Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, tidak hanya berisi tuntunan ibadah dan moral, tetapi juga kisah-kisah inspiratif yang mengandung pelajaran mendalam bagi kehidupan. Salah satu ayat yang sering kali dibahas karena relevansi dan kedalamannya adalah An Nisa ayat 33. Ayat ini berbicara tentang tanggung jawab, amanah, dan pentingnya menegakkan keadilan, sekaligus mengingatkan tentang konsekuensi dari kelalaian dalam menjalankan kewajiban tersebut.
"Dan bagi setiap orang Kami telah menetapkan waris-waris dari harta yang ditinggalkan oleh ibu bapak dan kerabat, dan bagi orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya (yang telah ditentukan). Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu." (QS. An-Nisa: 33)
Ayat ini turun pada masa awal Islam, ketika tatanan sosial dan hukum keluarga masih dalam proses pembentukan. Fokus utama ayat ini adalah pada pembagian harta warisan dan kewajiban terhadap kerabat serta pihak-pihak yang memiliki ikatan perjanjian (termasuk dalam konteks hubungan kemitraan atau sumpah setia). Tujuannya adalah untuk memastikan keadilan dan mencegah perselisihan yang dapat timbul akibat pembagian warisan yang tidak adil atau pengabaian hak-hak orang yang berhak.
Lebih jauh, ayat ini menekankan bahwa Allah SWT adalah Saksi atas segala urusan. Pengingat ini berfungsi sebagai dorongan moral dan spiritual untuk bertindak jujur dan adil dalam setiap transaksi dan pembagian, termasuk dalam hal warisan. Kesadaran bahwa setiap tindakan diperhatikan oleh-Nya akan mendorong seseorang untuk melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
Inti dari ayat ini adalah penegakan keadilan. Dalam konteks warisan, ini berarti pembagian harta harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat Islam, yang telah diatur secara rinci dalam ayat-ayat lain dan sunnah Rasulullah SAW. Keadilan ini mencakup hak-hak ahli waris, termasuk perempuan dan anak-anak yang pada masa jahiliyah sering kali terpinggirkan.
Selain ahli waris biologis, ayat ini juga mengingatkan tentang tanggung jawab terhadap orang-orang yang memiliki ikatan perjanjian atau sumpah setia. Ini bisa merujuk pada hubungan kemitraan, kesepakatan bisnis, atau bahkan hubungan persaudaraan yang dibangun atas dasar kepercayaan. Kewajiban untuk memberikan hak mereka adalah wujud dari pemenuhan amanah dan menjaga hubungan baik.
Kalimat penutup ayat, "Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu," adalah pengingat yang kuat. Ini bukan hanya ancaman bagi yang berbuat curang, tetapi juga jaminan bagi yang berbuat adil. Kesadaran ini mendorong umat Muslim untuk senantiasa menjaga integritas, kejujuran, dan keikhlasan dalam setiap tindakan, karena pada akhirnya, setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta.
Meskipun ayat ini memiliki akar sejarah, relevansinya dalam kehidupan modern tetap sangat tinggi. Dalam masyarakat yang kompleks dengan berbagai bentuk kepemilikan aset dan hubungan, pemahaman dan penerapan prinsip keadilan dalam pembagian harta, pemenuhan janji, dan tanggung jawab terhadap sesama menjadi semakin krusial.
Perselisihan mengenai warisan masih sering terjadi, bahkan seringkali merenggangkan hubungan keluarga. An Nisa ayat 33 menjadi panduan bagi keluarga untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang diridhai Allah, yaitu dengan adil dan transparan. Selain itu, ayat ini juga mengajarkan pentingnya menepati janji, baik dalam urusan pribadi maupun profesional. Kepercayaan adalah pondasi penting dalam setiap hubungan, dan menepati janji adalah salah satu cara membangunnya.
Pada akhirnya, An Nisa ayat 33 mengingatkan kita bahwa kehidupan ini adalah sebuah amanah. Bagaimana kita mengelola harta, menjaga hubungan, dan menjalankan kewajiban adalah cerminan dari keimanan kita. Dengan mengingat bahwa Allah Maha Menyaksikan, diharapkan setiap Muslim dapat menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab, integritas, dan keadilan.