Dalam dunia hukum, keuangan, dan bisnis, seringkali kita menemukan istilah Latin yang memiliki bobot makna mendalam dan implikasi luas. Salah satu istilah yang sangat penting dan fundamental adalah "pari passu". Secara harfiah, frasa ini berarti "dengan langkah yang sama" atau "pada pijakan yang sama". Namun, dalam konteks hukum, khususnya, pari passu melambangkan prinsip kesetaraan, perlakuan yang sama, dan tanpa diskriminasi di antara pihak-pihak yang memiliki hak atau klaim serupa. Konsep ini menjadi landasan bagi keadilan dan prediktabilitas dalam berbagai skenario hukum, mulai dari distribusi aset dalam kepailitan hingga struktur perjanjian utang yang kompleks.
Artikel ini akan mengupas tuntas makna, sejarah, aplikasi, serta tantangan yang terkait dengan prinsip pari passu. Kita akan menjelajahi bagaimana konsep ini terwujud dalam berbagai bidang hukum seperti kepailitan, hukum korporasi, hukum keuangan internasional, dan bahkan implikasi yang lebih luas dalam prinsip keadilan. Dengan pemahaman yang mendalam tentang pari passu, kita dapat lebih menghargai kompleksitas dan nuansa sistem hukum yang berupaya untuk mencapai keseimbangan dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
1. Definisi dan Asal-usul Pari Passu
1.1. Arti Harfiah dan Konseptual
Secara etimologi, pari passu berasal dari bahasa Latin, di mana "pari" berarti "sama" atau "setara", dan "passu" berarti "langkah" atau "pijakan". Oleh karena itu, frasa ini diterjemahkan sebagai "dengan langkah yang sama" atau "pada pijakan yang sama". Dalam konteks hukum, ini berarti bahwa dua atau lebih pihak, atau dua atau lebih hak atau klaim, diperlakukan secara setara tanpa preferensi atau diskriminasi. Prinsip ini menegaskan bahwa tidak ada satu pihak pun yang harus diberikan prioritas yang tidak adil atau dirugikan secara tidak semestinya dibandingkan dengan pihak lain yang berada dalam situasi hukum yang sebanding.
Intinya, pari passu adalah tentang perlakuan non-diskriminatif. Ini bukan berarti bahwa semua pihak akan menerima jumlah yang sama, melainkan bahwa jika ada pembagian atau distribusi, itu akan dilakukan secara proporsional sesuai dengan klaim atau hak mereka, dan tidak ada klaim dari satu kelas yang akan diprioritaskan di atas klaim dari kelas yang sama tanpa dasar hukum yang jelas. Prinsip ini adalah cerminan dari gagasan keadilan distributif, di mana sumber daya yang terbatas dibagikan secara adil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
1.2. Sejarah Singkat dan Pengaruh Roman Law
Banyak istilah hukum Latin yang masih digunakan hingga saat ini memiliki akar dalam sistem hukum Romawi Kuno, dan pari passu tidak terkecuali. Hukum Romawi dikenal karena pendekatannya yang sistematis dan rasional terhadap masalah-masalah hukum, termasuk distribusi kekayaan dan hak kepemilikan. Konsep kesetaraan di antara kreditor, meskipun mungkin belum sepenuhnya berkembang seperti sekarang, sudah menjadi prinsip dasar dalam penanganan utang-piutang dan kepemilikan bersama.
Dalam sejarah hukum kepailitan, misalnya, gagasan bahwa semua kreditor (tertentu) harus mendapatkan bagian dari aset debitur secara proporsional adalah salah satu aplikasi awal pari passu. Tujuannya adalah untuk mencegah kreditor yang lebih agresif atau yang memiliki koneksi lebih baik untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil dibandingkan kreditor lain. Prinsip ini berevolusi seiring waktu, membentuk dasar bagi sistem kepailitan modern di banyak yurisdiksi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pengaruh Roman Law memberikan cetak biru awal untuk konsep kesetaraan hukum yang kemudian diadaptasi dan dikembangkan oleh sistem hukum Anglo-Amerika (common law) dan Kontinental (civil law).
