Dalam kajian ilmu Al-Qur'an dan tata bahasa Arab (nahwu dan sharaf), pemahaman mendalam tentang sistem penulisan dan bunyi huruf sangatlah krusial. Salah satu aspek menarik yang seringkali menimbulkan pertanyaan adalah mengenai jumlah huruf hijaiyah pengganti. Secara umum, kita mengenal ada 29 huruf hijaiyah standar dalam mushaf Al-Qur'an. Namun, dalam konteks linguistik dan tajwid, terkadang kita menemukan konsep huruf pengganti atau variasi penulisan yang bertujuan untuk mengakomodasi bunyi yang tidak ada secara eksplisit dalam abjad dasar Arab.
Pertanyaan mengenai "jumlah huruf hijaiyah pengganti" seringkali muncul karena adanya perbedaan dialek atau kebutuhan transliterasi bahasa asing ke dalam aksara Arab. Namun, jika kita merujuk pada teks Al-Qur'an standar Utsmani yang digunakan secara universal, jumlah huruf dasarnya tetap 29 (atau 30 jika memasukkan Hamzah sebagai huruf terpisah dari Alif). Konsep 'pengganti' lebih sering merujuk pada bagaimana huruf-huruf tersebut berinteraksi atau bagaimana beberapa bunyi asing direpresentasikan menggunakan kombinasi atau modifikasi huruf Arab.
Abjad Arab standar yang dipakai dalam penulisan Al-Qur'an terdiri dari 28 huruf, namun Alif (yang bisa berfungsi sebagai vokal panjang atau penanda awal) sering dihitung menjadi 29 atau 30 jika Hamzah diperlakukan terpisah. Mari kita fokus pada 29 huruf dasar yang merupakan pondasi dari bahasa Arab klasik: (أ, ب, ت, ث, ج, ح, خ, د, ذ, ر, ز, س, ش, ص, ض, ط, ظ, ع, غ, ف, ق, ك, ل, م, ن, ه, و, ي). Ini adalah jumlah mutlak yang harus dikuasai untuk membaca Al-Qur'an dengan benar.
Lalu, di mana letak 'huruf pengganti' tersebut? Konsep ini sering muncul ketika aksara Arab digunakan untuk menulis bahasa lain yang memiliki fonem (bunyi) yang tidak ada dalam bahasa Arab murni. Dalam kasus ini, para ahli bahasa menciptakan atau mengadopsi cara penulisan menggunakan huruf yang sudah ada sebagai 'pengganti' bunyi tersebut.
Contoh paling sering adalah penggunaan huruf untuk merepresentasikan bunyi seperti 'P', 'G', 'V', dan 'J' (seperti dalam bahasa Inggris atau bahasa daerah di Indonesia). Karena huruf 'P' tidak ada dalam 29 huruf standar, maka seringkali ia diganti oleh huruf yang memiliki artikulasi paling dekat, yaitu huruf Ba (ب). Demikian pula, bunyi 'G' seringkali diwakilkan oleh huruf Ghayn (غ) atau Jim (ج), meskipun secara fonetik tidak selalu identik.
Inilah inti dari "huruf hijaiyah pengganti": ia bukanlah huruf tambahan resmi dalam Al-Qur'an, melainkan penyesuaian praktis dalam transliterasi atau bahasa non-Arab yang mengadopsi sistem penulisan Arab.
Untuk mempermudah pemahaman, kita bisa memetakan beberapa bunyi non-Arab yang memerlukan representasi pengganti ketika ditulis dengan aksara Arab:
Penting untuk digarisbawahi bahwa penambahan huruf-huruf pengganti ini (seperti 'P' yang seringkali ditulis dengan Ba yang diberi tiga titik di atas, meskipun variasi ini tidak baku secara internasional) tidak mengubah jumlah 29 huruf hijaiyah yang menjadi dasar bagi bacaan Al-Qur'an. Keberadaan huruf pengganti ini murni bersifat fungsional untuk keperluan linguistik di luar ranah teks suci Islam yang asli.
Memahami adanya huruf pengganti membantu kita membedakan antara teks suci (yang mengikuti kaidah Utsmani baku) dengan teks sekunder (seperti nama diri, istilah ilmiah, atau romanisasi). Jika kita melihat teks yang menggunakan huruf 'P' (meski ditulis dengan simbol khusus), kita tahu bahwa itu adalah adaptasi, bukan bagian integral dari Abjad Al-Qur'an itu sendiri.
Kesimpulannya, jumlah huruf hijaiyah dasar adalah 29 (atau 30). Konsep "huruf hijaiyah pengganti" merujuk pada sistem adopsi untuk merepresentasikan bunyi bahasa lain menggunakan basis aksara Arab, bukan penambahan permanen pada jumlah huruf standar yang digunakan dalam mushaf Al-Qur'an. Keakuratan dalam membedakan kedua hal ini sangat penting bagi siapa pun yang mempelajari bahasa Arab atau ilmu Al-Qur'an.