Ilustrasi makna An Nisa Ayat 38
Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, merupakan sumber petunjuk hidup yang komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, baik spiritual, moral, sosial, maupun ekonomi. Salah satu ayat yang sering menjadi bahan renungan dan kajian adalah Surah An Nisa ayat 38. Ayat ini memberikan peringatan keras terhadap perilaku menafkahkan harta bukan karena ikhlas semata, melainkan karena dorongan untuk dipuji atau pamer di hadapan manusia, serta penolakan terhadap keimanan kepada Allah dan Hari Akhir.
Sebelum mendalami makna spesifiknya, penting untuk memahami konteks turunnya ayat ini. Surah An Nisa secara umum membahas berbagai persoalan keluarga, hak-hak wanita dan anak yatim, serta tatanan masyarakat. Ayat 38 ini hadir sebagai bagian dari serangkaian ayat yang menjelaskan karakteristik orang-orang munafik atau orang-orang yang memiliki keimanan lemah, yang tindakannya tidak sejalan dengan nilai-nilai keikhlasan dan ketakwaan.
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan dua karakteristik utama yang tercela: pertama, menafkahkan harta karena ria (pamer) kepada manusia; kedua, tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian. Kedua hal ini saling berkaitan dan menunjukkan cacat fundamental dalam motivasi dan pondasi keyakinan seseorang.
"Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta mereka karena ria (pamer) kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian. Dan barang siapa menjadikan syaitan sebagai temanyara, maka syaitan itu adalah teman seburuk-buruknya." (QS. An Nisa: 38)
Kata "ria" berasal dari bahasa Arab yang berarti memperlihatkan atau memamerkan. Dalam konteks ibadah dan perbuatan baik, ria berarti melakukan suatu perbuatan dengan tujuan agar dilihat dan dipuji oleh orang lain, bukan karena semata-mata mengharap ridha Allah. Perbuatan yang dilakukan dengan niat ria, meskipun terlihat baik di mata manusia, tidak memiliki nilai di sisi Allah Swt. Bahkan, ria dianggap sebagai salah satu bentuk syirik kecil (syirik khafi) yang dapat merusak keikhlasan amal.
Ketika seseorang bersedekah, menolong orang lain, atau melakukan kebaikan lainnya dengan niat ria, pahala kebaikannya akan luntur. Ia mungkin mendapatkan pujian dan penghargaan dari manusia di dunia, tetapi tidak akan mendapatkan balasan berlipat ganda dari Allah di akhirat. Hal ini karena pondasi amalnya bukan ketakwaan, melainkan keinginan untuk mendapatkan citra baik di mata makhluk.
Ayat ini juga menekankan ketiadaan iman kepada Allah dan Hari Kemudian sebagai syarat lain dari perbuatan ria yang tercela. Seseorang yang tidak beriman kepada Allah tidak akan memahami hakikat ibadah yang sesungguhnya, yaitu mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya semata-mata karena tunduk kepada Sang Pencipta. Demikian pula, ketiadaan keyakinan pada Hari Akhir akan membuatnya tidak terdorong untuk mempersiapkan diri dengan amal shaleh yang akan dihisab dan dibalas di alam keabadian.
Akibatnya, ia akan lebih mengutamakan pandangan dan penilaian manusia daripada pandangan dan penilaian Allah. Ia akan lebih peduli pada pujian di dunia daripada balasan di akhirat. Perilaku seperti ini adalah cerminan dari kelemahan iman yang sangat serius.
Bagian akhir ayat ini memberikan peringatan terakhir yang sangat tegas: "Dan barang siapa menjadikan syaitan sebagai teman, maka syaitan itu adalah teman seburuk-buruknya." Pernyataan ini merupakan konsekuensi logis dari menafkahkan harta karena ria dan tidak memiliki keimanan yang kokoh.
Syaitan senantiasa menggoda manusia untuk menjauh dari kebaikan dan mendekati keburukan. Ia membisikkan keinginan untuk pamer, untuk menonjolkan diri, dan untuk mendapatkan pengakuan dari sesama manusia. Ketika seseorang terjerumus dalam perangkap ria, ia berarti telah membuka pintu lebar-lebar bagi syaitan untuk menjadi 'teman'nya. Teman yang akan senantiasa membawanya kepada kesesatan dan kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat.
Surah An Nisa ayat 38 mengajarkan kita sebuah pelajaran berharga mengenai pentingnya keikhlasan dalam setiap amal perbuatan, terutama dalam menafkahkan harta. Ada beberapa poin penting yang dapat kita ambil dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari:
Pada akhirnya, An Nisa ayat 38 menjadi pengingat agar setiap harta yang kita miliki digunakan untuk kebaikan yang diridhai Allah, bukan untuk hal-hal yang bersifat duniawi semata dan dapat menjauhkan kita dari-Nya. Ikhlas adalah kunci utama agar amal perbuatan kita bernilai di hadapan Sang Pencipta.