2. Pari Passu dalam Hukum Kepailitan
2.1. Pilar Utama Distribusi Aset dalam Kepailitan
Salah satu aplikasi pari passu yang paling sering ditemui dan paling krusial adalah dalam hukum kepailitan (insolvency law). Ketika sebuah perusahaan atau individu dinyatakan pailit, aset-asetnya harus dilikuidasi dan hasilnya didistribusikan kepada para kreditornya. Dalam situasi ini, prinsip pari passu menjadi fondasi utama untuk memastikan bahwa distribusi tersebut dilakukan secara adil dan teratur. Tanpa prinsip ini, kepailitan akan menjadi perebutan aset yang kacau, di mana kreditor yang paling cepat atau paling kuat akan mengambil semua, meninggalkan yang lain tanpa apa-apa. Ini akan merusak kepercayaan dalam sistem ekonomi dan menghambat investasi.
Prinsip pari passu di sini berarti bahwa, dalam kelas kreditor yang sama, semua kreditor harus diperlakukan secara setara dan menerima pembagian proporsional dari aset yang tersedia berdasarkan jumlah piutang mereka. Penting untuk digarisbawahi bahwa prinsip ini tidak berarti semua kreditor diperlakukan sama secara absolut, melainkan sama *dalam kelasnya*.
2.2. Hirarki Kreditor dan Aplikasi Pari Passu
Meskipun pari passu menekankan kesetaraan, sistem hukum kepailitan mengakui adanya hirarki atau tingkatan kreditor. Tingkatan ini biasanya ditetapkan oleh undang-undang untuk mencapai tujuan kebijakan tertentu, seperti melindungi kreditor tertentu atau memastikan proses kepailitan berjalan lancar. Hirarki ini adalah pengecualian yang diakui secara hukum terhadap prinsip pari passu absolut. Kreditor seringkali dikategorikan menjadi:
- Kreditor Separatis (Secured Creditors): Ini adalah kreditor yang memiliki jaminan atas aset tertentu dari debitur (misalnya, bank dengan hipotek atas properti). Mereka memiliki hak preferen untuk melunasi piutang mereka dari hasil penjualan aset yang dijaminkan tersebut. Hak ini mendahului klaim kreditor lain.
- Kreditor Preferen (Preferential Creditors): Ini adalah kreditor yang diberikan prioritas oleh undang-undang, meskipun mereka tidak memiliki jaminan spesifik. Contoh umum termasuk biaya kepailitan (biaya kurator, pengacara), gaji karyawan, dan terkadang pajak negara. Kreditor ini dibayar setelah kreditor separatis tetapi sebelum kreditor konkuren.
- Kreditor Konkuren (Unsecured/General Creditors): Ini adalah kreditor yang tidak memiliki jaminan atau hak preferen yang diakui oleh undang-undang. Mereka berada di posisi paling bawah dalam hirarki. Dalam kelas kreditor konkuren inilah prinsip pari passu paling jelas diterapkan. Jika ada sisa aset setelah membayar kreditor separatis dan preferen, aset tersebut akan didistribusikan secara pro-rata kepada semua kreditor konkuren.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan pailit memiliki aset yang cukup untuk membayar 50% dari total klaim kreditor konkuren, maka setiap kreditor konkuren akan menerima 50% dari jumlah piutang mereka, terlepas dari siapa mereka atau kapan piutang itu muncul (selama masih dalam kelas yang sama).
2.3. Contoh Kasus dan Mekanisme Pembagian Pro-Rata
Mari kita ilustrasikan dengan contoh:
- Perusahaan "X" pailit dengan total aset yang tersedia untuk kreditor konkuren sebesar Rp 500 juta.
