Simbol keseimbangan dan keadilan.
Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang memberikan petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia. Salah satu di antaranya adalah Surat An-Nisa' ayat 29 dan 30. Kedua ayat ini secara tegas melarang kaum beriman untuk memakan harta sesama dengan cara yang bathil, serta memerintahkan untuk melakukan perniagaan atas dasar kerelaan sesama. Pemahaman mendalam terhadap kedua ayat ini sangat krusial, mengingat pentingnya menjaga integritas dalam mencari dan mengelola rezeki.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang saling merela, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (An-Nisa': 29)
Ayat 29 Surat An-Nisa' ini menjadi pengingat yang kuat tentang prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam. Kata "bathil" mencakup segala cara yang tidak sah, tidak jujur, dan merugikan pihak lain dalam memperoleh harta. Ini bisa berupa penipuan, pencurian, korupsi, riba, spekulasi yang merusak, pemerasan, atau segala bentuk transaksi yang tidak adil. Allah SWT melarang keras praktik-praktik ini karena tidak hanya merusak tatanan sosial dan ekonomi, tetapi juga mengarah pada kehancuran diri sendiri dan orang lain.
Islam menganjurkan umatnya untuk mencari rezeki yang halal dan thayyib (baik). Halal berarti sesuai dengan syariat, tidak melanggar hukum Allah. Thayyib berarti tidak hanya halal, tetapi juga memberikan kebaikan bagi diri sendiri dan masyarakat, tidak merusak, dan tidak mengandung unsur-unsur yang berbahaya. Memakan harta dengan cara bathil adalah bentuk kezaliman, dan kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat.
Lebih jauh lagi, ayat ini juga mengandung peringatan untuk tidak "membunuh diri sendiri". Ini dapat diartikan sebagai menghindari segala tindakan yang dapat membawa kehancuran bagi diri sendiri, termasuk dalam hal mencari rezeki. Misalnya, terlibat dalam bisnis yang melanggar hukum bisa berujung pada hukuman pidana, kehancuran reputasi, atau bahkan kerugian finansial yang besar. Selain itu, memakan harta haram juga dapat merusak keberkahan hidup, kesehatan, dan keturunan.
Terjemahan: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali melalui perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."
"Dan janganlah kamu iri hati sesama kamu. Barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itu orang-orang yang berbuat zalim." (An-Nisa': 30)
Ayat 30 ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya. Jika ayat 29 melarang cara-cara bathil dalam memperoleh harta, ayat 30 ini memberikan penekanan pada aspek psikologis dan sosial dalam bermuamalah. Larangan iri hati sangatlah penting dalam konteks mencari rezeki dan berusaha. Iri hati atau hasad adalah perasaan tidak suka terhadap kesuksesan atau kebahagiaan orang lain, dan berharap agar kesuksesan itu hilang dari mereka.
Dalam dunia bisnis dan ekonomi, iri hati dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji. Seseorang yang iri hati mungkin akan mencoba menjatuhkan saingannya, menyebarkan fitnah, atau bahkan melakukan tindakan curang demi meraih keuntungan. Iri hati adalah sumber dari berbagai macam kezaliman. Oleh karena itu, Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT dan mendoakan kebaikan bagi sesama.
Perintah untuk melakukan perniagaan atas dasar saling merela (kerelaan) dalam ayat 29 menjadi fondasi penting. Ini berarti semua transaksi harus didasarkan pada kesepakatan yang jujur dan transparan, di mana kedua belah pihak merasa puas dan tidak ada yang merasa dirugikan. Kejujuran, amanah, dan keadilan adalah pilar utama dalam setiap perniagaan yang diridhai Allah.
Memahami dan mengamalkan kedua ayat ini akan membawa dampak positif yang luar biasa. Bagi individu, ini akan menumbuhkan ketenangan hati, rasa syukur, dan keyakinan bahwa rezeki yang halal akan mendatangkan keberkahan. Bagi masyarakat, ini akan menciptakan tatanan ekonomi yang adil, harmonis, dan saling menguntungkan, di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk berusaha dengan cara yang benar tanpa rasa takut akan kecurangan atau kezaliman.
Terjemahan: "Dan janganlah kamu menganiaya diri sendiri (dengan sebab tidak mau bersedekah). Dan jika kamu bolak-balik (melakukan kejahatan), Allah akan mengazabmu dengan kejahatan itu. Dan pada hari kiamat, Allah akan menyingkap azab yang dahsyat atas orang-orang yang berbuat jahat, dan Dia akan membiarkan mereka dalam kebingungan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Surat An-Nisa' ayat 29 dan 30 adalah pedoman krusial bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan ekonomi. Larangan memakan harta dengan cara bathil dan perintah untuk berniaga atas dasar kerelaan, serta peringatan keras terhadap iri hati, semuanya mengarah pada pentingnya menjaga integritas, keadilan, dan kejujuran dalam setiap aktivitas yang berkaitan dengan harta benda. Dengan mengamalkan ajaran ini, kita tidak hanya akan mendapatkan rezeki yang berkah, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.