Memelihara kambing merupakan kegiatan yang menjanjikan, baik untuk kebutuhan pribadi maupun komersial. Salah satu faktor krusial dalam keberhasilan beternak kambing adalah kandang yang memadai. Di Indonesia, banyak peternak tradisional yang masih mengandalkan kearifan lokal, termasuk penggunaan hitungan Jawa dalam merancang kandang kambing. Hitungan Jawa ini bukan sekadar takhayul, melainkan telah teruji secara turun-temurun untuk menciptakan ruang yang optimal bagi kesehatan dan kenyamanan hewan ternak.
Prinsip di balik hitungan Jawa untuk kandang kambing berakar pada pemahaman mendalam tentang keseimbangan alam dan kebutuhan hewan. Metode ini bertujuan untuk memastikan kandang memiliki sirkulasi udara yang baik, tidak lembap, aman dari predator, dan memberikan ruang gerak yang cukup bagi kambing. Kombinasi antara ilmu pengetahuan modern dan kearifan lokal seringkali menghasilkan solusi yang efektif dan efisien.
Dalam tradisi Jawa, perhitungan seringkali melibatkan angka-angka yang diyakini membawa keberuntungan atau keselarasan. Untuk kandang kambing, perhitungan ini biasanya difokuskan pada beberapa aspek utama:
Meskipun bervariasi antar daerah dan praktik peternak, ada beberapa metode perhitungan yang sering ditemui:
Misalnya, untuk kandang berkapasitas 10 ekor kambing dewasa, peternak mungkin akan mengalokasikan minimal 1 meter persegi per ekor. Maka, luas kandang minimal adalah 10 meter persegi. Dengan asumsi bentuk persegi panjang, peternak bisa membaginya menjadi lebar 2 meter dan panjang 5 meter. Kemudian, angka 2 dan 5 ini akan dikonsultasikan dengan perhitungan Jawa yang relevan, disesuaikan dengan jumlah tiang penyangga yang dibutuhkan, dan tinggi kandang yang ideal untuk sirkulasi udara.
Tinggi kandang ideal biasanya di atas 1,5 meter agar kambing tidak mudah melompat keluar dan memudahkan manusia untuk membersihkan kandang. Tinggi lantai dari tanah minimal 30-50 cm untuk menghindari banjir dan menjaga kehangatan.
Membangun kandang dengan memperhatikan hitungan Jawa memberikan banyak keuntungan:
Meskipun mengacu pada hitungan Jawa, peternak modern juga perlu mengadaptasinya dengan teknologi dan praktik peternakan terkini. Misalnya, penggunaan material yang lebih tahan lama seperti bambu yang difilter, beton, atau kombinasi keduanya. Sistem ventilasi mekanis bisa ditambahkan jika kondisi alam kurang mendukung. Namun, dasar-dasar filosofi di balik hitungan Jawa, yaitu harmoni, keseimbangan, dan pemenuhan kebutuhan hewan, tetap relevan dan patut dipertahankan.
Dengan menggabungkan kearifan lokal melalui hitungan Jawa dengan pemahaman tentang kebutuhan spesifik kambing, peternak dapat menciptakan kandang yang tidak hanya fungsional tetapi juga membawa keberkahan dan kesuksesan dalam usaha ternak.