Surat An Nisa Ayat 171-180: Ajaran Penting tentang Tauhid dan Konsistensi

Ilustrasi: Cahaya Tauhid

Ilustrasi visualisasi cahaya tauhid yang menyinari.

Mukadimah: Konteks Penutup Surat An Nisa

Surat An Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surat Madaniyah yang membahas berbagai aspek kehidupan Muslim, mulai dari hukum keluarga, hak-hak perempuan, hingga prinsip-prinsip muamalah (interaksi sosial) dan akidah. Bagian akhir dari surat ini, mulai dari ayat 171 hingga 180, ditutup dengan penekanan kuat pada konsep tauhid (keesaan Allah) dan pentingnya berpegang teguh pada ajaran agama, serta konsekuensi bagi yang mengingkarinya. Ayat-ayat ini berfungsi sebagai penutup yang sarat makna, mengingatkan umat Islam akan fondasi keimanan mereka dan ajaran yang harus terus dijaga.

Ayat 171: Peringatan Terhadap Ghuluw (Berlebihan) dalam Agama

Ayat 171 Surat An Nisa berbunyi, "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali kebenaran. Al-Masih putra Maryam hanyalah seorang rasul Allah dan (demikian pula) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, serta roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Janganlah kamu mengatakan (tiga): 'Tiga', berhentilah, itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari mempunyai anak, Mahasuci Dia dari mempunyai sekutu. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan."

"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali kebenaran. Al-Masih putra Maryam hanyalah seorang rasul Allah dan (demikian pula) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, serta roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Janganlah kamu mengatakan (tiga): 'Tiga', berhentilah, itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari mempunyai anak, Mahasuci Dia dari mempunyai sekutu. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan."

Ayat ini secara spesifik ditujukan kepada Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) namun juga menjadi pelajaran universal bagi seluruh umat manusia. Peringatan untuk tidak melampaui batas dalam beragama sangat krusial. Dalam konteks Ahli Kitab, hal ini merujuk pada klaim ketuhanan terhadap Nabi Isa Al-Masih (Yesus Kristus). Allah menegaskan bahwa Isa hanyalah seorang utusan, yang diciptakan dengan kalimat-Nya dan roh dari-Nya, bukan Tuhan itu sendiri. Ajaran tentang "tiga" (merujuk pada konsep Trinitas bagi sebagian kalangan Nasrani) dilarang keras karena merupakan bentuk penyimpangan dari tauhid. Keharusan beriman kepada Allah dan seluruh rasul-Nya menjadi penekanan penting, serta penegasan mutlak akan keesaan Allah yang Maha Suci dari segala bentuk persekutuan atau memiliki anak.

Ayat 172-173: Konsistensi dalam Beriman dan Bertindak

Ayat 172 dan 173 menegaskan kembali prinsip keesaan Allah dan konsekuensi bagi yang mengingkarinya. Ayat 172 berbunyi, "Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba Allah, dan (demikian pula) para malaikat yang terdekat (kepada Allah). Dan barangsiapa enggan menyembah-Nya dan menyombongkan diri, maka Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya."

"Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba Allah, dan (demikian pula) para malaikat yang terdekat (kepada Allah). Dan barangsiapa enggan menyembah-Nya dan menyombongkan diri, maka Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya."

Ayat ini menyoroti sifat ketundukan para makhluk mulia, seperti Nabi Isa dan para malaikat, sebagai hamba Allah. Mereka tidak pernah merasa gengsi atau enggan untuk beribadah kepada Sang Pencipta. Sebaliknya, siapa saja yang bersikap sombong dan menolak untuk menyembah Allah, akan mendapatkan konsekuensi berupa dikumpulkannya mereka di hadapan Allah untuk dihisab.

Ayat 173 melanjutkan, "Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka pahala mereka. Dan Allah sekali-kali tidak tidak menyukai orang-orang yang zalim."

"Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka pahala mereka. Dan Allah sekali-kali tidak tidak menyukai orang-orang yang zalim."

Kontras disajikan dengan jelas. Bagi mereka yang memiliki keimanan yang kokoh dan diiringi dengan perbuatan-perbuatan baik, janji pahala dari Allah adalah kepastian. Ini adalah imbalan atas ketaatan mereka. Sebaliknya, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat zalim, baik zalim terhadap diri sendiri, orang lain, maupun zalim terhadap hak-hak Allah. Zalim dalam konteks ini juga mencakup kesyirikan dan kekufuran.

Ayat 174-176: Petunjuk dan Jalan Keluar dari Kesesatan

Ayat 174 menekankan pentingnya datangnya petunjuk dari Allah. "Hai manusia, sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti kebenaran (Al-Qur'an). Dan Kami menurunkan kepadamu cahaya yang terang (Al-Qur'an)."