- Kreditor A memiliki piutang Rp 300 juta.
- Kreditor B memiliki piutang Rp 200 juta.
- Kreditor C memiliki piutang Rp 500 juta.
- Total piutang kreditor konkuren = Rp 300 + 200 + 500 = Rp 1 miliar.
Rasio pembayaran (tingkat pemulihan) adalah (Aset Tersedia / Total Piutang) = Rp 500 juta / Rp 1 miliar = 0.5 atau 50%.
Dengan prinsip pari passu, distribusi akan dilakukan sebagai berikut:
- Kreditor A menerima 50% dari Rp 300 juta = Rp 150 juta.
- Kreditor B menerima 50% dari Rp 200 juta = Rp 100 juta.
- Kreditor C menerima 50% dari Rp 500 juta = Rp 250 juta.
Jumlah total yang dibayarkan adalah Rp 150 + 100 + 250 = Rp 500 juta, yang sama dengan total aset yang tersedia. Setiap kreditor mendapatkan bagian yang proporsional sesuai dengan klaim mereka dalam kelas yang sama.
2.4. Undang-Undang Kepailitan di Indonesia dan Pari Passu
Di Indonesia, hukum kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU). UU ini secara eksplisit maupun implisit menerapkan prinsip pari passu. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa "Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan pribadi debitur." Selanjutnya, Pasal 1132 KUHPerdata menegaskan prinsip pari passu umum, yakni "Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua orang yang berpiutang kepadanya; pendapatan penjualan barang-barang itu dibagi-bagi menurut perbandingan besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali bila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan."
Ini adalah dasar hukum bagi perlakuan pari passu di antara kreditor konkuren. UU Kepailitan kemudian mengatur lebih lanjut mengenai kategori kreditor (separatis, preferen, konkuren) serta prosedur pengajuan dan verifikasi tagihan yang memastikan kepatuhan terhadap prinsip ini dalam proses kepailitan. Kurator, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemberesan harta pailit, wajib melaksanakan distribusi aset dengan mematuhi hirarki dan prinsip pari passu ini.
3. Pari Passu dalam Hukum Keuangan dan Korporasi
3.1. Perjanjian Utang dan Obligasi
Di luar kepailitan, konsep pari passu juga sangat fundamental dalam struktur perjanjian utang, terutama dalam konteks obligasi dan pinjaman sindikasi. Ketika sebuah perusahaan menerbitkan obligasi atau mengambil pinjaman dari beberapa bank, klausul pari passu seringkali disertakan dalam dokumen perjanjian utang (indenture atau loan agreement).
Klausul pari passu dalam konteks ini biasanya menyatakan bahwa kewajiban utang yang baru diterbitkan akan memiliki peringkat yang sama (rank pari passu) dengan kewajiban utang perusahaan yang sudah ada atau yang akan ada, kecuali jika ada ketentuan lain yang secara eksplisit memberikan prioritas yang lebih tinggi atau lebih rendah. Artinya, jika suatu saat perusahaan menghadapi kesulitan keuangan dan gagal bayar, pemegang obligasi atau pemberi pinjaman yang memiliki klausul pari passu akan diperlakukan setara dalam hal pemulihan utang mereka.
Tujuan utama dari klausul ini adalah untuk memberikan jaminan kepada investor dan pemberi pinjaman bahwa mereka tidak akan didiskriminasi dibandingkan dengan kreditor lain di masa depan. Tanpa klausul ini, perusahaan dapat menerbitkan utang baru yang memiliki prioritas lebih tinggi, sehingga secara efektif "menggusur" klaim kreditor lama ke posisi yang lebih rendah dalam hirarki pembayaran, yang tentu akan mengurangi nilai investasi mereka.
