Al-Qur'an adalah sumber hukum dan petunjuk hidup bagi umat Islam. Di dalamnya terkandung hikmah dan pelajaran penting yang relevan sepanjang masa. Salah satu ayat yang sarat makna adalah Surat An Nahl (Lebah) ayat ke-105. Ayat ini secara spesifik membahas tentang inti permasalahan akidah, yaitu perbedaan antara orang yang jujur dan yang berdusta atas nama Allah SWT.
Ayat ini berfungsi sebagai pembeda fundamental antara jalan kebenaran dan jalan kesesatan. Dalam konteks yang lebih luas, ia menyoroti konsekuensi dari mengikuti wahyu sejati dibandingkan dengan mengikuti hawa nafsu atau kebohongan yang dibuat-buat. Memahami makna tekstual dan konteks historis ayat ini sangat krusial untuk memperkuat fondasi iman seseorang.
An Nahl Ayat 105 (Terjemahan makna):
"Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah; dan mereka itulah orang-orang pendusta."
Ayat 105 dari Surah An Nahl turun dalam periode kenabian di Makkah, di mana tantangan terbesar yang dihadapi Nabi Muhammad SAW adalah penolakan dan tuduhan palsu dari kaum musyrikin. Mereka sering kali menuduh beliau mengarang Al-Qur'an atau mengaitkan ucapan-ucapan mereka sendiri kepada Allah SWT.
Ayat ini hadir sebagai bantahan tegas dari Allah. Allah menegaskan bahwa kebohongan terbesar—yaitu mengatasnamakan ucapan sendiri sebagai wahyu Ilahi—hanyalah dilakukan oleh mereka yang hatinya tertutup dari kebenaran (tidak beriman kepada ayat-ayat Allah). Ini bukan sekadar masalah etika sosial, melainkan masalah inti keimanan. Orang yang benar-benar beriman akan menjaga lisan dan pena mereka agar tidak pernah berani mengotori Kalamullah dengan kebohongan atau rekayasa pribadi.
Poin utama dari ayat ini adalah identifikasi pelakunya: inna mal-ladhīna lā yu’minūna bi-āyaati Llāhi (Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah). Hal ini menunjukkan beberapa tingkatan penyimpangan:
Sebaliknya, orang yang beriman akan merasa takut dan tunduk pada keagungan wahyu. Mereka memahami bahwa integritas wahyu adalah harga mati yang harus dijaga, sebagaimana disebutkan dalam kelanjutan ayat-ayat berikutnya yang seringkali memuji mereka yang taat dan jujur.
An Nahl 105 menjadi pengingat keras bagi setiap Muslim, khususnya para penuntut ilmu dan juru dakwah, untuk selalu menjaga kejujuran intelektual dan spiritual. Dalam era banjir informasi saat ini, tanggung jawab untuk memverifikasi sumber dan keabsahan ajaran menjadi sangat tinggi.
Keutamaan mengikuti kebenaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul adalah ciri khas orang beriman. Kebenaran yang dimaksud adalah wahyu yang telah difirmankan Allah dan dijelaskan melalui Sunnah Rasulullah SAW. Ketika seseorang memilih untuk mengikuti jalur wahyu yang sahih, secara otomatis ia terbebas dari jebakan menciptakan kebohongan atas nama Tuhan.
Representasi visual tentang perbedaan antara jalan kebenaran (diperkuat) dan jalan kebohongan (rapuh).
Ayat ini mengajarkan kita untuk selalu kembali kepada sumber otentik ajaran agama. Jika suatu klaim terdengar terlalu mudah, terlalu menguntungkan diri sendiri, atau bertentangan dengan prinsip dasar akidah Islam yang telah mapan, maka kita harus waspada. Kewaspadaan ini adalah manifestasi praktis dari keimanan kepada ayat-ayat Allah yang sesungguhnya. Islam dibangun di atas fondasi wahyu yang murni, bukan rekaan manusia.