Dalam Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang menjadi petunjuk hidup nan berharga bagi umat manusia. Salah satunya adalah Surah An Nisa ayat 35. Ayat ini kerap menjadi rujukan utama ketika membahas tentang pentingnya menjaga keharmonisan dalam sebuah rumah tangga, terutama ketika dihadapkan pada potensi perselisihan atau ketidaksepakatan antara suami dan istri. Memahami makna mendalam dari ayat ini bukan hanya sekadar membaca terjemahannya, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقًا بَيْنَهُمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
Dan jika kamu khawatir terjadi perselisihan antara keduanya (suami dan istri), maka kirimlah (hakim) seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (hakim) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah akan memberikan kemafakatan (kemampuan untuk bersatu) antara keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Surah An Nisa sendiri merupakan surah yang memiliki fokus pada persoalan-persoalan keluarga, hak-hak wanita, dan penguatan tatanan masyarakat. Ayat 35 ini turun sebagai solusi konkret dan adil ketika gelombang ketidakcocokan mulai menerpa bahtera rumah tangga. Ayat ini menekankan bahwa Allah tidak ingin melihat pasangan suami istri bercerai berai atau hidup dalam permusuhan. Sebaliknya, Islam sangat menganjurkan untuk menjaga ikatan pernikahan dan mencari jalan keluar dari setiap masalah yang muncul.
Kata "syiaq" (شِقَاقًا) dalam ayat ini merujuk pada perselisihan yang mendalam, perpecahan, atau jurang pemisah antara keduanya. Ini bukan sekadar perbedaan pendapat biasa, melainkan gesekan yang berpotensi merusak fondasi pernikahan. Dalam kondisi seperti ini, Islam memberikan solusi yang sangat bijaksana, yaitu dengan melibatkan pihak ketiga dari masing-masing keluarga.
Peran "hakam" (حَكَمًا), atau juru damai, dari kedua belah pihak sangat krusial. Mereka diharapkan bukan untuk memihak salah satu, melainkan untuk menjadi penengah yang objektif. Mereka harus memiliki pemahaman yang baik mengenai keluarga masing-masing, serta memiliki niat tulus untuk mendamaikan. Keberadaan dua orang saksi yang mewakili keluarga masing-masing ini memiliki tujuan ganda: pertama, untuk menenangkan emosi yang mungkin sedang memuncak, dan kedua, untuk mencari akar permasalahan dan menawarkan solusi yang dapat diterima kedua belah pihak.
Kunci utama dari keberhasilan upaya damai ini terletak pada niat kedua belah pihak yang disadarkan oleh para hakim. Ayat ini secara tegas menyebutkan, "Jika keduanya (hakim) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah akan memberikan kemafakatan (kemampuan untuk bersatu) antara keduanya." Ini menunjukkan bahwa ikhtiar manusia akan mendapatkan pertolongan ilahi ketika didasari oleh niat yang tulus untuk memperbaiki hubungan. Allah, dengan sifat-Nya yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal, akan mempermudah jalan bagi pasangan yang ingin kembali bersatu dan hidup harmonis.
Pesan ini sangat penting untuk dipahami oleh setiap pasangan muslim. Ketika masalah datang, jangan terburu-buru mengambil keputusan drastis. Upayakan dialog, cari pemahaman, dan jika perlu, libatkanlah orang-orang terdekat yang dipercaya untuk membantu menjadi penengah. Ini bukan tanda kelemahan, melainkan sebuah kearifan dalam menghadapi cobaan pernikahan.
Di era modern yang serba cepat ini, konsep juru damai dari keluarga mungkin terlihat sedikit berbeda penerapannya. Namun, esensinya tetap sama. Ini bisa berarti meminta bantuan kepada orang tua yang bijak, kakak atau adik yang dipercaya, atau bahkan seorang sahabat yang netral dan memiliki kapasitas untuk memberikan nasihat konstruktif. Yang terpenting adalah memilih orang yang memiliki niat baik dan mampu melihat permasalahan dari kedua sisi tanpa bias.
Selain itu, ayat ini juga mengingatkan pentingnya komunikasi yang terbuka dan jujur dalam rumah tangga. Segala keresahan dan ketidakpuasan sebaiknya diungkapkan secara baik-baik sebelum menumpuk dan menjadi masalah besar. Saling mendengarkan, menghargai pendapat pasangan, dan berusaha memahami perspektif masing-masing adalah pilar fundamental untuk mencegah terjadinya perselisihan yang membutuhkan intervensi eksternal.
Surah An Nisa ayat 35 memberikan panduan praktis yang relevan sepanjang masa. Ia mengajarkan bahwa rumah tangga adalah sebuah institusi yang patut dijaga dan diperjuangkan. Ketika badai datang, bukan saatnya untuk berputus asa, melainkan saatnya untuk mencari solusi dengan bijak, melibatkan orang-orang yang peduli, dan senantiasa memohon pertolongan Allah agar dikuatkan dalam ikhtiar perbaikan. Dengan demikian, rumah tangga dapat terus berlayar dalam ketenangan dan kebahagiaan, menjadi sakinah, mawaddah, wa rahmah.