Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita", adalah salah satu surah Madaniyyah dalam Al-Qur'an yang memiliki kedalaman makna dan relevansi universal. Di antara ayat-ayatnya yang sarat pelajaran, rentang ayat 101 hingga 110 menawarkan panduan komprehensif mengenai sikap seorang Muslim dalam menghadapi berbagai situasi, terutama terkait keamanan, keadilan, dan keyakinan. Ayat-ayat ini seringkali ditafsirkan dalam konteks peperangan dan kondisi genting, namun prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya berlaku luas dalam kehidupan sehari-hari.
Ayat 101 dari Surah An-Nisa secara spesifik membahas mengenai shalat dalam kondisi tertentu. Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qashar sembahyang(mu), (karena kamu akan merasa aman), disebabkan takut akan diserang oleh orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu."
Ayat ini memberikan keringanan bagi umat Muslim untuk meng-qashar shalat ketika sedang melakukan perjalanan dan merasa terancam oleh musuh. Keringanan ini menunjukkan betapa Islam memperhatikan aspek kemaslahatan dan keselamatan umatnya. Dalam situasi di mana keamanan diri terancam, fokus utama adalah menjaga diri dari bahaya, dan Islam memberikan fleksibilitas dalam menjalankan ibadah tanpa mengurangi esensi penghambaan kepada Allah SWT. Namun, perlu dicatat bahwa kaidah qashar shalat tidak hanya terbatas pada konteks peperangan, tetapi juga diperluas oleh para ulama untuk segala jenis perjalanan yang memenuhi syarat tertentu, sebagai bentuk kemudahan dan rahmat Allah.
Bergeser ke ayat 102, pembahasan beralih pada pelaksanaan shalat ketika dalam situasi genting, seperti berada di tengah peperangan.
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (umatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersama kamu dan janganlah bolehkan segolongan yang lain menyertai sembahyangmu, karena sesungguhnya golongan itu belum sembahyang karena mereka takut kepada kaummu. Apabila mereka telah sembahyang, maka hendaklah mereka menyertai kamu dan hendaklah orang-orang yang belum sembahyang mengambil tempat mereka, dan hendaklah orang-orang itu mengambil penjagaan dan pedang mereka. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lalai dari senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu kalau kamu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu diganggu sesuatu kesusahan atau karena kamu sakit; dan ambillah olehmu persiapan-persiapanmu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir."
Ayat ini menggambarkan strategi shalat berjamaah dalam kondisi penuh ancaman. Sebagian sahabat shalat, sementara sebagian lain berjaga. Ini adalah pelajaran tentang tanggung jawab kolektif dan kewaspadaan. Lebih jauh, ayat ini mengingatkan akan tipu daya musuh yang berusaha membuat kaum Muslimin lengah terhadap senjata dan harta benda mereka. Hal ini mengajarkan pentingnya menjaga aset dan kesiapan, bukan hanya dalam konteks fisik, tetapi juga spiritual dan material. Keadilan dan perhatian terhadap hak orang lain, termasuk dalam pembagian harta benda, juga menjadi tema sentral dalam Surah An-Nisa secara keseluruhan. Islam menekankan pentingnya mengembalikan hak-hak orang yang berhak menerimanya, termasuk anak yatim dan kaum lemah.
Pada ayat-ayat selanjutnya, khususnya hingga ayat 110, Allah SWT kembali menegaskan pentingnya keteguhan iman, kebenaran, dan menghindari perbuatan zalim. Allah menegur mereka yang berdebat tentang urusan orang lain dengan niat buruk, dan mengingatkan bahwa segala perbuatan akan diperhitungkan oleh Allah SWT.
"Mereka (orang-orang munafik itu) adalah orang-orang yang mengatakan: 'Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, supaya kami tidak beriman kepada seorang rasul pun, hingga ia mau mengorbankan binatang-binatang ternak sampai mati; katakanlah: 'Siapa yang mendatangkan ajaran dari langit dan bumi, selain dari Allah?' Jika mereka berkata demikian, maka katakanlah: 'Saksikanlah, bahwasanya kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)'."
Ayat ini mengingatkan agar umat Islam tidak mudah terpengaruh oleh keraguan dan fitnah yang dilancarkan oleh orang-orang munafik atau pihak yang berniat buruk. Keyakinan haruslah teguh berlandaskan pada wahyu Allah, bukan pada omongan atau bujukan yang menyesatkan. Allah SWT adalah sumber segala ajaran yang benar, dan hanya kepada-Nyalah kita berserah diri.
Lebih lanjut, ayat 106 hingga 110 memberikan contoh konkret bagaimana mencari kebenaran dan keadilan. Allah tidak akan menghukum karena kesalahpahaman atau ketidaktahuan yang murni, tetapi akan meminta pertanggungjawaban atas kesengajaan dan kezaliman. Perintah untuk tidak bersaksi palsu, dan anjuran untuk berbuat adil, bahkan terhadap musuh, menjadi pilar moral yang sangat ditekankan dalam ayat-ayat ini.
"Dan janganlah kamu membantah (orang-orang Yahudi dan Nasrani) dengan cara yang lebih baik, kecuali dengan cara yang baik, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah: 'Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu; dan hanya kepada-Nya kami menyerah diri'."
Ayat ini mengajarkan tentang cara berinteraksi dan berdialog dengan penganut agama lain, dengan tetap berpegang pada prinsip kebenaran dan keadilan, serta menyerukan kesatuan dalam ketuhanan. Keteguhan hati dan kejujuran dalam segala keadaan adalah kunci utama yang diajarkan dalam rentang ayat ini.
Secara keseluruhan, Surah An-Nisa ayat 101-110 memberikan pelajaran yang mendalam tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya bersikap dalam menghadapi tantangan hidup. Mulai dari keringanan ibadah dalam kondisi genting, pentingnya kewaspadaan dan menjaga harta benda, hingga keharusan menjaga kemurnian akidah dan berinteraksi dengan penuh keadilan dan kebenaran. Ayat-ayat ini menjadi pengingat abadi bahwa keteguhan iman, kewaspadaan, dan keadilan adalah fondasi penting dalam menjalani kehidupan seorang mukmin.