Makna Mendalam An-Nahl Ayat 70: Peringatan dan Karunia Allah

Al-Qur'an, sebagai pedoman hidup umat Islam, seringkali menyajikan ayat-ayat yang saling terkait untuk memberikan pemahaman holistik mengenai hubungan manusia dengan Penciptanya. Salah satu ayat yang menyoroti aspek penting dalam kehidupan duniawi sekaligus spiritual adalah Surat An-Nahl (Lebah) ayat ke-70. Ayat ini adalah pengingat tegas namun penuh kasih dari Allah SWT mengenai sumber segala rezeki dan tuntutan rasa syukur yang menyertainya.

Simbol Pemberian Rezeki dari Langit Manusia

Teks An-Nahl Ayat 70

"Dan Allah menciptakan kamu, kemudian Dia mewafatkanmu. Dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), sehingga dia tidak mengetahui sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. An-Nahl: 70)

Kajian Komprehensif Ayat

Ayat ini, yang terletak dalam Surat An-Nahl, memulai dengan menegaskan dua kekuasaan mutlak Allah: penciptaan dan kematian. Ini adalah pengantar filosofis yang sangat kuat. Manusia diciptakan dalam keadaan tidak berdaya, kemudian diberi kehidupan, dan pada akhirnya akan kembali dipanggil oleh Sang Pencipta. Ayat ini menegaskan bahwa siklus kehidupan, dari lahir hingga mati, sepenuhnya berada dalam genggaman-Nya.

Namun, fokus utama dan poin yang seringkali menjadi perenungan mendalam adalah frasa kedua dalam ayat tersebut: "Dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), sehingga dia tidak mengetahui sesuatu pun yang pernah diketahuinya."

Tanda Kebesaran Allah pada Kepikunan

Tahap akhir kehidupan, yaitu usia renta yang disertai dengan penurunan fungsi kognitif atau pikun (yang dalam bahasa Arab disebut ardhal al-'umur), merupakan salah satu manifestasi kebesaran dan kekuasaan Allah yang unik. Setelah manusia mencapai puncak kekuatan fisik dan kecerdasan (masa dewasa dan usia pertengahan), Allah dapat mengambil kembali kenikmatan akal secara bertahap.

Hal ini berfungsi sebagai pengingat bahwa kecerdasan, ingatan, dan kemampuan berpikir bukanlah milik mutlak manusia, melainkan titipan yang dapat ditarik kapan saja. Seseorang yang dulunya seorang ilmuwan, pemimpin, atau hafidz Al-Qur'an, pada akhirnya bisa kembali menjadi seperti anak kecil yang memerlukan bimbingan total. Ayat ini menuntut kerendahan hati ekstrem dari setiap individu yang masih diberi nikmat akal. Ia mengingatkan bahwa status sosial dan pencapaian intelektual adalah sementara.

Allah Maha Mengetahui dan Maha Kuasa

Ayat ini diakhiri dengan dua sifat inti Allah: 'Alim (Maha Mengetahui) dan Qadir (Maha Kuasa).

  1. Al-'Alim (Maha Mengetahui): Allah mengetahui setiap tahap kehidupan kita, termasuk saat kita sehat dan saat akal kita diuji dengan pelupa. Pengetahuan-Nya mencakup semua yang telah kita pelajari dan semua yang telah kita lupakan.
  2. Al-Qadir (Maha Kuasa): Kuasa-Nya terbukti dalam kemampuan-Nya mengatur transisi antara fase kekuatan dan kelemahan. Mengembalikan seseorang pada kondisi 'tidak mengetahui apa pun' adalah bukti kekuasaan yang absolut atas sistem biologis dan mental manusia.

Implikasi Moral dan Sosial

Pemahaman terhadap An-Nahl ayat 70 memiliki implikasi sosial yang signifikan. Ayat ini secara implisit mengajarkan pentingnya berbakti dan merawat orang tua yang telah mencapai fase ardhal al-'umur. Jika Allah mampu mengembalikan mereka ke kondisi lemah, maka seharusnya manusia membalas kasih sayang orang tua dengan kesabaran dan penghormatan tertinggi, sebagaimana mereka merawat kita ketika kita lemah di masa kanak-kanak. Ini adalah siklus timbal balik yang disaksikan dan divalidasi oleh Al-Qur'an.

Selain itu, ayat ini mendorong kita untuk memanfaatkan masa kesadaran dan kekuatan yang ada saat ini dengan sebaik-baiknya untuk beribadah, menanam amal kebaikan, dan menuntut ilmu. Jangan sampai kesehatan dan akal yang dianugerahkan hari ini disia-siakan, karena kita tidak pernah tahu kapan batas waktu kekuasaan kognitif itu akan dicabut oleh Yang Maha Kuasa.

Pada intinya, An-Nahl ayat 70 adalah pelajaran tentang kefanaan dunia, pengakuan atas kedaulatan mutlak Allah atas siklus hidup dan mati, serta tuntutan untuk bersyukur atas nikmat akal selagi kita masih memilikinya.

🏠 Homepage