Hitungan Jawa: Mengupas Makna Rejeb dan Ruwah dalam Kalender Tradisional

Kalender Jawa: Rejeb & Ruwah

Simbol kalender Jawa yang merepresentasikan dua bulan penting.

Kalender Jawa, sebuah warisan budaya yang kaya, memadukan siklus bulan dengan sistem penanggalan yang unik. Di dalamnya terdapat nama-nama bulan yang berbeda dari kalender Hijriah maupun Gregorian, masing-masing memiliki makna dan relevansinya tersendiri dalam kehidupan masyarakat Jawa. Dua bulan yang sering menjadi sorotan, terutama dalam konteks tradisi dan perhitungan penting, adalah Rejeb dan Ruwah. Memahami kedua bulan ini bukan hanya sekadar mengetahui urutan bulan, melainkan juga mendalami filosofi dan praktik budaya yang menyertainya.

Asal-usul dan Urutan Bulan dalam Kalender Jawa

Kalender Jawa diciptakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Mataram pada tahun 1633 Masehi. Sistem ini mengacu pada kalender Hijriah yang bernuansa Islam, namun disesuaikan dengan rotasi bumi mengelilingi matahari, sehingga menyerupai kalender Syamsiyah. Nama-nama bulan dalam kalender Jawa banyak diambil dari bahasa Arab, namun mengalami adaptasi dan penyesuaian agar selaras dengan kebudayaan Jawa.

Urutan bulan dalam kalender Jawa adalah sebagai berikut: Sura, Sapar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dzulqaidah, dan Dzulhijah. Dari urutan ini terlihat jelas bahwa Rejeb berada pada urutan ketujuh, diikuti oleh Ruwah pada urutan kedelapan. Kedua bulan ini secara berurutan mengawali paruh kedua dari tahun dalam penanggalan Jawa.

Makna Filosofis dan Praktis Bulan Rejeb

Bulan Rejeb (atau Rajab dalam kalender Hijriah) memiliki posisi penting dalam tradisi Jawa. Secara etimologis, 'Rajab' berasal dari kata 'tarjibu' yang berarti mengagungkan atau memuliakan. Bulan ini memang dikenal sebagai bulan yang penuh berkah dan menjadi waktu yang baik untuk melakukan berbagai kegiatan spiritual dan introspeksi diri.

Dalam konteks hitungan Jawa, Rejeb seringkali dikaitkan dengan persiapan menuju bulan berikutnya yang lebih krusial, yaitu Ruwah dan Pasa (Ramadan). Banyak masyarakat Jawa yang meyakini bahwa bulan Rejeb adalah waktu yang tepat untuk membersihkan diri, baik secara lahir maupun batin. Beberapa tradisi yang mungkin dilakukan meliputi:

Perhitungan dalam bulan Rejeb juga bisa mencakup aspek primbon atau weton, di mana kombinasi hari dan pasaran pada bulan ini dianggap memiliki pengaruh tertentu terhadap watak dan nasib seseorang. Namun, fokus utama dari bulan Rejeb dalam hitungan Jawa lebih kepada persiapan spiritual dan sosial sebelum menyambut momen yang lebih besar.

Bulan Ruwah: Momen Menjelang Ramadan dan Tradisi Ruwahan

Bulan Ruwah, yang dalam kalender Hijriah identik dengan Sya'ban, memiliki makna yang sangat mendalam dalam tradisi Jawa, terutama karena posisinya yang langsung mendahului bulan Pasa (Ramadan). Bulan Ruwah adalah bulan 'ruwah-ruwah' atau 'membersihkan', yang berarti waktu untuk melakukan persiapan dan pembersihan segala sesuatu sebelum memasuki bulan suci Ramadan.

Tradisi yang paling melekat dengan bulan Ruwah adalah 'Ruwahan' atau 'Megengan'. Inti dari tradisi ini adalah:

Dalam hitungan Jawa, baik Rejeb maupun Ruwah, memiliki bobot dan signifikansi yang kuat. Keduanya menjadi penanda penting dalam siklus tahunan, mengingatkan masyarakat akan pentingnya spiritualitas, penghormatan kepada leluhur, dan persiapan diri menghadapi momen-momen sakral dalam ajaran agama. Keterkaitan antara Rejeb dan Ruwah menunjukkan adanya pola persiapan bertahap, di mana Rejeb menjadi awalan untuk pembersihan diri, sementara Ruwah menjadi puncak persiapan sebelum memasuki kewajiban puasa di bulan Ramadan. Keberadaan kedua bulan ini dalam kalender Jawa memperkaya khazanah budaya dan spiritualitas Nusantara.

🏠 Homepage