3.1.1. Utang Tanpa Jaminan (Unsecured Debt)
Dalam banyak kasus, obligasi tanpa jaminan (unsecured bonds) dan pinjaman sindikasi tanpa jaminan (unsecured syndicated loans) secara default akan berperingkat pari passu satu sama lain. Ini berarti tidak ada satu obligasi atau satu pinjaman pun dalam kategori ini yang memiliki klaim superior terhadap aset perusahaan dibandingkan yang lain. Jika terjadi likuidasi, mereka semua akan berbagi sisa aset yang tersedia setelah kreditor yang dijamin (secured creditors) dan kreditor preferen lainnya dibayar.
3.1.2. Utang Subordinasi (Subordinated Debt)
Kontras dengan pari passu, ada konsep utang subordinasi. Utang subordinasi adalah utang yang secara kontraktual disepakati untuk memiliki peringkat lebih rendah dari utang lain (utang senior). Jika ada utang subordinasi, maka utang tersebut tidak akan berperingkat pari passu dengan utang senior. Ini adalah pengecualian yang disengaja terhadap prinsip kesetaraan, yang sering digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya dalam struktur modal bank atau untuk menarik investor yang bersedia mengambil risiko lebih tinggi dengan imbalan bunga yang lebih tinggi.
3.2. Ekuitas dan Hak Pemegang Saham
Prinsip pari passu juga relevan dalam konteks ekuitas, khususnya terkait dengan hak-hak pemegang saham. Ketika sebuah perusahaan menerbitkan saham, seringkali ada berbagai kelas saham (misalnya, saham biasa dan saham preferen). Namun, dalam kelas saham yang sama, pemegang saham umumnya diperlakukan pari passu.
Ini berarti bahwa saham biasa dari jenis yang sama akan memiliki hak suara yang sama, hak atas dividen yang sama (jika dideklarasikan), dan hak atas sisa aset yang sama jika perusahaan dilikuidasi, semuanya proporsional dengan jumlah saham yang mereka pegang. Perusahaan tidak dapat secara sepihak memberikan hak istimewa kepada satu kelompok pemegang saham biasa atas kelompok pemegang saham biasa lainnya tanpa justifikasi hukum atau persetujuan yang jelas dari pemegang saham yang ada.
Misalnya, jika perusahaan menerbitkan 1000 saham biasa dan kemudian menerbitkan lagi 1000 saham biasa, kedua kelompok saham tersebut akan berperingkat pari passu dalam hal hak yang melekat pada saham biasa, kecuali ada ketentuan yang secara eksplisit mengubah struktur hak tersebut.
3.3. Merger dan Akuisisi
Dalam transaksi merger dan akuisisi, terutama ketika pembayaran dilakukan melalui pertukaran saham, prinsip pari passu bisa muncul. Jika pemegang saham dari perusahaan target menerima saham dari perusahaan pengakuisisi sebagai bagian dari pembayaran, seringkali penting bahwa saham baru tersebut memiliki hak yang setara (pari passu) dengan saham yang sudah ada dari perusahaan pengakuisisi. Ini memastikan bahwa pemegang saham target tidak dirugikan dalam hal hak suara, hak dividen, atau hak likuidasi dibandingkan dengan pemegang saham lama dari perusahaan pengakuisisi.
4. Pari Passu dalam Hukum Internasional dan Keuangan Global
4.1. Utang Negara (Sovereign Debt)
Salah satu arena paling kompleks dan kontroversial di mana prinsip pari passu memainkan peran penting adalah dalam restrukturisasi utang negara (sovereign debt). Utang negara adalah pinjaman yang diambil oleh pemerintah suatu negara dari kreditor swasta (bank komersial, pemegang obligasi) atau lembaga internasional (IMF, Bank Dunia). Ketika sebuah negara mengalami kesulitan membayar utangnya, restrukturisasi seringkali diperlukan. Di sinilah klausul pari passu dalam perjanjian obligasi negara menjadi sangat relevan.
