Pertanyaan mengenai asal-usul suatu budaya atau warisan selalu menarik untuk ditelusuri, apalagi jika menyangkut alat musik yang telah mendunia. Salah satu alat musik tradisional Indonesia yang tidak hanya unik secara bentuk dan suara, tetapi juga kaya akan sejarah dan makna, adalah angklung. Angklung, dengan deretan bilah bambu yang menghasilkan nada-nada harmonis ketika digoyangkan, telah menjadi simbol kekayaan seni Nusantara. Namun, angklung berasal dari mana sebenarnya? Mari kita selami lebih dalam akar sejarahnya.
Mayoritas sumber sejarah dan kebudayaan sepakat bahwa angklung memiliki akar yang kuat di Pulau Jawa, khususnya di wilayah Sunda atau Tatar Pasundan. Keberadaannya telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Sunda sejak zaman dahulu, diperkirakan telah ada sejak abad ke-7 atau ke-8 Masehi, seiring dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Jawa Barat. Angklung pada awalnya bukan sekadar alat musik hiburan, melainkan memiliki fungsi yang lebih mendalam.
Dalam tradisi masyarakat Sunda, angklung dipercaya berasal dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Alat musik ini seringkali digunakan dalam berbagai ritual adat, upacara kesuburan tanah, penghormatan terhadap Dewi Sri (dewi padi), serta sebagai pengiring dalam berbagai perhelatan penting. Suara angklung dipercaya memiliki kekuatan magis yang mampu mengusir roh jahat, membawa berkah, dan menjaga keseimbangan alam. Para petani menggunakan angklung untuk memanggil hujan, merayakan panen, dan menjaga harmoni dengan alam semesta.
Seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, fungsi angklung mulai mengalami pergeseran. Dari yang semula sangat kental dengan nuansa spiritual dan ritual, angklung perlahan bertransformasi menjadi alat musik yang lebih umum digunakan untuk berbagai keperluan. Pada masa penjajahan Belanda, meskipun ada upaya pembatasan terhadap kesenian tradisional, angklung tetap bertahan dan bahkan mulai dikenal oleh kalangan yang lebih luas.
Peran penting dalam pelestarian dan pengembangan angklung modern tidak lepas dari sosok Daeng Soetigna. Pada pertengahan abad ke-20, Daeng Soetigna melakukan inovasi signifikan terhadap angklung. Ia menciptakan sistem tangga nada (diatonic) pada angklung, yang sebelumnya hanya menggunakan tangga nada pentatonik Sunda. Inovasi ini memungkinkan angklung untuk memainkan lagu-lagu populer, baik lagu daerah maupun lagu-lagu internasional, dengan lebih variatif dan modern. Berkat jasanya, angklung yang awalnya hanya dikenal di kalangan masyarakat Sunda, kini mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan mendunia.
Pengakuan terhadap keunikan dan nilai budaya angklung tidak hanya terbatas di Indonesia. Pada tahun 2010, UNESCO secara resmi mengakui angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia. Pengakuan ini menegaskan status angklung sebagai salah satu kekayaan budaya dunia yang perlu dilestarikan dan dijaga keberlangsungannya. Angklung kini menjadi duta budaya Indonesia di kancah internasional, seringkali ditampilkan dalam berbagai festival seni dan budaya di berbagai negara.
Keberadaan angklung tidak hanya sebatas alat musik. Ia merupakan cerminan dari filosofi hidup masyarakat Sunda yang menghargai kebersamaan, harmoni, dan keseimbangan. Setiap bilah angklung memiliki perannya masing-masing, namun ketika digoyangkan bersama, ia menciptakan sebuah simfoni yang indah. Ini melambangkan bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan keharmonisan dalam masyarakat.
Meskipun telah mendunia dan diakui secara internasional, upaya pelestarian angklung terus dilakukan. Berbagai komunitas angklung bermunculan di berbagai kota di Indonesia, bahkan di luar negeri. Sekolah-sekolah mulai mengenalkan angklung sebagai bagian dari kurikulum seni musik. Festival angklung, lomba, dan workshop terus diselenggarakan untuk memastikan alat musik ini terus hidup dan relevan bagi generasi muda.
Jadi, jika Anda bertanya angklung berasal dari mana, jawabannya adalah dari tanah Sunda, Jawa Barat, Indonesia. Sebuah warisan berharga yang tumbuh dari akar kepercayaan, berkembang seiring zaman, dan kini menjadi kebanggaan bangsa yang mendunia. Melalui sentuhan dan goyangan tangan, angklung terus menyuarakan keindahan budaya Indonesia kepada dunia.