Anekdot lisan adalah bentuk narasi pendek, lucu, dan sering kali melibatkan tokoh nyata atau stereotip tertentu yang bertujuan utama untuk menghibur pendengar. Dalam budaya komunikasi sehari-hari, anekdot berfungsi sebagai "bumbu" percakapan, memudahkan pencairan suasana, dan menunjukkan kecerdasan verbal pencerita. Berbeda dengan lelucon (joke) yang biasanya memiliki struktur sekali pukul (punchline) yang cepat, anekdot memiliki alur cerita yang lebih jelas, meskipun tetap ringkas.
Keunikan utama dari anekdot lisan terletak pada sifatnya yang sangat bergantung pada konteks penyampaian. Kunci keberhasilan sebuah anekdot tidak hanya terletak pada kontennya, tetapi juga pada cara penyampaian: intonasi, mimik wajah, jeda dramatis, dan kemampuan pencerita membangun suasana. Inilah mengapa sebuah cerita yang sangat lucu ketika dibaca mungkin terasa datar ketika diceritakan ulang oleh orang lain yang kurang berbakat.
Secara historis, anekdot telah ada sejak zaman peradaban kuno. Para filsuf Yunani dan Romawi sering menggunakan cerita-cerita singkat (sering kali tentang tokoh terkenal atau kejadian di istana) untuk mengilustrasikan poin filosofis atau kritik sosial mereka. Di era modern, anekdot lisan tetap relevan, terutama dalam lingkungan informal seperti di warung kopi, rapat santai, atau saat berkumpul bersama keluarga.
Fungsi sosial anekdot sangat beragam. Pertama, sebagai sarana hiburan murni. Kedua, sebagai alat kritik sosial yang terselubung; karena dibungkus dalam humor, sebuah anekdot dapat menyampaikan kritik tajam terhadap politisi, birokrasi, atau norma sosial tanpa menimbulkan konfrontasi langsung. Ketiga, anekdot digunakan untuk membangun koneksi interpersonal. Berbagi cerita lucu menunjukkan sisi personal pencerita dan menciptakan rasa kebersamaan di antara audiens.
Meskipun bentuknya cair, anekdot lisan umumnya mengikuti pola dasar tertentu. Awal cerita (setup) harus cepat memperkenalkan karakter, lokasi, dan situasi awal yang normal. Kemudian, bagian tengah akan membangun ketegangan atau memperkenalkan elemen yang tidak terduga (twist). Klimaksnya adalah punchline—momen ketika ketidaksesuaian atau absurditas situasi terungkap sepenuhnya. Namun, tidak seperti lelucon, punchline anekdot sering kali merupakan kesimpulan logis (meskipun lucu) dari serangkaian peristiwa yang diceritakan.
Seorang murid yang terkenal malas dipanggil gurunya. Guru itu berkata, "Nak, lihat itu tupai di atas pohon. Dia memanjat, jatuh, memanjat lagi, jatuh lagi, tapi akhirnya dia berhasil mencapai tujuannya! Apa yang kamu pelajari dari itu?" Murid itu menjawab dengan santai, "Saya belajar bahwa jika saya punya cukup kesempatan jatuh, akhirnya saya bisa menyalahkan pohonnya, Pak."
Kekuatan sebuah anekdot lisan terletak pada penceritanya. Seorang pendongeng ulung akan menggunakan jeda diam yang tepat sebelum menyebutkan kata kunci, menirukan suara karakter yang berbeda, dan mengatur kecepatan cerita agar ketegangan memuncak tepat sebelum akhir. Teknik ini mengubah sekumpulan kalimat menjadi pengalaman yang hidup. Dalam konteks digital saat ini, di mana konten cenderung visual dan instan, menghargai seni anekdot lisan berarti menghargai interaksi manusiawi yang otentik.
Anekdot juga sering kali memiliki versi yang berbeda-beda. Karena disampaikan secara lisan dari orang ke orang, detail kecil bisa berubah seiring waktu; sebuah anekdot yang diceritakan di Jakarta mungkin sedikit berbeda ketika diceritakan di Surabaya. Variasi ini justru menambah kekayaan dan daya tahan anekdot tersebut, menjadikannya bagian hidup dari memori kolektif suatu komunitas. Meskipun media sosial memudahkan penyebaran cerita lucu, kedalaman dan resonansi sebuah anekdot yang disampaikan langsung tetap sulit ditandingi. Menguasai seni bercerita anekdot adalah keterampilan sosial yang tak ternilai harganya.