4.1.1. Perkara NML Capital vs. Argentina
Kasus yang paling terkenal dan signifikan yang menyoroti pentingnya dan kontroversi seputar klausul pari passu dalam utang negara adalah sengketa antara NML Capital (hedge fund) dan Republik Argentina. Argentina mengalami gagal bayar utang besar-besaran pada tahun 2201. Sebagai bagian dari restrukturisasi utang berikutnya, sebagian besar kreditor menerima obligasi baru dengan nilai yang lebih rendah (haircut). Namun, beberapa "holdout creditors" (kreditor yang menolak restrukturisasi), termasuk NML Capital, tidak setuju dan menuntut pembayaran penuh berdasarkan klausul pari passu dalam obligasi asli mereka.
Klausul pari passu yang relevan dalam obligasi Argentina menyatakan bahwa obligasi tersebut akan berperingkat pari passu dengan semua kewajiban utang luar negeri Argentina lainnya. NML Capital berpendapat bahwa ini berarti Argentina tidak dapat membayar kreditor yang menerima restrukturisasi tanpa membayar mereka secara bersamaan dan dalam proporsi yang sama. Pengadilan AS pada akhirnya mendukung NML Capital, yang secara efektif mencegah Argentina membayar kreditor yang menerima restrukturisasi tanpa terlebih dahulu membayar holdout creditors secara penuh. Keputusan ini memiliki dampak besar pada pasar utang negara dan memicu perdebatan sengit tentang bagaimana restrukturisasi utang negara harus dilakukan di masa depan.
Kasus ini menunjukkan bahwa interpretasi yang ketat terhadap klausul pari passu dapat memberikan kekuatan yang signifikan kepada sekelompok kecil kreditor untuk mengganggu proses restrukturisasi yang didukung oleh mayoritas kreditor, dan dapat menyebabkan kesulitan besar bagi negara debitur.
4.1.2. Implikasi Global
Setelah kasus Argentina, banyak penerbit obligasi negara mulai merevisi klausul pari passu mereka untuk memperjelas maknanya dan mencegah interpretasi yang serupa di masa depan. Beberapa yurisdiksi juga menambahkan klausul tindakan kolektif (Collective Action Clauses - CACs) yang memungkinkan mayoritas kreditor untuk mengikat minoritas dalam perjanjian restrukturisasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan negara-negara debitur lebih banyak ruang untuk melakukan restrukturisasi utang tanpa terhambat oleh segelintir holdout creditors yang dapat menuntut pembayaran penuh berdasarkan interpretasi pari passu yang kontroversial.
4.2. Perjanjian Investasi Bilateral (BITs)
Meskipun tidak selalu secara eksplisit menggunakan frasa "pari passu", prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi adalah inti dari banyak Perjanjian Investasi Bilateral (BITs) dan perjanjian perdagangan internasional. Klausul-klausul seperti Most-Favored-Nation (MFN) dan National Treatment mengharuskan negara pihak untuk memperlakukan investor dari negara pihak lain tidak kurang menguntungkan daripada investor dari negara ketiga (MFN) atau investor domestik sendiri (National Treatment).
Ini adalah manifestasi dari semangat pari passu dalam konteks investasi internasional, di mana tujuannya adalah untuk menciptakan lapangan bermain yang setara bagi semua investor dan mencegah diskriminasi yang tidak adil. Meskipun tidak persis sama dengan pari passu dalam konteks utang, prinsip yang mendasarinya—yaitu perlakuan yang sama tanpa preferensi—sangat mirip.
5. Batasan dan Pengecualian Prinsip Pari Passu
Meskipun pari passu adalah prinsip fundamental, penting untuk diingat bahwa ia bukanlah konsep yang absolut dan tanpa pengecualian. Ada beberapa situasi di mana prinsip ini mungkin dibatasi atau dikesampingkan, baik oleh undang-undang, perjanjian kontraktual, maupun putusan pengadilan.
