Simbol Al-Qur'an: Petunjuk Kehidupan Abadi
Surat An-Nisa, surat ke-4 dalam Al-Qur'an, merupakan salah satu surat Madaniyah yang kaya akan ajaran dan pedoman hidup. Di dalamnya, terdapat ayat-ayat yang mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan sosial, hukum, dan akidah. Khususnya pada ayat 76 hingga 80, Allah SWT mengingatkan umat manusia tentang pentingnya berjihad di jalan-Nya, serta keutamaan orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Ayat-ayat ini tidak hanya memberikan pelajaran moral, tetapi juga motivasi spiritual yang mendalam bagi setiap Muslim.
Ayat 76 surat An-Nisa berbunyi, "Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut. Maka, perangilah syaitan-syaitan itu, sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah." Ayat ini menegaskan sebuah prinsip dasar dalam Islam: adanya dua kubu yang berlawanan, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah dan orang-orang yang mengikuti jalan setan (thaghut).
Perjuangan di jalan Allah bukan semata-mata berarti peperangan fisik, meskipun itu adalah salah satu bentuknya. Lebih luas lagi, berjihad berarti mencurahkan segala kemampuan, harta, waktu, dan pikiran untuk menegakkan kalimat Allah, menyebarkan kebaikan, membela kebenaran, dan memerangi segala bentuk kemungkaran. Melawan hawa nafsu diri sendiri yang cenderung kepada keburukan juga merupakan bentuk jihad yang teramat penting. Allah menegaskan bahwa tipu daya setan itu lemah, namun kelemahan ini hanya akan terasa jika kita senantiasa bersandar dan meminta pertolongan kepada Allah SWT.
Selanjutnya, ayat 77 menyatakan, "Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, 'Tahanlah tanganmu (jangan berperang), peliharalah tanganmu (jangan berbuat kejahatan), dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat'. Ketika diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut lagi daripada itu. Mereka berkata, 'Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kekalahan) kami sampai batas waktu (yang dekat)?' Katakanlah, 'Kesenangan dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun'."
Ayat ini menggambarkan kondisi segolongan orang yang pada awalnya enggan berperang, mungkin karena khawatir akan keselamatan diri atau karena belum tertanam kuatnya keyakinan akan pertolongan Allah. Mereka lebih mengutamakan kenyamanan duniawi daripada berkorban untuk agama-Nya. Namun, Allah mengingatkan bahwa kenikmatan dunia ini sangatlah singkat dibandingkan dengan kebahagiaan abadi di akhirat kelak, yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa. Ketakutan kepada manusia yang berlebihan menunjukkan lemahnya keyakinan kepada kekuasaan dan pertolongan Allah.
Ayat 78 mengingatkan, "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, meskipun kamu berada dalam benteng yang kokoh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka berkata, 'Ini dari sisi Allah,' tetapi jika mereka ditimpa suatu bencana, mereka berkata, 'Ini dari sisi kami (karena kesombongan kami).' Katakanlah, 'Semuanya (datang) dari Allah.' Maka, apa yang terjadi pada orang-orang munafik itu, mereka tidak mungkin dapat melarikan diri dari azab Allah."
Ayat ini menekankan tentang kepastian kematian dan kekuasaan Allah yang meliputi segalanya. Kematian akan datang menjemput, tak peduli di mana pun seseorang berada. Selain itu, ayat ini juga menyoroti sikap sebagian manusia yang hanya menyandarkan kebaikan pada Allah, tetapi menyalahkan diri sendiri atau orang lain ketika tertimpa musibah. Padahal, baik maupun buruk, semuanya adalah ketetapan dari Allah. Hal ini mengajarkan pentingnya husnudzon (berprasangka baik) kepada Allah dalam segala kondisi, serta menerima qadha dan qadar-Nya.
Ayat 79 melanjutkan, "Apa pun nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa pun bencana yang menimpa kamu adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami tidak mengutusmu menjadi pemelihara bagi mereka." Ayat ini memperjelas bahwa setiap kebaikan adalah anugerah dari Allah, sedangkan setiap keburukan yang menimpa diri seringkali merupakan akibat dari kelalaian atau dosa yang diperbuat. Ini adalah sebuah koreksi diri dan refleksi penting bagi setiap Muslim untuk senantiasa memperbaiki perilakunya.
Ayat terakhir dalam rentetan ini, ayat 80, memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman, "Barang siapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak menunjukmu sebagai pemelihara bagi mereka."
Ayat ini menegaskan bahwa ketaatan kepada Rasulullah SAW adalah wujud nyata ketaatan kepada Allah SWT. Mengikuti sunnah dan ajaran beliau berarti mengikuti petunjuk dari Sang Pencipta. Bagi mereka yang berpaling dari ajaran ini, maka akan menerima konsekuensinya. Pesan ini menegaskan kembali pentingnya memegang teguh ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, karena di situlah letak keselamatan dan keberuntungan dunia akhirat. Ketaatan ini akan mendatangkan perlindungan dan kemenangan dari Allah SWT, sebagaimana dijanjikan dalam ayat-ayat sebelumnya tentang jihad dan keutamaan orang beriman.
Surat An-Nisa ayat 76-80 memberikan pelajaran yang sangat berharga tentang hakikat perjuangan di jalan Allah, pentingnya keikhlasan, keteguhan iman, dan keyakinan penuh kepada takdir serta kekuasaan Allah. Kita diingatkan untuk tidak takut kepada manusia melebihi takut kepada Allah, serta untuk senantiasa bersyukur atas nikmat dan bersabar atas musibah, sambil terus introspeksi diri.
Dalam kehidupan sehari-hari, ayat-ayat ini mendorong kita untuk: