap godaan setan dan perpecahan, ayat-ayat ini mengajarkan kita untuk senantiasa menjadikan Al-Qur'an sebagai kompas hidup. Memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah kunci untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, serta menjadi hamba Allah yang dicintai-Nya.