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti kebenaran (Al-Qur'an). Dan Kami menurunkan kepadamu cahaya yang terang (Al-Qur'an)."

Al-Qur'an hadir sebagai bukti nyata dari Allah, sebuah petunjuk yang terang benderang untuk membedakan antara kebenaran dan kesesatan. Cahaya ini diharapkan dapat menerangi hati dan pikiran manusia agar dapat menapaki jalan yang lurus.

Selanjutnya, ayat 175-176 membahas tentang istimta' (memanfaatkan harta) dan hukum waris, serta hukum kalalah (seseorang yang meninggal tidak memiliki anak dan orang tua). Ayat 175 menyatakan, "Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga) yang datang dari-Nya dan melimpahkan kepada mereka karunia-Nya."

"Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga) yang datang dari-Nya dan melimpahkan kepada mereka karunia-Nya."

Ayat ini memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan konsisten dalam memegang teguh ajaran agama. Mereka akan dianugerahi rahmat dan karunia dari Allah, yang puncaknya adalah dimasukkan ke dalam surga-Nya. Ini adalah hasil dari keyakinan yang murni dan ketakwaan yang terjaga.

Ayat 176 secara spesifik menjelaskan hukum waris bagi orang yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan orang tua, yaitu konsep kalalah. Ayat ini menjadi panduan hukum yang sangat detail dalam pembagian warisan agar tidak menimbulkan perselisihan.

Ayat 177: Inti Ajaran Islam

Ayat 177 merangkum esensi ajaran Islam yang sesungguhnya: "Mereka (orang-orang munafik itu) meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) jika seorang laki-laki mati dan tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai ibu dan saudara perempuan, maka bagi saudaranya (laki-laki) yang (tidak punya anak dan ibu) itu separuh harta. Dan saudaramu yang perempuan (tidak punya anak dan ibu) itu (mendapat) separuh dari harta yang ditinggalkan, sedang (saudara laki-laki) dia (yang telah mati) menanggung (hutang-hutangnya) jika ia mati berutang..."

"Mereka (orang-orang munafik itu) meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) jika seorang laki-laki mati dan tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai ibu dan saudara perempuan, maka bagi saudaranya (laki-laki) yang (tidak punya anak dan ibu) itu separuh harta. Dan saudaramu yang perempuan (tidak punya anak dan ibu) itu (mendapat) separuh dari harta yang ditinggalkan, sedang (saudara laki-laki) dia (yang telah mati) menanggung (hutang-hutangnya) jika ia mati berutang..."

Meskipun ayat ini secara teknis membahas hukum waris kalalah, substansinya mengandung pelajaran yang lebih luas. Kemunculan pertanyaan tentang kalalah dari orang-orang munafik menunjukkan adanya keraguan dan keinginan untuk menguji ajaran Islam. Jawaban yang diberikan oleh Allah sangat rinci dan adil, menunjukkan perhatian agama Islam terhadap aspek keadilan sosial dan ekonomi, termasuk dalam urusan harta peninggalan. Yang terpenting, ayat ini menegaskan bahwa semua hukum datang dari Allah, dan manusia diperintahkan untuk mengikuti ketetapan-Nya.

Ayat 178-180: Keadilan, Pemaafan, dan Peringatan

Ayat 178 berbicara tentang keadilan dalam hal qisas (hukuman balasan) bagi pembunuh. Ayat 179 dan 180 menggarisbawahi prinsip keadilan, keutamaan memaafkan, serta peringatan agar manusia tidak berbuat aniaya dan tidak melupakan hak-hak orang lain. Ayat 180 ditutup dengan penegasan bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan untuk menjadi pedoman dan peringatan, dan orang yang berpaling darinya akan menuai konsekuensi.

Secara keseluruhan, ayat 171-180 Surat An Nisa merupakan penutup yang sangat kuat dan komprehensif. Ayat-ayat ini mengingatkan umat Islam akan keharusan memurnikan akidah dengan berpegang teguh pada tauhid, menjauhi segala bentuk perlebihan dan kesyirikan. Selain itu, penekanan pada konsistensi dalam beriman dan beramal saleh, serta keadilan dalam berbagai aspek kehidupan, menjadi pijakan penting bagi seorang Muslim. Pemaafan dan kewaspadaan terhadap aniaya juga ditekankan sebagai bagian integral dari ajaran Islam yang rahmatan lil'alamin. Ayat-ayat ini menjadi pengingat abadi akan tanggung jawab kita sebagai hamba Allah dan pentingnya menjadikan Al-Qur'an sebagai panduan hidup yang utama.

🏠 Homepage