5.1. Hirarki Kreditor dalam Kepailitan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, hirarki kreditor dalam kepailitan adalah pengecualian paling jelas terhadap pari passu. Kreditor separatis, kreditor preferen, dan kemudian kreditor konkuren diperlakukan secara berbeda sesuai dengan posisi mereka dalam piramida prioritas yang ditentukan oleh hukum. Ini bukan pelanggaran terhadap pari passu itu sendiri, melainkan pengaturan yang disengaja yang menciptakan "kelas-kelas" kreditor yang berbeda, di mana prinsip pari passu kemudian berlaku *di dalam* masing-masing kelas tersebut.
5.2. Subordinasi Kontraktual
Perusahaan dapat secara sukarela menyetujui untuk mensubordinasikan utang tertentu melalui perjanjian kontraktual. Ini berarti bahwa utang tersebut secara eksplisit disepakati untuk memiliki prioritas pembayaran yang lebih rendah daripada utang lain yang lebih senior. Utang subordinasi tidak berperingkat pari passu dengan utang senior karena ini adalah hasil dari perjanjian yang sah antara pihak-pihak yang terlibat. Hal ini sering terjadi dalam pembiayaan korporasi untuk menarik investor tertentu atau untuk memenuhi persyaratan regulasi (misalnya, di sektor perbankan).
5.3. Equitable Subordination (Subordinasi Adil)
Di beberapa yurisdiksi, pengadilan memiliki kekuasaan untuk menerapkan prinsip "equitable subordination" dalam kasus kepailitan. Ini terjadi ketika seorang kreditor yang memiliki hubungan khusus dengan debitur (misalnya, pemegang saham pengendali atau direktur) telah bertindak tidak adil atau curang dalam hubungannya dengan debitur, sehingga merugikan kreditor lain. Dalam kasus seperti itu, pengadilan dapat memutuskan untuk menurunkan peringkat klaim kreditor tersebut, bahkan jika secara kontraktual klaim mereka seharusnya berperingkat lebih tinggi atau pari passu dengan kreditor lain. Tujuan dari equitable subordination adalah untuk memastikan keadilan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan atau posisi.
5.4. Hak Retensi dan Hak Khusus Lainnya
Dalam beberapa sistem hukum, ada hak-hak tertentu yang memberikan kreditor hak untuk menahan barang milik debitur sampai utang dibayar (hak retensi) atau hak khusus lainnya atas properti tertentu. Hak-hak ini dapat memberikan prioritas efektif di luar struktur pari passu umum, karena memungkinkan kreditor untuk memulihkan piutangnya dari aset tertentu sebelum aset tersebut didistribusikan kepada kreditor lain.
6. Pentingnya dan Manfaat Prinsip Pari Passu
Prinsip pari passu, dengan segala batasannya, adalah pilar penting dalam sistem hukum modern karena memberikan sejumlah manfaat krusial:
6.1. Keadilan dan Kesetaraan
Di intinya, pari passu adalah tentang keadilan. Ini memastikan bahwa pihak-pihak yang berada dalam posisi hukum yang sama diperlakukan secara setara, mencegah favoritisme atau diskriminasi yang tidak beralasan. Ini menciptakan rasa keadilan yang fundamental, yang penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
6.2. Prediktabilitas dan Kepastian Hukum
Dengan adanya prinsip pari passu, para pihak (khususnya kreditor dan investor) dapat memprediksi bagaimana klaim mereka akan diperlakukan dalam berbagai skenario (misalnya, kepailitan atau restrukturisasi utang). Kepastian hukum ini mengurangi risiko dan mendorong investasi, karena investor tahu bahwa hak-hak mereka akan dilindungi secara setara dengan pihak lain yang sebanding.
