Ilustrasi Sajian Angsle Khas Solo
Di tengah hiruk pikuk Kota Solo, sebuah kenikmatan sederhana namun kaya rasa menanti untuk dinikmati: Angsle Solo. Minuman tradisional ini bukan sekadar penghilang dahaga, melainkan sebuah kapsul waktu rasa yang membawa penikmatnya kembali ke nuansa kehangatan masa lalu. Berbeda dengan wedang atau minuman hangat sejenis yang mungkin lebih dikenal luas, Angsle menawarkan komposisi unik yang menjadikannya ikon kuliner Solo yang khas.
Angsle adalah minuman penghangat tubuh yang berbahan dasar santan atau susu (sekarang sering dikombinasikan), dibumbui dengan rempah-rempah seperti jahe, dan dipermanis dengan gula merah atau gula aren. Namun, daya tariknya yang sesungguhnya terletak pada isiannya. Angsle disajikan dengan beragam isian yang dimasak terpisah dan kemudian disatukan dalam mangkuk sebelum disiram kuah santan panas.
Isian utama yang wajib ada adalah kacang tanah sangrai yang memberikan tekstur renyah, mutiara sagu (pacar cina) yang kenyal, serta ketan hitam atau bulir-bulir sagu. Kekayaan tekstur inilah yang membedakan Angsle dari wedang ronde. Setiap sendok atau tegukan memberikan sensasi yang berbeda; gurih santan bertemu manis legit gula merah, diselingi dengan kenyal dan renyahnya isian.
Filosofi di balik Angsle sangat kental dengan tradisi Jawa. Ia diciptakan untuk menghangatkan tubuh, terutama saat malam tiba atau ketika cuaca sedang dingin. Rempah-rempah seperti jahe, yang menjadi bumbu dasar kuahnya, dikenal memiliki khasiat menghangatkan badan dan melancarkan peredaran darah.
Proses pembuatannya pun melibatkan seni tersendiri. Santan harus dimasak dengan takaran yang pas agar tidak pecah, sementara gula merah dilelehkan hingga menghasilkan sirup yang kaya aroma. Isian seperti kacang tanah harus disangrai dengan api kecil hingga benar-benar matang dan mengeluarkan minyaknya, sehingga aroma gurihnya maksimal saat tercampur dengan kuah panas. Ketika semua komponen ini bertemu dalam satu mangkuk, terciptalah harmoni rasa yang sulit ditolak.
Meskipun Solo terus berkembang menjadi kota modern yang ramai, penjual Angsle tradisional masih dapat ditemukan, terutama di area-area pasar tradisional atau dekat pusat-pusat wisata budaya. Para pedagang Angsle seringkali masih menggunakan gerobak dorong sederhana, mempertahankan otentisitas cara penyajian yang telah diwariskan turun-temurun. Menemukan gerobak Angsle di pinggir jalan, terutama setelah pukul lima sore, seringkali menjadi pertanda akan adanya kehangatan menanti.
Banyak penggemar Angsle yang sengaja datang mencari warung-warung legendaris. Mereka mencari cita rasa yang konsisten, di mana manisnya tidak berlebihan dan gurih santannya terasa alami. Di beberapa tempat, penjual bahkan memberikan pilihan tambahan, seperti penambahan roti tawar yang dicelupkan ke dalam kuah kental Angsle.
Untuk mendapatkan pengalaman Angsle Solo yang paling otentik, perhatikan beberapa hal. Pertama, pastikan kuah Anda terasa hangat, bukan hanya suam-suam kuku. Kehangatan adalah kunci kenikmatan Angsle. Kedua, jangan ragu meminta tambahan isian jika Anda menyukai salah satu komponennya, misalnya lebih banyak kacang atau mutiara.
Angsle sangat nikmat dinikmati setelah makan malam atau sebagai teman bersantai di malam hari. Aroma jahe yang tajam, diikuti dengan rasa manis legit santan dan sensasi tekstur yang beragam, menjadikan Angsle bukan hanya sekadar minuman penutup, melainkan sebuah ritual kuliner malam di Kota Bengawan. Angsle Solo adalah bukti nyata bahwa kesederhanaan bahan baku, bila diracik dengan cinta dan tradisi, dapat menghasilkan warisan rasa yang tak lekang oleh waktu. Cobalah kehangatan ini saat Anda berkunjung ke Solo, dan rasakan sendiri pesona Jawa yang tersaji dalam mangkuk.