An Nisa Ayat 90-100: Menyelami Makna Kebaikan, Keadilan, dan Perdamaian

Simbol perdamaian dan kolaborasi

Surat Al-Qur'an, An-Nisa, yang berarti "Perempuan", merupakan salah satu surat Madaniyah yang kaya akan ajaran moral, hukum, dan sosial. Di antara ayat-ayatnya yang fundamental, rentang 90 hingga 100 memiliki makna yang mendalam, khususnya dalam konteks bagaimana seorang Muslim seharusnya berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, baik di dalam maupun di luar komunitas Muslim. Ayat-ayat ini secara ringkas menekankan pentingnya menjaga perdamaian, kebaikan, dan keadilan, bahkan dalam situasi yang penuh ketegangan.

Memahami Konteks: Dosa, Kebaikan, dan Perlindungan

Ayat 90 surat An-Nisa berbicara tentang orang-orang yang cenderung kepada kedamaian dan tidak ingin terlibat dalam permusuhan. Mereka adalah orang-orang yang ketika dihadapkan pada ajakan untuk berperang atau melakukan kejahatan, mereka memilih untuk menjauhi hal tersebut. Allah SWT berfirman, "Maka jika mereka menarik diri darimu, tidak memerangimu dan mereka menawarkan perdamaian kepadamu, maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk berbuat kejahatan) terhadap mereka." Ayat ini memberikan pedoman yang jelas: jika musuh menawarkan perdamaian, maka kaum Muslimin diperintahkan untuk menerimanya. Ini adalah ajaran tentang hikmah dan kebijakan dalam berinteraksi, di mana perdamaian harus menjadi prioritas utama ketika memungkinkan.

Selanjutnya, ayat 91 menegaskan bahwa tidak ada dosa bagi orang-orang yang tidak beriman kepada Nabi Muhammad SAW, jika mereka tidak ikut berperang dan menawarkan perdamaian kepada kaum Muslimin. Namun, ayat ini juga memberikan peringatan keras bagi orang-orang yang ingin berbuat jahat kepada kaum Muslimin, "Mereka akan menyatakan perdamaian kepadamu (secara) mulut, padahal hati mereka menginginkan permusuhan terhadapmu..." Ini adalah peringatan tentang kemunafikan dan pentingnya melihat ketulusan di balik perkataan.

Ayat 92 dan 93 kemudian membahas tentang kompensasi pembunuhan yang tidak disengaja. Ditekankan bahwa seorang mukmin yang membunuh mukmin lainnya karena kesalahan, maka wajib baginya untuk memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin dan membayar denda kepada keluarganya, kecuali jika keluarga korban memaafkannya. Jika korban bukan dari kalangan mukmin, maka kewajiban membayar denda adalah sama, namun tidak ada kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Ayat-ayat ini menunjukkan betapa agungnya nilai kehidupan seorang Muslim dan betapa seriusnya Islam memandang pembunuhan, bahkan yang tidak disengaja, dengan menekankan upaya rekonsiliasi dan pertanggungjawaban.

Perlindungan Bagi yang Lemah dan Ancaman Bagi Penindas

Memasuki ayat 94, kita mendapati pedoman penting bagi kaum Muslimin yang berada di medan perang atau dalam situasi genting. "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (keadaan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu: 'Kamu bukan seorang mukmin', lalu kamu membunuh dia..." Ayat ini mengingatkan agar tidak gegabah dalam mengambil tindakan. Jangan sampai karena ketakutan atau salah paham, seorang Muslim membunuh orang yang sebenarnya tidak berniat jahat atau bahkan seorang mukmin.

Ayat 95 kemudian membedakan antara mukmin yang duduk di rumah tanpa uzur dengan mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Orang yang berjihad memiliki keutamaan derajat yang lebih tinggi di sisi Allah. Namun, ayat ini juga memberikan penegasan yang penting: "Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh pahala yang besar (surga)." Ini adalah pengingat bahwa amal saleh, termasuk jihad yang tulus, akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.

Ayat 96 dan 97 menguraikan perbedaan status antara orang yang beriman dan beramal saleh dengan mereka yang tidak memiliki uzur untuk berdiam diri. Orang mukmin yang berjihad dengan harta dan jiwanya akan memperoleh derajat yang tinggi dan ampunan serta rahmat dari Allah. Sebaliknya, orang yang tetap duduk di rumah (tanpa uzur) dan tidak mau berjihad, maka mereka akan mendapatkan murka Allah, dan tempat kembali mereka adalah neraka Jahanam. Ini adalah pesan yang tegas tentang kewajiban membela kebenaran dan memperjuangkan agama Allah.

Menjaga Keadilan dan Perlindungan Hak

Terakhir, ayat 98 dan 99 membahas tentang kondisi orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak, yang tidak mampu berusaha mencari jalan dan tidak mengetahui jalan (untuk keluar dari kesulitan). Mereka ini tidak dibebani dosa jika tidak dapat ikut berjihad atau berpartisipasi dalam perjuangan. Namun, ayat 100 menekankan kewajiban bagi seluruh Muslim untuk berbuat kebaikan dan bertakwa kepada Allah. "Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapati di muka bumi ini tempat berpegang yang luas dan rezeki yang banyak. Dan barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tujuan), maka sungguh pahalanya sudah dijamin oleh Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Ayat ini memberikan gambaran bahwa pengorbanan di jalan Allah, termasuk hijrah, tidak akan sia-sia dan akan selalu dalam lindungan serta kasih sayang-Nya.

Secara keseluruhan, An Nisa ayat 90-100 mengajarkan kepada kita pentingnya keseimbangan antara menjaga perdamaian, keadilan, dan keberanian dalam membela kebenaran. Ayat-ayat ini membimbing umat Muslim untuk selalu berhati-hati dalam tindakan, mengutamakan rekonsiliasi, dan memberikan perlindungan serta perhatian kepada mereka yang lemah. Ketakwaan dan amal saleh adalah kunci utama dalam meraih ridha Allah dan keselamatan dunia akhirat.

🏠 Homepage