Ilustrasi simbolis mengenai keberadaan makhluk cahaya.
Pertanyaan mengenai jumlah malaikat ada telah menjadi subjek perdebatan filosofis dan teologis selama berabad-abad di berbagai tradisi agama samawi. Malaikat, dalam pemahaman umum, adalah makhluk ciptaan Allah yang terbuat dari nur (cahaya), tidak memiliki nafsu, dan bertugas melaksanakan perintah Ilahi tanpa pernah membangkang. Karena sifat mereka yang gaib (berada di dimensi yang tidak dapat dijangkau oleh indra manusia), menentukan jumlah pasti mereka menjadi tantangan besar yang mengandalkan interpretasi teks suci.
Agama-agama Abrahamik, khususnya Islam, Kristen, dan Yahudi, memberikan landasan kuat mengenai keberadaan malaikat. Namun, ketika membahas kuantitas, para ulama dan teolog sering kali merujuk pada deskripsi kualitatif daripada enumerasi numerik yang konkret. Mereka adalah bagian integral dari alam semesta spiritual, jauh melampaui pemahaman rasio manusia biasa.
Dalam tradisi Islam, keyakinan terhadap malaikat adalah salah satu rukun iman yang utama. Teks-teks Al-Qur'an dan Hadis menyebutkan berbagai kelompok malaikat dengan tugas spesifik, seperti Jibril (pembawa wahyu), Mikail (pengatur rezeki dan alam), Israfil (peniup sangkakala), dan Izrail (pencabut nyawa). Namun, jumlah total mereka tidak pernah disebutkan secara eksplisit sebagai angka pasti.
Sebaliknya, banyak riwayat yang mengindikasikan bahwa jumlah malaikat sangatlah banyak, melebihi hitungan manusia. Salah satu deskripsi yang paling sering dikutip adalah mengenai Baitul Makmur di langit ketujuh. Dikatakan bahwa setiap hari, 70.000 malaikat masuk ke dalamnya untuk beribadah dan tidak pernah kembali lagi hingga hari kiamat. Jika dikalikan dengan frekuensi hari yang tak terhingga (dalam konteks waktu setelah penciptaan), angka ini menunjukkan populasi malaikat yang masif.
Beberapa ulama, berdasarkan interpretasi terhadap skala alam semesta yang diciptakan Allah, bahkan berpendapat bahwa jumlah malaikat ada dalam hitungan yang tak terhingga atau setidaknya jauh melampaui jumlah bintang di langit. Tugas mereka sangat beragam, mulai dari mencatat amal perbuatan manusia (Malaikat Raqib dan Atid), menjaga surga dan neraka, hingga menjadi tentara Allah dalam peperangan spiritual. Keterbatasan bahasa manusiawi membuat kita sulit untuk mengukur skala populasi mereka.
Dalam Kekristenan dan Yudaisme, konsep malaikat juga sangat sentral. Terdapat hierarki malaikat yang kompleks, seperti Serafim, Kerubim, dan berbagai tingkatan malaikat agung (Archangels). Meskipun fokus utama terletak pada fungsi dan peran mereka—sebagai pelayan Tuhan, pembawa pesan, atau pelindung—sama seperti dalam Islam, tidak ada konsensus mengenai angka pastinya.
Misalnya, dalam Kitab Wahyu, digambarkan adanya ribuan kali ribuan malaikat yang mengelilingi takhta Tuhan. Deskripsi ini menekankan kemuliaan dan banyaknya mereka dalam upacara surgawi, menguatkan gagasan bahwa malaikat adalah entitas yang jumlahnya sangat besar, melayani tujuan kosmik yang lebih luas dari yang dapat kita bayangkan.
Fokus utama dalam ajaran agama bukanlah pada hitungan kuantitatif malaikat, melainkan pada fungsi dan ketaatan mutlak mereka kepada Sang Pencipta. Mereka ada untuk menjalankan perintah, menjadi saksi atas perbuatan manusia, dan memuliakan Allah. Mengetahui jumlah pasti mereka tidak akan menambah atau mengurangi keimanan seseorang terhadap keberadaan mereka sebagai makhluk gaib yang patuh.
Keterbatasan pengetahuan kita mengenai alam gaib adalah bagian dari ujian keimanan. Alih-alih berfokus pada menghitung, penekanan diletakkan pada pengakuan bahwa ada alam lain yang berfungsi secara paralel dengan alam fisik kita, dipenuhi oleh makhluk-makhluk yang ditugaskan dengan mandat ilahi yang tak terhitung jumlahnya. Kesimpulannya, meskipun tidak ada angka pasti yang ditetapkan dalam sumber-sumber primer, semua tradisi sepakat bahwa jumlah malaikat ada dalam kelimpahan yang luar biasa, mencerminkan kekuasaan dan kemahaluasan Allah dalam menciptakan makhluk-Nya.