Keindahan alam seringkali menyimpan kejutan visual yang tak terduga, dan salah satunya adalah fenomena anggrek di pohon. Jenis anggrek yang hidup menempel pada batang atau cabang pohon ini dikenal sebagai anggrek epifit. Mereka bukan parasit; mereka hanya menggunakan pohon sebagai tumpuan untuk mencapai cahaya matahari yang lebih baik di kanopi hutan yang padat. Interaksi simbiotik yang anggun ini telah memukau para pecinta botani dan alam selama berabad-abad.
Dalam ekosistem hutan tropis, terutama hutan hujan, persaingan untuk mendapatkan sinar matahari sangat ketat. Anggrek, dengan strategi evolusionernya, memilih untuk 'memanjat' tanpa merusak inangnya. Mereka menancapkan akarnya yang unik—yang seringkali diselubungi velamen, jaringan spons yang berfungsi menyerap kelembapan udara dan nutrisi—langsung ke kulit pohon. Inilah kunci utama anggrek di pohon bertahan hidup di lingkungan yang tampak kurang ideal.
Berbeda dengan anggrek terestrial yang akarnya tertanam di tanah, anggrek epifit harus mandiri dalam hal air. Mereka mengandalkan embun pagi, tetesan hujan yang mengalir di batang pohon (run-off), dan kelembapan tinggi hutan. Kemampuan adaptasi ini membuat anggrek tersebar luas dari dataran rendah hingga pegunungan, selama kondisi kelembapan udara terpenuhi. Kehadiran mereka sering menjadi bioindikator kesehatan lingkungan, karena anggrek sangat sensitif terhadap perubahan polusi udara dan kelembapan mikro.
Dunia anggrek adalah salah satu yang paling beragam di antara keluarga tumbuhan berbunga. Ketika kita berbicara tentang anggrek di pohon, kita merujuk pada ribuan spesies dari berbagai genus, seperti *Dendrobium*, *Vanda*, *Phalaenopsis* (di alam liar), dan *Cattleya*. Setiap spesies memiliki cara adaptasi khusus terhadap pohon inangnya. Beberapa menyukai pohon yang memiliki kulit kasar karena memberikan tempat berpegangan lebih baik, sementara yang lain lebih memilih pohon dengan kanopi terbuka.
Di Indonesia, salah satu pusat keanekaragaman anggrek dunia, pemandangan anggrek yang tumbuh liar di pohon adalah hal biasa di Taman Nasional seperti Gunung Leuser atau Lore Lindu. Mereka sering ditemukan bersembunyi di antara lumut dan pakis lain yang juga menempel di batang pohon besar yang sudah tua. Warna-warni bunga mereka, mulai dari putih salju, kuning cerah, hingga ungu tua yang eksotis, menjadi hiasan alami yang kontras dengan warna cokelat keabuan batang pohon.
Selain keindahan visualnya, anggrek di pohon memainkan peran penting dalam ekosistem. Bunga mereka adalah sumber nektar utama bagi serangga penyerbuk spesifik, seperti lebah dan kupu-kupu tertentu. Bahkan, beberapa anggrek memiliki hubungan mutualisme yang sangat spesifik dengan satu jenis serangga saja; jika serangga itu hilang, anggrek tersebut juga terancam punah.
Sayangnya, keindahan ini juga membawa ancaman. Eksploitasi berlebihan untuk perdagangan bunga potong atau koleksi pribadi telah menyebabkan banyak populasi anggrek liar menurun drastis. Deforestasi juga menjadi ancaman terbesar, karena hilangnya pohon inang berarti hilangnya tempat hidup permanen bagi anggrek epifit. Upaya konservasi kini berfokus tidak hanya pada budidaya di laboratorium, tetapi juga pada perlindungan habitat asli mereka, memastikan bahwa keajaiban anggrek di pohon tetap dapat kita nikmati di alam bebas. Memahami dan menghargai interaksi alami ini adalah langkah awal untuk menjaga kelestarian mereka.