Ilustrasi keseimbangan yang rapuh antara pilihan meraih rahmat dan berhadapan dengan azab.
Al-Qur'an, sebagai petunjuk hidup umat Islam, senantiasa memberikan panduan yang jelas dan mendalam. Salah satu ayat yang sarat makna dan menjadi pengingat kuat adalah Surah An-Nisa ayat 89. Ayat ini berbicara tentang sebuah ujian krusial yang dihadapi oleh setiap individu, yaitu bagaimana bersikap terhadap orang-orang yang telah memusuhi dan menghalangi jalan kebaikan, terutama dalam konteks keimanan. Memahami An Nisa ayat 89 berarti menyelami dua sisi mata uang: potensi meraih rahmat ilahi dan ancaman terjerumus dalam azab-Nya.
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوْ كَانُوٓا۟ آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَٰنَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَتَبَ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلْإِيمَٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ حِزْبُ ٱللَّهِ ۚ أَلَآ إِنَّ حِزْبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, melakukan kecintaan kepada orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun orang itu adalah bapak mereka, anak mereka, saudara mereka, atau keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan dari-Nya; dan kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas dengan rahmat-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa golongan Allah itulah yang memperoleh keberuntungan."
Ayat ini memberikan peringatan keras terhadap kemunafikan dan keraguan dalam keimanan. Poin utama yang disampaikan adalah bahwa orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir tidak akan menjalin kedekatan emosional atau menunjukkan kecintaan yang berlebihan kepada orang-orang yang secara terang-terangan memusuhi ajaran Allah dan Rasul-Nya. Hal ini berlaku bahkan jika musuh tersebut adalah kerabat dekat seperti ayah, anak, saudara, atau keluarga besar. Ini adalah ujian keimanan yang sangat fundamental.
Ayat ini tidak serta-merta menganjurkan permusuhan tanpa dasar atau memutuskan hubungan kekerabatan secara brutal. Namun, ia menekankan prinsip prioritas: kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya haruslah berada di atas segalanya. Ketika terjadi benturan antara loyalitas kepada keluarga dan loyalitas kepada agama, seorang mukmin sejati harus memilih untuk membela kebenaran ilahi. Menunjukkan kecintaan atau kedekatan yang sama kepada pihak yang memusuhi agama akan mendatangkan keraguan dalam keimanan diri sendiri dan dapat dikategorikan sebagai kemunafikan.
Selanjutnya, ayat ini menawarkan gambaran yang sangat indah mengenai konsekuensi dari pilihan yang tepat. Bagi mereka yang mampu menjaga kemurnian imannya, menempatkan Allah dan Rasul-Nya di atas segala ikatan duniawi, Allah menjanjikan karunia yang luar biasa. Allah akan menanamkan keimanan di dalam hati mereka, menjadikannya kokoh laksana fondasi yang tak tergoyahkan. Tidak hanya itu, Allah akan menguatkan mereka dengan "ruh" dari-Nya, yang bisa diinterpretasikan sebagai pertolongan, ketenangan batin, atau dukungan ilahi yang membuat mereka mampu menghadapi segala ujian.
Puncak dari karunia ini adalah janji surga abadi. Mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh kenikmatan, di mana sungai-sungai mengalir di bawahnya. Keadaan di surga ini digambarkan dengan kata-kata yang memikat hati: mereka kekal di dalamnya, Allah rida terhadap mereka, dan mereka pun rida terhadap-Nya. Ini adalah puncak kebahagiaan yang hakiki, sebuah hubungan harmonis antara pencipta dan hamba-Nya. Mereka yang meraih kedudukan mulia ini disebut sebagai "golongan Allah" yang akan meraih keberuntungan sejati.
Sebaliknya, ayat ini secara implisit juga memberikan peringatan tentang azab bagi mereka yang gagal dalam ujian ini. Orang yang lebih mengutamakan kedekatan dengan musuh Allah daripada Allah itu sendiri, menunjukkan kecintaan yang sejajar, atau bahkan lebih condong kepada pihak yang menentang kebenaran, akan kehilangan keistimewaan dan janji rahmat tersebut. Mereka berisiko tergolong dalam orang-orang yang hatinya tertutup, imannya rapuh, dan pada akhirnya akan menghadapi konsekuensi dari pilihan mereka.
Dalam konteks kekinian, ayat An Nisa 89 tetap relevan. Ujian keimanan bisa datang dalam berbagai bentuk. Mulai dari tekanan sosial untuk mengikuti arus yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, godaan untuk mencari popularitas atau keuntungan duniawi dengan mengorbankan prinsip, hingga godaan untuk membela individu atau kelompok yang jelas-jelas menyebarkan kebatilan hanya karena kedekatan personal atau keuntungan materi.
Ayat ini mengajarkan kita untuk selalu bersikap kritis terhadap segala bentuk kecintaan dan loyalitas yang kita berikan. Kita perlu bertanya, apakah kecintaan tersebut sejalan dengan ridha Allah? Apakah kita masih mampu membedakan antara berinteraksi secara adil dan damai dengan sesama manusia, dengan memberikan kecintaan dan dukungan kepada mereka yang secara aktif memerangi ajaran Allah?
Memahami An Nisa ayat 89 adalah sebuah panggilan untuk memperkokoh iman, menguji kembali prioritas hidup kita, dan meneguhkan komitmen untuk selalu berada di barisan Allah. Dengan demikian, kita berupaya keras untuk menjadi bagian dari golongan yang Allah janjikan keberuntungan, kebahagiaan abadi di surga-Nya, dan ridha-Nya yang tak ternilai harganya. Ujian ini adalah kesempatan emas untuk membuktikan kualitas keimanan kita dan meraih predikat sebagai hamba yang beruntung di sisi-Nya.