Simbol pewarisan nilai dan pengetahuan.
Dalam khazanah ajaran Islam, konsep warisan atau mirats merupakan salah satu pilar penting yang mengatur distribusi kekayaan dan hak setelah seseorang meninggal dunia. Surat An-Nisa, yang berarti "Para Wanita," adalah surat ke-4 dalam Al-Qur'an, dan sebagian besar ayat-ayatnya secara spesifik membahas hukum-hukum mengenai warisan. Ini menunjukkan betapa sentralnya isu ini dalam pembentukan tatanan sosial dan keluarga yang adil dalam Islam. Namun, makna "warisan" dalam An Nisa tidak hanya terbatas pada aspek materi semata, melainkan juga mencakup warisan nilai, moral, dan spiritual yang jauh lebih berharga.
Surat An-Nisa memerinci dengan sangat jelas siapa saja yang berhak menerima warisan dan berapa bagian masing-masing. Ayat-ayat seperti ayat 7 dan 11 dari surat ini menjadi landasan utama dalam pembagian harta pusaka. Prinsip dasarnya adalah memberikan hak kepada setiap ahli waris sesuai dengan kedekatan hubungan kekerabatan dan peranannya dalam keluarga. Islam hadir untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang dizalimi dalam pembagian warisan, terutama kaum wanita yang di masa lalu seringkali terpinggirkan dari hak waris. Dengan adanya aturan yang jelas, diharapkan dapat meminimalisir konflik dan perselisihan antar anggota keluarga setelah kematian. Keadilan dalam distribusi harta ini tidak hanya menciptakan ketenangan di dunia, tetapi juga menjadi salah satu bentuk ibadah dan kepatuhan terhadap perintah Allah.
Lebih dari sekadar pembagian harta, aturan warisan dalam An Nisa juga mencerminkan pandangan Islam tentang tanggung jawab. Misalnya, tanggung jawab seorang suami terhadap istri dan anak-anaknya, serta kewajiban anak terhadap orang tua di masa tua. Pembagian warisan menjadi salah satu mekanisme untuk memastikan bahwa kebutuhan para ahli waris, terutama yang rentan seperti anak yatim atau janda, terpenuhi. Hal ini menegaskan bahwa Islam memandang warisan sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan dan menjaga keberlangsungan hidup keluarga, bukan sebagai sumber perpecahan.
Namun, jika kita hanya berhenti pada aspek materi, kita akan kehilangan esensi terdalam dari ajaran An Nisa tentang warisan. Surat ini, dengan penekanannya pada kaum wanita, juga secara implisit mengajarkan pentingnya mewariskan nilai-nilai luhur, akhlak mulia, dan pemahaman agama yang benar kepada generasi penerus. Seorang ibu, sebagaimana tersirat dalam konteks surat An Nisa, memiliki peran sentral dalam mendidik anak-anaknya. Warisan terpenting yang bisa diberikan oleh orang tua adalah pribadi yang saleh, berilmu, dan berkarakter baik.
Warisan non-materi ini seringkali jauh lebih langgeng dan berharga daripada kekayaan duniawi. Memiliki generasi yang meneruskan nilai-nilai kebaikan, kejujuran, ketaatan kepada Tuhan, dan kepedulian sosial akan jauh lebih membawa manfaat bagi masyarakat luas. Ini adalah warisan yang tidak bisa dibeli dengan uang, melainkan harus ditanamkan melalui keteladanan, pendidikan, dan lingkungan yang kondusif. Surat An Nisa mendorong kita untuk tidak hanya memikirkan bagaimana harta warisan terbagi, tetapi juga bagaimana kita mempersiapkan generasi penerus untuk menjadi pribadi yang berkualitas, yang mampu membawa risalah kebaikan di masa depan.
Keseimbangan antara warisan materi dan non-materi adalah kunci utama yang diajarkan dalam konteks An Nisa. Kita diajak untuk mengelola harta warisan dengan bijak, menunaikan hak-hak ahli waris, sekaligus menanamkan benih-benih kebaikan dalam diri anak cucu. Ini adalah tugas berat namun mulia. Islam tidak melarang umatnya untuk mencari kekayaan dunia, namun mengingatkan agar kekayaan tersebut tidak melalaikan kewajiban utama, yaitu beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama.
Pada akhirnya, warisan yang sesungguhnya adalah ketika kita meninggalkan jejak kebaikan yang terus mengalir, baik dalam bentuk harta yang dimanfaatkan untuk kebaikan, maupun pribadi-pribadi saleh yang melanjutkan perjuangan kebaikan. Surat An Nisa menjadi pengingat abadi bagi kita untuk senantiasa meninjau kembali bagaimana kita mempersiapkan diri dan generasi kita, tidak hanya untuk menghadapi kematian, tetapi untuk membangun kehidupan yang bermakna di dunia dan bekal yang berharga untuk akhirat. Ini adalah inti dari warisan yang diajarkan dalam An Nisa, sebuah warisan yang berdimensi dunia dan akhirat, materi dan spiritual, yang membentuk keluarga dan masyarakat yang kuat serta berkah.