Dalam lautan hikmah dan petunjuk yang terkandung dalam Al-Qur'an, setiap ayat memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Salah satu ayat yang seringkali menjadi fokus perenungan adalah Surah An-Nisa ayat 51. Ayat ini tidak hanya memberikan peringatan keras, tetapi juga menunjukkan konsekuensi logis dari penolakan terhadap kebenaran Ilahi. Memahami kandungan ayat ini secara mendalam dapat memberikan panduan penting dalam menjalani kehidupan seorang Muslim.
أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ نَصِيبًا مِّنَ ٱلْكِتَـٰبِ يُؤْمِنُونَ بِٱلْجِبْتِ وَٱلطَّـٰغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا۟ هَـٰٓؤُلَآءِ هَدَوْا۟ سَبِيلًا أَهْدَىٰ مِنَ ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ سَبِيلًا
"Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi sebagian dari Al-Kitab (Taurat)? Mereka beriman kepada Jibt dan Thaghut, serta berkata tentang orang-orang yang kafir (musyrik): 'Orang-orang ini lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.'"
Ayat ini secara tegas menyoroti sebuah kondisi ironis yang dialami oleh sebagian dari kaum yang telah dianugerahi kitab-kitab suci sebelumnya (dalam konteks ini merujuk pada Yahudi dan Nashrani yang menerima Taurat dan Injil). Mereka, meskipun memiliki akses pada wahyu ilahi, justru tersesat dalam penyembahan berhala, takhayul, dan segala bentuk penyembahan kepada selain Allah.
Istilah "Jibt" dan "Thaghut" dalam ayat ini memiliki makna yang luas dan mencakup berbagai bentuk kesesatan. Jibt secara umum diartikan sebagai segala sesuatu yang disembah selain Allah, yang tidak memiliki manfaat maupun mudarat, seperti berhala, dukun, tukang sihir, tahayul, dan segala sesuatu yang mengalihkan manusia dari mengingat Allah. Sementara itu, Thaghut adalah segala sesuatu yang dilampaui batasannya dan disembah atau diikuti selain Allah, yang mendorong kepada kemaksiatan dan kesesatan. Ini bisa berupa pemimpin yang zalim, hawa nafsu yang menyesatkan, atau kekuatan-kekuatan yang melawan kebenaran.
Ironisnya, orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini tidak hanya tenggelam dalam Jibt dan Thaghut, tetapi juga memiliki pandangan yang sangat keliru terhadap orang-orang mukmin. Mereka menyatakan bahwa orang-orang kafir (yang menyembah Jibt dan Thaghut) memiliki petunjuk jalan yang lebih baik daripada orang-orang yang beriman kepada Allah. Ini adalah bentuk kebalikan dari kebenaran yang hakiki, sebuah penolakan terhadap nur Ilahi dan penerimaan terhadap kegelapan kesesatan.
Pernyataan dalam ayat ini membawa konsekuensi yang sangat serius. Allah Subhanhu wa Ta'ala menyebut mereka sebagai orang-orang yang kufur. Kekufuran di sini bukan hanya sekadar tidak percaya, tetapi lebih dalam lagi, yaitu menolak kebenaran yang jelas dan mengikuti kebatilan. Allah mengingatkan melalui ayat ini bahwa barangsiapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Ini berarti bahwa setiap tindakan penolakan dan kesesatan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Surah An-Nisa ayat 51 berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan bahaya dari sikap taklid buta, penolakan terhadap kebenaran, dan glorifikasi terhadap kesesatan. Ayat ini mengajarkan kepada umat Islam pentingnya berpegang teguh pada tauhid, menjauhi segala bentuk syirik dan kesesatan, serta senantiasa membandingkan segala sesuatu dengan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Keyakinan yang benar dan jalan yang lurus hanya ditemukan pada orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk Allah. Mengingkari kebenaran atau bahkan menganggap jalan kesesatan lebih baik adalah bentuk kekufuran yang akan membawa kerugian besar di dunia maupun di akhirat.
Lebih jauh, ayat ini memberikan pelajaran agar kita tidak mudah terpengaruh oleh pandangan atau klaim dari kelompok manapun yang secara terang-terangan menyimpang dari ajaran agama yang murni. Penilaian kebenaran dan kesesatan haruslah berdasarkan dalil-dalil syar'i, bukan berdasarkan opini pribadi atau kelompok yang sesat. Dengan memahami dan merenungkan Surah An-Nisa ayat 51, seorang Muslim diharapkan semakin mantap dalam keimanannya, semakin waspada terhadap segala bentuk kesesatan, dan senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari segala macam tipu daya dan kesesatan.