Ilustrasi Seseorang yang Terbahak-bahak
Selamat datang di kumpulan kisah-kisah konyol nan panjang yang kami jamin akan menguras energi Anda karena terlalu banyak tertawa. Anekdot adalah seni, dan seni yang baik haruslah panjang, mendetail, dan berpuncak pada punchline yang tak terduga. Siapkan diri Anda, karena cerita-cerita ini membutuhkan kesabaran ekstra!
Di sebuah kota besar, ada sebuah perusahaan taksi yang sedang membuka lowongan untuk sopir baru. Proses seleksi mereka sangat ketat, terutama tahap tes psikologis dan kemampuan navigasi di jalanan padat. Nah, Pak Budi, seorang pensiunan yang baru mencoba peruntungan menjadi sopir taksi, mengikuti tes tersebut.
Pada sesi wawancara terakhir dengan kepala bagian operasional, Pak Kepala bertanya dengan nada serius, "Pak Budi, Anda tahu betul bahwa pekerjaan ini penuh risiko. Katakan, jika Anda sedang mengemudi di jalan tol yang padat, dan tiba-tiba rem Anda blong, apa langkah pertama yang akan Anda lakukan?"
Pak Budi berpikir sejenak, menggaruk dagunya yang tidak gatal. Ia menatap Pak Kepala dengan mata berbinar optimis. "Mudah saja, Pak," jawab Pak Budi mantap. "Saya akan segera... menekan klakson sekeras-kerasnya!"
Pak Kepala mengerutkan dahi, kecewa. "Tolong dipikirkan lagi, Pak Budi. Rem blong di jalan tol, bukankah keselamatan penumpang adalah prioritas utama? Kenapa malah klakson?"
Pak Budi tersenyum lebar, seolah baru saja memecahkan misteri dunia. "Begini, Pak. Kalau rem sudah blong, berarti saya tidak bisa mengendalikan kecepatan mobil. Satu-satunya cara agar mobil saya tidak menabrak mobil di depan adalah dengan membuat semua orang di belakang saya—yang remnya masih berfungsi—panik dan mengerem mendadak! Logikanya, mereka akan menyelamatkan saya dari menabrak dari depan, dan saya akan membuat mereka menyelamatkan saya dari belakang secara bersamaan. Itu strategi mobil jitu!"
Pak Kepala terdiam lama, mencoba mencerna logika yang sangat terdistorsi itu. Akhirnya ia berkata, "Pak Budi, saya sangat menghargai inisiatif Anda. Tapi perusahaan kami memerlukan sopir yang logis. Anda diterima, tapi tolong jangan pernah lakukan itu di jalanan sungguhan!"
Di sebuah kafe yang agak terpencil, duduklah dua sahabat lama, Anton dan Riko, sedang menikmati kopi sore mereka. Anton terlihat sangat murung.
"Ada apa, Ton? Kopi pesananmu bahkan belum tersentuh," tanya Riko.
Anton menghela napas panjang yang seolah membawa beban seluruh bumi. "Rik, aku baru saja ditolak lagi oleh si Maya. Dia bilang, 'Anton, kamu itu seperti kopi tanpa ampas. Walaupun halus, tapi kurang punya 'body' yang kuat untuk menahan badai kehidupan bersamaku.'"
Riko tertawa kecil. "Alasan yang puitis. Memangnya, apa yang dia inginkan dari 'body' kopi, Ton?"
"Dia mau yang 'Bold', Rik! Yang robusta sejati! Aku kan cuma arabika medium roast. Aku sudah coba ganti gaya hidup. Aku bahkan mencoba minum kopi hitam tanpa gula sebulan penuh, berharap jadi lebih 'mantap'. Tapi tetap saja, dia bilang aku kurang gigitan!" keluh Anton.
Riko menyesap kopinya, lalu berkata, "Ton, dengar sini. Filosofi kopi itu rumit. Kalau Maya mau yang 'Bold', mungkin dia harusnya menikahimu, karena pernikahan adalah proses penyeduhan terlama yang membutuhkan kesabaran tingkat dewa. Tapi karena dia menolakmu, kita harus terima bahwa selera setiap orang berbeda. Ada yang suka pahit di awal, ada yang suka manis di akhir."
Anton menyela dengan nada putus asa. "Tapi aku sudah mencoba semua cara! Aku bahkan belajar roasting sendiri di rumah, Rik. Aku coba teknik *French Press* yang lama, aku coba *pour over* yang sabar. Aku mencoba menjadi seperti kopi paling premium yang bisa kutemukan!"
Riko menepuk bahu Anton. "Begini saja. Kalau dia suka 'Bold' dan Robusta, biarkan dia pergi mencari perkebunan Robusta. Tugasmu bukan mengubah dirimu menjadi Robusta jika kamu memang Arabika. Arabika itu punya keharuman yang unik, Ton! Lain waktu, saat kamu bertemu wanita yang menyukai kehalusan dan aroma, kamu tidak perlu menyiksa diri dengan metode penyeduhan yang menyakitkan."
Anton merenung, lalu matanya kembali berbinar. "Kamu benar, Rik! Aku tidak perlu menjadi Robusta yang pahit dan keras. Aku akan tetap menjadi Arabika-ku, mungkin mencari seseorang yang lebih menghargai *notes* buah beri dan tekstur lembut!"
Tiba-tiba, seorang pelayan muda datang ke meja mereka membawa nampan kosong. Pelayan itu mendekat ke Anton dan berkata dengan polos, "Maaf Mas, tadi Mas pesan dua cangkir kopi, tapi baru diminum setengah cangkir. Apakah kopinya kurang 'body'? Atau mungkin terlalu 'asam'?"
Anton dan Riko saling pandang, lalu mereka pecah tertawa keras-keras, membuat semua orang di kafe menoleh. Ternyata, masalah kopi mereka hari itu bukanlah karena penolakan cinta, melainkan karena mereka terlalu fokus menganalisis rasa kopi mereka sendiri sampai lupa kalau mereka hanya memesan satu cangkir berdua.
Semoga dua anekdot panjang ini berhasil membuat Anda tersenyum. Menertawakan hal-hal konyol adalah cara terbaik untuk mengistirahatkan pikiran yang penat!