Ilustrasi visual metaforis: jalan yang lurus mewakili petunjuk ilahi, sementara jalan yang bercabang dan tanda peringatan menandakan potensi kesesatan.
Dalam lembaran suci Al-Qur'an, Allah SWT. senantiasa memberikan petunjuk dan peringatan kepada umat manusia agar senantiasa berada di jalan yang lurus. Salah satu ayat yang sarat makna dan mengandung peringatan tegas adalah Surah An-Nisa ayat 115. Ayat ini mengingatkan kita akan bahaya mengikuti hawa nafsu dan kesesatan, serta menekankan pentingnya merujuk segala urusan kepada Allah dan Rasul-Nya.
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran petunjuk baginya, dan mengikuti jalan yang lain dari orang-orang mukmin, Kami akan membiarkannya tergelincir ke jalan yang diikutinya itu dan (kemudian) Kami akan memasukkannya ke dalam Jahanam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisa: 115)
Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan surah keempat dalam Al-Qur'an dan merupakan surah Madaniyah, yang diturunkan setelah hijrah Nabi Muhammad SAW. ke Madinah. Surah ini banyak membahas tentang hukum-hukum keluarga, hak-hak wanita, serta berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat Muslim. Ayat 115 ini hadir sebagai penegasan pentingnya kepatuhan dan ketaatan mutlak kepada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Makna di balik ayat ini sangatlah lugas namun mendalam. Allah SWT. memberikan peringatan keras kepada siapa saja yang setelah mendapatkan petunjuk yang jelas (melalui Al-Qur'an dan sunnah Nabi), justru memilih untuk menentang Rasulullah SAW. Penentangan ini bukan hanya sekadar ketidaksepakatan, melainkan penolakan terhadap kebenaran yang hakiki. Lebih lanjut, ayat ini juga mencakup mereka yang mengikuti jalan lain selain jalan yang ditempuh oleh kaum mukmin yang sebenarnya. Ini menyiratkan adanya konsensus dan ijma' (kesepakatan) para sahabat dan generasi awal Islam dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.
Allah SWT. berfirman, "Kami akan membiarkannya tergelincir ke jalan yang diikutinya itu." Frasa "tergelincir" ini sangat menggambarkan betapa rapuhnya manusia ketika menjauh dari tuntunan Ilahi. Hawa nafsu yang tidak terkendali, keinginan duniawi yang berlebihan, atau pengaruh buruk dari lingkungan dapat dengan mudah menggiring seseorang ke jurang kesesatan. Allah tidak serta-merta memaksakan seseorang untuk kembali, namun membiarkannya merasakan konsekuensi dari pilihannya sendiri. Ini adalah bentuk keadilan Ilahi sekaligus ujian bagi hamba-Nya.
Jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang menentang Rasul dan menyimpang dari jalan orang mukmin adalah jalan kesesatan. Jalan ini mungkin terlihat menarik di permukaan, menawarkan kesenangan sesaat, atau bahkan terdengar logis bagi akal yang dangkal. Namun, pada hakikatnya, jalan tersebut akan menjauhkan pelakunya dari rahmat Allah dan berujung pada kebinasaan abadi.
Peringatan tertinggi dalam ayat ini adalah konsekuensi akhir yang menanti para penentang dan penyimpang: "dan (kemudian) Kami akan memasukkannya ke dalam Jahanam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali." Neraka Jahanam digambarkan sebagai tempat yang paling mengerikan, penuh dengan siksaan yang tak terbayangkan. Ini bukanlah ancaman kosong, melainkan sebuah kepastian bagi mereka yang secara sengaja menolak kebenaran setelah mengetahuinya. Kata "seburuk-buruk tempat kembali" menekankan betapa fatalnya kesalahan yang diperbuat dan betapa mengerikannya nasib yang akan dihadapi.
Surah An-Nisa ayat 115 ini memiliki implikasi yang sangat relevan bagi setiap Muslim di setiap zaman. Ayat ini mengajarkan kita untuk:
Ayat ini merupakan pengingat yang sangat kuat agar kita tidak pernah merasa aman dari kesesatan. Kebenaran itu satu, dan Allah telah menjelaskannya melalui kitab-Nya dan Rasul-Nya. Siapa pun yang memilih jalan lain, dengan segala alasan yang mungkin tampak logis di dunia, sesungguhnya sedang berjalan menuju kerugian yang hakiki. Marilah kita senantiasa memohon perlindungan kepada Allah SWT. agar dijauhkan dari kesesatan dan diteguhkan di atas jalan kebenaran sampai akhir hayat.