Ilustrasi Perkembangan Wilayah Administratif
Periode Orde Baru merupakan era sentralisasi kekuasaan yang signifikan di Indonesia. Dalam konteks administrasi wilayah, masa ini ditandai oleh upaya penataan ulang dan konsolidasi struktur pemerintahan daerah, termasuk penentuan jumlah serta batas-batas provinsi. Tujuan utama dari penataan ini sering kali adalah untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan, memperkuat kontrol pusat, serta mendorong percepatan pembangunan di berbagai kawasan kepulauan. Pembentukan provinsi baru pada dasarnya merupakan respons terhadap kebutuhan administratif yang semakin kompleks seiring bertambahnya populasi dan kebutuhan pembangunan infrastruktur.
Salah satu tantangan terbesar dalam mengelola negara kepulauan seperti Indonesia adalah bagaimana membagi wilayah agar pemerintahan dapat menjangkau masyarakat secara efisien. Pada awal periode ini, jumlah provinsi relatif lebih sedikit dibandingkan dengan yang ada saat ini. Namun, melalui berbagai keputusan dan undang-undang yang dikeluarkan selama masa pemerintahan Orde Baru, terjadi serangkaian pemekaran wilayah. Proses ini memastikan bahwa setiap wilayah mendapatkan representasi dan alokasi sumber daya yang dianggap memadai oleh pemerintah pusat.
Menentukan jumlah provinsi yang absolut dan stabil sepanjang seluruh masa Orde Baru membutuhkan penelusuran yang cermat karena adanya perubahan struktural di awal dan akhir periode tersebut. Namun, titik konsolidasi yang paling sering dirujuk dan paling stabil menjelang akhir periode tersebut adalah ketika Indonesia memiliki 27 Provinsi. Angka 27 ini mencerminkan puncak dari pemekaran yang dilakukan selama era tersebut sebelum transisi besar terjadi setelah reformasi.
Beberapa pemekaran penting yang terjadi dan berkontribusi pada angka 27 ini antara lain pembentukan provinsi-provinsi baru di wilayah Timur Indonesia yang sebelumnya dikelola sebagai wilayah administratif khusus atau masih dalam status transisi. Keputusan untuk membentuk provinsi baru sering kali didasarkan pada pertimbangan keamanan, jarak geografis yang terlalu jauh dari ibu kota provinsi induk, serta urgensi pembangunan ekonomi lokal.
Jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, jumlah 27 provinsi pada masa Orde Baru menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan, terutama pasca-reformasi di mana terjadi gelombang pemekaran lebih lanjut. Warisan utama dari penataan wilayah pada masa itu adalah terbentuknya kerangka administrasi yang terpusat dan hierarkis. Meskipun terdapat penambahan provinsi, fokus utama tetap berada pada bagaimana memastikan loyalitas dan kepatuhan terhadap kebijakan yang berasal dari Jakarta.
Struktur 27 provinsi ini merupakan cerminan dari kebijakan pembangunan sektoral yang dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru. Pembangunan infrastruktur dan ekonomi difokuskan pada wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai provinsi, sehingga status provinsi memberikan keuntungan signifikan dalam hal alokasi anggaran pembangunan dan perhatian pemerintah pusat. Eksistensi provinsi-provinsi ini—sebelum penambahan yang terjadi kemudian—adalah hasil dari proses politik dan administratif yang panjang, yang bertujuan menciptakan stabilitas teritorial yang utuh dan terkendali di bawah payung pemerintahan tunggal. Kesimpulannya, angka kunci yang menggambarkan struktur provinsi pada masa kematangan Orde Baru adalah 27 Provinsi.