Ilustrasi Surah An-Nisa Ayat 77
Dalam lautan ajaran Islam yang luas, terdapat ayat-ayat Al-Qur'an yang memiliki kedalaman makna dan relevansi abadi bagi kehidupan manusia. Salah satu ayat tersebut adalah Surah An-Nisa ayat 77. Ayat ini bukan sekadar bacaan ritual, melainkan sebuah panduan fundamental tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya bersikap dalam menghadapi berbagai situasi, khususnya terkait dengan tindakan, tanggung jawab, dan ketulusan niat. Memahami dan mengamalkan pesan dalam an nisa ayat 77 dapat membentuk karakter yang kuat dan luhur.
أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوٓا۟ أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ ٱلْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَخْشَوْنَ ٱلنَّاسَ كَخَشْيَةِ ٱللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً ۚ وَقَالُوٓا۟ رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا ٱلْقِتَالَ ۖ لَوْلَآ أَخَّرْتَنَآ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ ۗ قُلْ مَتَاعُ ٱلدُّنْيَا قَلِيلٌ وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا
"Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, 'Tahanlah tanganmu (jangan berperang), dirikanlah salat, dan tunaikanlah zakat,' ketika mereka (setelah diwajibkan berperang) benar-benar menjadi takut kepada manusia seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih keras dari itu takutnya. Mereka berkata, 'Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa Engkau tidak menunda (kewajiban) itu sampai waktu yang sedikit lagi?' Katakanlah, 'Kesenangan dunia ini (sementara) dan (balasan) akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun." (QS. An-Nisa: 77)
Ayat ini ditafsirkan oleh para ulama turun pada masa ketika umat Islam dihadapkan pada pilihan dan cobaan yang berat. Awalnya, ada sebagian dari kaum Muslimin yang belum siap untuk berjihad atau berperang demi membela agama dan kaum yang tertindas. Mereka lebih memilih untuk menahan diri, fokus pada ibadah seperti salat dan zakat, namun ketika kewajiban untuk berjihad datang, timbul ketakutan yang luar biasa. Ketakutan ini digambarkan sedemikian rupa, bahkan melebihi rasa takut kepada Allah SWT.
Ada perbedaan penafsiran mengenai "menahan tangan" dalam konteks awal ayat ini. Ada yang memahami bahwa itu adalah perintah untuk menahan diri dari tindakan yang tidak perlu atau provokatif, serta fokus pada pembangunan diri melalui ibadah. Namun, ketika situasi menuntut adanya pembelaan diri dan penegakan kebenaran, ketakutan justru muncul. Hal ini menunjukkan bahwa keimanan seseorang diuji tidak hanya dalam ketenangan, tetapi juga dalam menghadapi cobaan dan kewajiban yang lebih besar.
An nisa ayat 77 mengajarkan kita untuk selalu introspeksi diri. Seberapa besar kita takut kepada Allah dibandingkan dengan makhluk-Nya? Apakah kita cenderung menunda-nunda atau menghindari tanggung jawab yang berat karena ketakutan, padahal itu adalah panggilan kebaikan?
Dalam konteks modern, "berperang" bisa diartikan dalam berbagai bentuk perjuangan: melawan kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, atau bahkan perjuangan batin melawan hawa nafsu. Ketika kita dihadapkan pada tugas yang menuntut pengorbanan, keberanian, dan kesungguhan, apakah kita siap, atau justru bersembunyi di balik alasan-alasan yang seolah-olah logis?
Selain itu, ayat ini mengingatkan kita untuk senantiasa mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Semua yang kita miliki di dunia ini akan ditinggalkan. Oleh karena itu, prioritas hidup seharusnya adalah bagaimana meraih kebaikan di sisi Allah. Ketakwaan dan kesalehan adalah investasi terbaik yang akan kita bawa menuju keabadian. Dengan memahami dan merenungkan an nisa ayat 77, diharapkan setiap Muslim dapat meningkatkan kualitas imannya, keberaniannya dalam berbuat baik, dan kesungguhannya dalam menggapai ridha Ilahi.