Surah An Nisa, khususnya ayat 155 hingga 160, memuat serangkaian kisah dan peringatan penting dalam Islam. Ayat-ayat ini tidak hanya menceritakan perbuatan sebagian kaum Yahudi pada masa lalu, tetapi juga mengandung pelajaran universal yang relevan bagi setiap Muslim. Memahami makna mendalam di balik ayat-ayat ini memberikan pemahaman yang lebih kaya tentang prinsip-prinsip keimanan, tanggung jawab, dan ujian yang dihadapi umat manusia.
Ayat 155 Surah An Nisa diawali dengan penggambaran tindakan kaum Yahudi yang telah berulang kali melanggar janji dan mengingkari ayat-ayat Allah. Mereka dicela karena perbuatan mereka yang zalim, termasuk membunuh para nabi secara tidak adil, serta perkataan mereka yang arogan seperti hati kami tertutup dan bahkan tuduhan bahwa Allah fakir. Ini adalah pengingat keras tentang konsekuensi dari kekufuran, pembangkangan, dan sikap merendahkan Tuhan. Kisah ini menjadi contoh nyata tentang bagaimana kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran dapat membawa kehancuran bagi individu maupun kelompok.
Selanjutnya, ayat 156-157 menjelaskan lebih lanjut tentang kekufuran mereka, termasuk tuduhan palsu terhadap Maryam binti 'Imran dan klaim mereka yang keliru bahwa mereka telah membunuh Al-Masih, Isa Al-Masih. Penolakan mereka terhadap Isa sebagai utusan Allah, bahkan tuduhan membunuh, menunjukkan kedalaman kesesatan mereka. Padahal, Allah telah mengangkat Isa ke sisi-Nya. Ini menegaskan bahwa takdir Allah tidak dapat dilampaui oleh rekayasa manusia, dan kebenaran pasti akan terungkap.
Di tengah rentetan kecaman terhadap kaum Yahudi, ayat 158 menegaskan bahwa hanya Allah yang berkuasa atas segala sesuatu, dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Bijaksana. Ini memberikan titik balik menuju harapan, menunjukkan bahwa pintu taubat selalu terbuka bagi siapa saja yang menyesal dan kembali kepada jalan yang benar. Di sisi lain, ayat 159 mengisahkan tentang ahli kitab yang akan beriman kepada Isa sebelum wafatnya, menegaskan kembali kebenaran risalah kenabian dan kedatangan Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi.
Ayat 160 menjadi penutup rangkaian ini dengan menjelaskan hukuman yang ditimpakan kepada orang-orang Yahudi karena kedzaliman mereka. Hukuman ini bukanlah semata-mata siksaan di akhirat, tetapi juga tercermin dalam kehidupan duniawi mereka, seperti diharamkannya makanan-makanan baik bagi mereka dan dijauhi oleh sebagian orang. Namun, ini bukanlah hukuman mutlak bagi semua individu Yahudi, melainkan sebuah penjelasan tentang dampak dari dosa kolektif dan pelanggaran hukum ilahi.
Meskipun ayat-ayat ini berbicara tentang peristiwa di masa lalu, pesan-pesannya tetap sangat relevan. Ayat An Nisa 155 mengingatkan kita akan bahaya kesombongan intelektual dan kekufuran. Sikap meremehkan kebenaran atau merasa lebih tahu dari Sang Pencipta adalah jebakan yang harus dihindari. Sebaliknya, kita dituntut untuk senantiasa rendah hati dan menerima petunjuk-Nya.
Ayat-ayat ini juga menekankan pentingnya integritas dalam beragama. Kaum Yahudi yang diceritakan dalam ayat-ayat ini seringkali memutarbalikkan fakta, berdusta, dan melanggar janji. Hal ini menjadi pengingat bagi kita untuk selalu menjaga kejujuran, menepati janji, dan berpegang teguh pada kebenaran, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Ketaatan yang tulus kepada Allah adalah pondasi utama keimanan.
Lebih lanjut, Surah An Nisa 155-160 mengajarkan kita tentang keadilan ilahi. Setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Hukuman dan balasan datang sesuai dengan kadar pelanggaran dan ketaatan. Namun, di balik itu, terdapat pula sifat Pengampunan dan Kebijaksanaan Allah yang luas. Ini memberikan harapan agar kita tidak berputus asa dari rahmat-Nya, melainkan terus berusaha memperbaiki diri dan bertaubat.
Kisah mengenai ahli kitab yang beriman kepada Isa sebelum wafatnya adalah isyarat tentang universalitas kebenaran risalah para nabi. Ini mengajarkan kita untuk menghargai dan memiliki perspektif yang luas terhadap ajaran-ajaran samawi, sambil tetap teguh pada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Memahami An Nisa 155-160 lebih dari sekadar membaca sejarah. Ini adalah pelajaran hidup tentang konsekuensi dari sikap hati, pentingnya kejujuran, dan keadilan Allah yang tak terelakkan. Ayat-ayat ini mengajak kita untuk merefleksikan diri, memperbaiki kualitas keimanan, dan senantiasa memohon ampunan serta bimbingan-Nya. Dengan merenungkan kisah dan hikmah di dalamnya, kita dapat memperkuat pijakan kita dalam menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan agama. Jangan pernah meremehkan kekuatan iman dan jangan pernah meremehkan murka ilahi.