6.3. Mencegah Perebutan Aset (Race to the Assets)
Tanpa pari passu, akan ada insentif yang kuat bagi kreditor untuk "berlomba" mengambil aset debitur secepat mungkin ketika kesulitan keuangan muncul. Hal ini dapat menyebabkan kekacauan, penjarahan aset, dan hasil yang sangat tidak efisien serta tidak adil. Pari passu menstabilkan proses distribusi aset dengan memastikan pendekatan yang teratur dan proporsional.
6.4. Efisiensi Pasar Keuangan
Dalam pasar keuangan, pari passu memungkinkan penilaian risiko yang lebih akurat. Investor dapat menilai risiko obligasi atau pinjaman berdasarkan peringkat utang yang jelas, mengetahui bahwa semua utang dalam peringkat yang sama akan diperlakukan setara. Ini memfasilitasi pembentukan harga yang efisien dan likuiditas di pasar utang.
6.5. Mendorong Restrukturisasi yang Teratur
Meskipun kasus Argentina menunjukkan tantangan, pada dasarnya pari passu mendorong kreditor untuk bernegosiasi secara kolektif dalam restrukturisasi utang, karena mereka tahu bahwa upaya individual untuk mendapatkan keuntungan tidak adil akan terhambat oleh prinsip ini. Ini mendukung solusi yang lebih terkoordinasi dan komprehensif untuk masalah utang.
7. Diskusi Lanjutan: Perdebatan dan Evolusi Pari Passu
Meskipun prinsip pari passu memiliki manfaat yang tak terbantahkan, aplikasinya tidak selalu mulus dan seringkali menjadi subjek perdebatan, terutama dalam kasus-kasus kompleks yang melibatkan kepentingan multi-yurisdiksi atau skala besar seperti utang negara.
7.1. Fleksibilitas vs. Ketegasan
Salah satu perdebatan utama adalah sejauh mana prinsip pari passu harus diterapkan secara fleksibel atau ketat. Dalam konteks utang negara, misalnya, interpretasi yang sangat ketat dapat menghambat proses restrukturisasi yang diperlukan dan berpotensi menyebabkan krisis keuangan yang lebih luas. Di sisi lain, interpretasi yang terlalu longgar dapat merusak kepercayaan investor dan menciptakan ketidakpastian hukum.
Solusi yang muncul dari perdebatan ini adalah penggunaan Klausul Tindakan Kolektif (CACs) dalam obligasi negara. CACs memungkinkan mayoritas kreditor untuk mengikat minoritas dalam perjanjian restrukturisasi utang, sehingga mengurangi risiko 'holdout' yang dapat menghalangi kesepakatan pari passu. Ini adalah kompromi yang mencoba menyeimbangkan kebutuhan akan restrukturisasi yang efektif dengan prinsip perlakuan yang setara.
7.2. Peran Yurisdiksi
Implementasi dan interpretasi pari passu dapat bervariasi antar yurisdiksi. Sebuah klausul pari passu yang sama dalam perjanjian utang dapat ditafsirkan secara berbeda oleh pengadilan di negara yang berbeda, seperti yang terjadi dalam kasus Argentina yang disidangkan di pengadilan New York meskipun utang tersebut adalah utang negara Argentina. Ini menyoroti pentingnya pemilihan hukum (choice of law) dan forum dalam perjanjian keuangan internasional.
7.3. Adaptasi dalam Inovasi Keuangan
Seiring berkembangnya produk keuangan baru dan struktur korporasi yang lebih kompleks (misalnya, entitas bertujuan khusus atau Special Purpose Entities - SPEs), prinsip pari passu harus terus diadaptasi. Pertanyaan-pertanyaan baru muncul tentang bagaimana menerapkan kesetaraan dalam struktur utang yang berlapis-lapis atau dalam kasus-kasus di mana aset tersebar di berbagai entitas hukum. Legislator dan praktisi hukum terus berupaya untuk mengembangkan kerangka kerja yang mempertahankan semangat pari passu sambil mengakomodasi inovasi pasar.
