Ilustrasi: Pilar-pilar Kehidupan Berbasis Wahyu

Surat An Nisa Ayat 1 & 2: Fondasi Ajaran Islam tentang Kemanusiaan dan Tanggung Jawab

Surat An Nisa, yang berarti "wanita", merupakan salah satu surat Madaniyah dalam Al-Qur'an yang memiliki kedalaman makna dan cakupan ajaran yang luas. Dua ayat pertamanya, An Nisa ayat 1 dan 2, memegang peranan krusial sebagai pembuka dan fondasi bagi seluruh isi surat ini. Ayat-ayat ini tidak hanya menggarisbawahi pentingnya hubungan antar sesama manusia, tetapi juga menanamkan prinsip-prinsip ketakwaan kepada Allah SWT, keadilan, dan tanggung jawab. Memahami kandungan kedua ayat ini merupakan langkah awal yang esensial bagi setiap Muslim untuk menginternalisasi nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam Islam.

Ayat 1: Penciptaan Manusia dan Prinsip Ketakwaan

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (periharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah adalah pengawas atas kamu.

Ayat pertama ini dimulai dengan seruan universal kepada seluruh umat manusia: "Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu". Kata "bertakwalah" (اتَّقُوا۟) berasal dari akar kata "wiqayah" yang berarti menjaga diri dari sesuatu yang membahayakan. Dalam konteks ini, takwa berarti menjaga diri dari murka Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Seruan ini bersifat umum, mencakup seluruh individu tanpa memandang ras, suku, status sosial, maupun keyakinan.

Pilar utama ketakwaan yang ditekankan adalah pengakuan terhadap keesaan Allah sebagai Sang Pencipta. Allah SWT mengingatkan bahwa seluruh manusia berasal dari satu sumber asal, yaitu satu jiwa (نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ). Konsep ini merujuk pada Adam 'alaihissalam, dari mana kemudian Allah menciptakan pasangannya, Hawa. Dari pasangan inilah kemudian tersebar laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang sangat banyak. Penekanan pada kesatuan asal ini memiliki implikasi sosial yang mendalam:

Selanjutnya, ayat ini juga mengingatkan agar manusia bertakwa kepada Allah dalam urusan saling meminta (تَسَآءَلُونَ بِهِۦ). Ini merujuk pada kebiasaan manusia untuk bersumpah atau meminta sesuatu dengan menyebut nama Allah, baik dalam kebaikan maupun keburukan. Ini mengajarkan untuk menjaga kehormatan nama Allah dan menggunakan-Nya hanya dalam hal-hal yang baik dan benar.

Terakhir, penutup ayat ini, "Sesungguhnya Allah adalah pengawas atas kamu" (إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا), berfungsi sebagai pengingat konstan bahwa setiap tindakan, perkataan, dan niat manusia selalu berada dalam pengawasan Allah. Pengawasan ilahi ini menjadi motivasi utama untuk senantiasa berbuat baik dan menghindari keburukan.

Ayat 2: Mengelola Harta Anak Yatim dan Prinsip Keadilan

وَءَاتُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰٓ أَمْوَٰلَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا۟ ٱلْخَبِيثَ بِٱلطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَهُمْ إِلَىٰٓ أَمْوَٰلِكُمْ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka, dan jangan kamu menukarkan harta yang baik dengan harta yang buruk dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (tersebut) itu adalah dosa yang besar.

Melanjutkan penekanan pada tanggung jawab sosial yang timbul dari persaudaraan universal, ayat kedua surat An Nisa secara spesifik menyoroti kewajiban terhadap kelompok yang paling rentan: anak-anak yatim. Anak yatim adalah mereka yang kehilangan ayah sebelum mencapai usia baligh. Kehilangan sosok pencari nafkah utama menjadikan mereka sangat membutuhkan perlindungan dan dukungan.

Ayat ini memerintahkan dengan tegas: "Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka" (وَءَاتُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰٓ أَمْوَٰلَهُمْ). Perintah ini menegaskan bahwa harta anak yatim adalah hak milik mereka sepenuhnya, bukan hak wali atau pengasuh. Para wali atau pengasuh diamanahi untuk menjaga dan mengelola harta tersebut sampai anak yatim mencapai usia dewasa yang mampu mengelola hartanya sendiri.

Allah SWT juga memberikan peringatan keras:

Penutup ayat ini, "Sesungguhnya tindakan-tindakan (tersebut) itu adalah dosa yang besar" (إِنَّهُۥ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا), menunjukkan betapa seriusnya dosa memakan harta anak yatim secara zalim di hadapan Allah SWT. Dosa ini dianggap sebagai dosa besar yang memiliki konsekuensi berat.

Secara keseluruhan, Surat An Nisa ayat 1 dan 2 menjadi pondasi ajaran Islam yang menanamkan kesadaran akan asal usul kesatuan manusia, pentingnya ketakwaan, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Ayat pertama membangun persaudaraan universal dan mengingatkan akan pengawasan Allah, sementara ayat kedua secara spesifik menekankan kewajiban moral dan hukum untuk melindungi serta mengelola harta anak yatim dengan adil. Kedua ayat ini menjadi pedoman awal yang kuat untuk membangun masyarakat yang harmonis, adil, dan penuh kasih sayang.

🏠 Homepage