Ilustrasi visual pedoman hidup dari ajaran agama
Surat An Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surat Madaniyah yang kaya akan ajaran dan hukum-hukum Islam. Di dalamnya terdapat ayat-ayat yang menjadi panduan fundamental bagi kaum Muslimin, salah satunya adalah ayat ke-9 dan ke-10 yang berbicara mengenai pentingnya memperlakukan anak yatim dengan adil dan menjaga hak-hak mereka. Ayat-ayat ini tidak hanya relevan di masa lalu, tetapi juga memiliki makna mendalam dan berlaku universal hingga kini, menjadi pengingat akan tanggung jawab moral dan sosial kita terhadap generasi yang lebih lemah.
Mari kita simak lafadz dan terjemahan dari kedua ayat tersebut:
Ayat kesembilan dari surat An Nisa mengandung peringatan keras sekaligus nasihat yang berharga. Allah SWT memerintahkan kepada setiap orang yang dipercaya untuk mengurus anak yatim agar senantiasa takut kepada-Nya. Ketakutan ini bukanlah ketakutan biasa, melainkan ketakutan yang mendorong untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kemaksiatan. Allah mengingatkan para wali atau pengasuh anak yatim tentang perasaan mereka sendiri jika mereka memiliki keturunan yang lemah dan membutuhkan perlindungan. Analoginya adalah, bagaimana perasaan mereka jika anak-anak mereka ditinggalkan dalam keadaan lemah, rentan, dan tanpa penjagaan? Tentulah mereka akan sangat khawatir dan berharap ada orang lain yang menjaga mereka dengan baik.
Oleh karena itu, Allah menyeru agar mereka bertakwa kepada Allah. Ini berarti menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Konkretnya, dalam konteks mengurus anak yatim, takwa diwujudkan dengan berlaku adil, jujur, dan penuh kasih sayang. Perkataan yang benar (قولا سديدا) juga ditekankan. Ini mencakup perkataan yang lurus, tepat, dan tidak mengandung kebohongan, fitnah, atau ucapan yang menyakiti hati anak yatim. Ini juga berarti memberikan saran dan nasihat yang baik kepada mereka serta menjaga hak-hak mereka tanpa mengurangi sedikit pun.
Kemudian, ayat kesepuluh dari surat An Nisa melanjutkan peringatan tersebut dengan ancaman yang sangat serius. Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, berarti mereka sebenarnya sedang menelan api neraka ke dalam perut mereka. Penggunaan metafora api neraka ini sangat kuat untuk menggambarkan betapa mengerikannya dosa memakan harta anak yatim. Harta yang seharusnya menjadi hak mereka untuk kelangsungan hidup, pendidikan, dan masa depan mereka, justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Konsekuensi dari perbuatan zalim ini sangatlah berat. Mereka tidak hanya akan mendapatkan siksaan di dunia berupa hilangnya keberkahan harta dan timbulnya berbagai masalah, tetapi di akhirat kelak mereka akan dilemparkan ke dalam neraka yang menyala-nyala (سَعِيرًا). Ancaman ini bersifat definitif dan pasti terjadi bagi siapa saja yang melanggarnya. Ini menjadi bukti betapa agungnya kedudukan harta anak yatim di sisi Allah SWT dan betapa murkanya Allah terhadap orang-orang yang menzalimi mereka.
Ayat An Nisa ayat 9 dan 10 mengajarkan kita beberapa pelajaran penting:
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menerapkan ajaran ini dengan berbagai cara. Bagi yang memiliki kedekatan dengan anak yatim, jadilah penjaga dan pelindung yang amanah. Bagi yang memiliki harta, bersedekahlah untuk anak yatim melalui lembaga-lembaga terpercaya. Dan bagi kita semua, sebarkan kesadaran akan pentingnya menjaga hak-hak mereka dan hindari segala bentuk penzaliman terhadap mereka. Dengan demikian, kita tidak hanya mematuhi perintah Allah, tetapi juga turut berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan berkeadilan.