7.4. Pari Passu di Luar Lingkup Legal Formal
Meskipun fokus utama pari passu adalah dalam konteks hukum dan finansial, semangat di baliknya—kesetaraan dan perlakuan yang adil—merupakan prinsip universal yang relevan dalam banyak aspek kehidupan. Dalam manajemen proyek, misalnya, tim dapat memutuskan untuk memperlakukan semua tugas "pari passu" dalam hal prioritas jika semuanya dianggap sama pentingnya pada waktu tertentu. Dalam kebijakan sosial, upaya untuk memastikan akses yang "pari passu" terhadap layanan publik bagi semua warga negara tanpa diskriminasi adalah refleksi dari prinsip ini. Tentu, aplikasi di luar hukum tidak memiliki kekuatan penegakan yang sama, tetapi filosofinya tetap relevan.
Prinsip ini, yang telah berusia ribuan tahun sejak zaman Romawi, terus berevolusi dan beradaptasi dengan tantangan modern. Ini adalah bukti kekuatan dan relevansi konsep fundamental seperti keadilan dan kesetaraan dalam membentuk masyarakat yang teratur dan adil.
8. Kesimpulan
Prinsip "pari passu" adalah salah satu konsep hukum yang paling mendasar dan berpengaruh, yang menyiratkan perlakuan yang setara atau pada pijakan yang sama bagi pihak-pihak atau klaim-klaim yang berada dalam kondisi hukum yang sebanding. Berakar dari hukum Romawi, konsep ini telah menjadi pilar utama dalam berbagai bidang hukum dan keuangan global, memberikan landasan bagi keadilan distributif dan kepastian hukum.
Aplikasi pari passu paling menonjol dalam hukum kepailitan, di mana ia memastikan bahwa kreditor dalam kelas yang sama menerima pembagian aset secara proporsional. Meskipun ada hirarki kreditor yang diatur undang-undang (seperti kreditor separatis dan preferen), prinsip pari passu tetap berlaku dengan ketat di dalam setiap kelas yang setara. Dalam hukum keuangan dan korporasi, klausul pari passu dalam perjanjian utang dan obligasi memberikan jaminan kepada investor bahwa klaim utang mereka tidak akan disubordinasikan secara tidak adil terhadap utang di masa depan, sementara dalam ekuitas, ia menjamin hak yang setara bagi pemegang saham dalam kelas yang sama.
Sektor keuangan internasional, khususnya dalam restrukturisasi utang negara, telah menunjukkan kompleksitas dan kontroversi di sekitar pari passu, sebagaimana terlihat dari kasus Argentina. Ini telah mendorong reformasi dalam perancangan obligasi dan penggunaan mekanisme seperti Klausul Tindakan Kolektif (CACs) untuk menyeimbangkan kebutuhan akan perlakuan yang adil dengan fleksibilitas yang diperlukan untuk menyelesaikan krisis utang secara efektif.
Manfaat dari prinsip pari passu sangat luas: ia mempromosikan keadilan, menciptakan prediktabilitas, mencegah perebutan aset yang kacau, meningkatkan efisiensi pasar keuangan, dan mendukung proses restrukturisasi yang teratur. Meskipun ada batasan dan pengecualian yang diakui secara hukum atau kontraktual, semangat pari passu—untuk memperlakukan yang sama secara sama—tetap menjadi panduan penting dalam upaya mencapai sistem hukum dan ekonomi yang adil dan berfungsi.
Pada akhirnya, pemahaman mendalam tentang pari passu tidak hanya krusial bagi para profesional hukum dan keuangan, tetapi juga bagi siapa pun yang ingin memahami fondasi bagaimana hak-hak dan kewajiban didistribusikan dalam masyarakat yang kompleks. Ini adalah bukti bahwa prinsip-prinsip kuno pun dapat tetap relevan dan vital dalam membentuk kerangka kerja modern untuk keadilan dan ketertiban.