Surah An-Nisa Ayat 1-10: Pilar Kekeluargaan dan Keadilan Ilahi

"Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An-Nisa: 1) Keluarga, Amanah, dan Keadilan

Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surah Madaniyah yang memiliki kedalaman makna dan ajaran penting bagi kehidupan seorang Muslim. Ayat-ayat awal surah ini, khususnya ayat 1 hingga 10, memberikan fondasi kuat mengenai pentingnya menjaga hubungan kekeluargaan, hak-hak anak yatim, serta prinsip keadilan yang harus ditegakkan dalam masyarakat. Memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran ini adalah kunci untuk membangun peradaban yang harmonis dan adil.

Ayat 1: Penciptaan dan Silaturahim

"Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An-Nisa: 1)

Ayat pembuka ini menegaskan asal-usul manusia yang tunggal dari Adam dan Hawa. Ini adalah pengingat bahwa seluruh umat manusia berasal dari sumber yang sama, menciptakan ikatan persaudaraan universal. Lebih jauh, ayat ini menekankan dua pilar utama: ketakwaan kepada Allah dan pemeliharaan hubungan silaturahim (kekeluargaan). Sumpah atas nama Allah dan saling meminta dengan menyebut nama-Nya mengajarkan pentingnya integritas dan tanggung jawab dalam setiap ucapan dan perbuatan. Pemeliharaan silaturahim adalah perintah langsung yang menunjukkan betapa pentingnya menjaga ikatan keluarga, kerabat, dan bahkan seluruh komunitas Muslim. Allah Maha Mengawasi setiap tindakan kita, sehingga kejujuran dan kepedulian sosial menjadi keharusan.

Ayat 2-5: Hak-Hak Yatim dan Perwalian

"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (bagian) harta mereka, dan jangan kamu menukarkan yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tuntutan (membayar kebaikan) itu adalah dosa yang besar." (QS. An-Nisa: 2)

Masuk ke ayat-ayat berikutnya, fokus beralih pada perlindungan terhadap anak-anak yatim. Islam sangat menekankan pentingnya merawat dan melindungi mereka yang kehilangan orang tua, terutama ayah. Ayat 2 memerintahkan untuk memberikan hak harta warisan mereka secara penuh, tanpa mencampuradukkan harta yang baik dengan yang buruk, apalagi memakannya bersama harta sendiri. Ini adalah larangan keras terhadap eksploitasi terhadap kaum yang lemah.

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat aniaya." (QS. An-Nisa: 3)

Ayat 3 membahas tentang poligami, namun dengan syarat yang sangat ketat: kemampuan untuk berlaku adil. Jika tidak mampu berbuat adil, maka dianjurkan untuk menikahi cukup satu istri saja. Ketidakadilan di sini mencakup keadilan dalam nafkah, giliran, perlakuan, dan emosional. Jika rasa takut berbuat aniaya itu ada, maka pilihan terbaik adalah tidak lebih dari satu istri atau menggauli budak perempuan yang dimiliki (pada masa itu). Tujuannya adalah untuk mencegah kezaliman.

"Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita-wanita (yang kamu nikahi) sebagai suatu pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) ia sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya." (QS. An-Nisa: 4)

Ayat 4 menegaskan kembali hak wanita dalam pernikahan, yaitu pemberian mahar. Mahar adalah hak mutlak istri yang harus diberikan oleh suami. Pemberian mahar ini haruslah tulus dan penuh kerelaan. Apabila sang istri dengan ikhlas memberikan sebagian dari maharnya kepada suaminya, maka suami diperbolehkan memakannya karena itu adalah pemberian yang sah.

"Dan janganlah kamu memberikan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (yang berada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah pokok untuk kelangsungan hidupmu, tetapi berilah mereka belanja dan pakaian dari (penghasilan) harta itu dan katakanlah kepada mereka ucapan yang baik." (QS. An-Nisa: 5)

Selanjutnya, ayat 5 memberikan petunjuk tentang mengelola harta bagi orang yang belum mampu mengelola diri sendiri, seperti anak yatim yang sudah baligh namun belum cerdas secara finansial, atau orang yang memiliki gangguan mental. Harta mereka jangan sampai disia-siakan. Mereka berhak mendapatkan nafkah, pakaian, dan perkataan yang baik. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur hak individu, tetapi juga tanggung jawab sosial dalam menjaga kesejahteraan mereka yang rentan.

Ayat 6-10: Pengelolaan Harta dan Keadilan Bisnis

Ayat 6 hingga 10 dari Surah An-Nisa melanjutkan penekanan pada pengelolaan harta secara adil, khususnya dalam konteks perwalian dan warisan. Ayat-ayat ini memberikan panduan yang sangat rinci mengenai pembagian harta warisan, kewajiban kepada anak yatim, dan larangan melakukan praktik bisnis yang merugikan atau manipulatif.

Ayat 6 berbicara tentang menguji anak yatim sampai mereka mencapai usia dewasa, dan kemudian menyerahkan harta mereka kepada mereka. Jika mereka adalah wali bagi anak yatim, mereka harus menjaga harta tersebut dengan baik dan tidak memakannya secara boros atau terburu-buru sebelum mereka dewasa.

Ayat 7-9 menguraikan bagian warisan yang spesifik bagi pria dan wanita, menegaskan prinsip keadilan dalam pembagian warisan yang mempertimbangkan peran dan tanggung jawab masing-masing. Ditekankan pula perlunya rasa takut kepada Allah dan perkataan yang benar, terutama ketika ada kerabat yang lemah, anak yatim, atau orang miskin yang hadir.

Terakhir, ayat 10 dengan tegas menyatakan bahwa orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api neraka ke dalam perut mereka dan mereka akan dimasukkan ke dalam api yang menyala-nyala. Ini adalah ancaman keras yang menunjukkan betapa seriusnya Islam memandang pelanggaran hak-hak anak yatim.

Secara keseluruhan, Surah An-Nisa ayat 1-10 adalah paket lengkap ajaran tentang pondasi keluarga, perlindungan kaum lemah, dan prinsip keadilan yang harus dijalankan dalam setiap aspek kehidupan, baik personal maupun sosial. Pemahaman yang mendalam atas ayat-ayat ini akan membimbing umat Islam untuk menjadi pribadi yang bertakwa, bertanggung jawab, dan adil dalam segala urusan.

🏠 Homepage