Al-Qur'anul Karim merupakan sumber petunjuk utama bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia. Di antara ribuan ayat yang terkandung di dalamnya, setiap ayat memiliki konteks dan makna spesifik yang mendalam. Salah satu ayat yang sering menjadi perenungan adalah **An Nahl ayat 64**. Ayat ini menjelaskan fungsi fundamental dari Al-Qur'an sebagai penjelas dan rahmat dari Allah SWT.
"Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) ini melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, dan menjadi petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."
وَمَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
(QS. An Nahl: 64)
Konteks turunnya ayat ini seringkali berkaitan dengan kondisi sosial dan keagamaan masyarakat pada masa Rasulullah SAW, di mana terjadi banyak perselisihan dan perbedaan pendapat mengenai kebenaran hakiki. Ayat **An Nahl 64** menegaskan bahwa salah satu peran krusial Al-Qur'an adalah menjadi wasit dan penjelas yang sah. Ketika manusia berselisih paham—baik dalam masalah akidah, hukum, maupun moralitas—Al-Qur'an hadir untuk memisahkan mana yang hak dan mana yang batil.
Ini menunjukkan bahwa Islam bukan agama yang membiarkan umatnya terombang-ambing dalam kebingungan. Wahyu Ilahi berfungsi sebagai standar kebenaran yang universal. Dengan berpegang teguh pada ajaran yang termaktub dalam Kitabullah, umat dapat menemukan titik temu yang sejati, mengakhiri perdebatan yang sia-sia, dan berjalan di atas jalan yang lurus.
Selain sebagai penjelas perselisihan, ayat ini juga menyoroti peran Al-Qur'an sebagai Hudan (petunjuk). Petunjuk ini bersifat komprehensif, mencakup segala aspek kehidupan. Dari cara berhubungan dengan Sang Pencipta, cara berinteraksi dengan sesama manusia, hingga etika dalam mengelola bumi. Tanpa petunjuk ini, manusia akan mudah tersesat dalam kegelapan hawa nafsu dan pemahaman yang terbatas.
Petunjuk yang dibawa oleh Al-Qur'an bukan sekadar aturan kaku, melainkan visi hidup yang terarah menuju keridhaan Allah. Dalam konteks modern, petunjuk ini tetap relevan menghadapi tantangan zaman yang kompleks, mulai dari isu-isu teknologi hingga etika sosial kontemporer. Mempelajari dan mengamalkan isi ayat seperti **An Nahl 64** adalah kunci untuk menjaga integritas spiritual dan moral.
Elemen ketiga yang sangat indah dari ayat ini adalah penetapan Al-Qur'an sebagai Rahmah (rahmat atau kasih sayang). Rahmat ini secara spesifik ditujukan bagi orang-orang yang beriman. Mengapa rahmat ini dikhususkan bagi orang yang beriman? Karena hanya mereka yang hatinya telah tunduk dan menerima kebenaran wahyu itulah yang akan merasakan manfaat dan kelembutan dari setiap ketentuan Ilahi.
Bagi orang beriman, setiap ayat adalah penenang jiwa, penyembuh luka batin, dan janji kebahagiaan hakiki di akhirat. Bahkan ketika ayat memerintahkan sesuatu yang terasa berat di awal, seorang mukmin akan meyakini bahwa di balik perintah tersebut tersimpan hikmah dan rahmat yang jauh lebih besar. Ayat **An Nahl 64** mengingatkan kita bahwa kedekatan kita dengan Al-Qur'an akan membuka pintu rahmat yang tak terbatas dari Allah SWT.
Memahami **An Nahl 64** memberikan perspektif yang jelas mengenai kedudukan Al-Qur'an. Ia bukan sekadar teks sejarah, melainkan manual kehidupan yang dinamis. Dalam keragaman pemahaman dan interpretasi yang muncul di tengah masyarakat saat ini, kembali merujuk pada ayat ini menegaskan kembali fungsi utama Al-Qur'an: meluruskan kesalahpahaman, menjadi penerang jalan, dan sumber ketenangan abadi bagi jiwa-jiwa yang mau menerima. Pengamalan ayat ini mendorong umat Islam untuk senantiasa mempelajari, mentadabburi, dan menyebarkan kejelasan yang dibawa oleh wahyu Ilahi.