Kumpulan Cerpen Anekdot Lucu Pengusir Stres

Selamat datang di dunia tawa singkat! Siapkan diri Anda untuk disuguhi rentetan cerita pendek yang dijamin akan memancing senyum, bahkan tawa terbahak-bahak. Anekdot adalah bumbu penyedap dalam hidup, dan di sini kita akan menikmati hidangan utama kelucuan.

Ilustrasi Tertawa dan Buku Gambar sederhana berupa buku terbuka dengan emoji wajah tertawa keluar dari halamannya.

1. Guru Fisika dan Bola Lampu

Seorang guru fisika yang terkenal sangat disiplin sedang menjelaskan tentang hukum kekekalan energi di depan kelas. Ia memegang sebuah bola lampu yang belum dinyalakan.

"Anak-anak," ujar sang guru dengan nada serius, "jika saya menjatuhkan bola lampu ini dari ketinggian dua meter, apa yang akan terjadi?"

Seorang siswa yang terkenal iseng di barisan belakang segera mengangkat tangan. "Mati, Pak!"

Guru itu mengerutkan kening. "Jelas itu akan mati, Budi. Tapi secara fisika, jelaskan apa yang terjadi pada energinya?"

Budi menjawab dengan santai, "Energinya akan berubah jadi pecahan kaca, Pak. Dan Bapak harus memungutnya satu per satu!"

Kelas sontak pecah dalam tawa, sementara sang guru hanya bisa menatap bola lampu di tangannya dengan tatapan pasrah. Hukum kekekalan energi memang berlaku, tapi energi kemarahan guru itu sepertinya ingin ia kekalkan saja untuk tidak meledak saat itu juga.

2. Telepon Umum di Masa Kini

Dua orang pemuda, Rian dan Joni, sedang berjalan melewati sebuah sudut jalan yang sepi. Mereka melihat sebuah bilik telepon umum yang usang, yang kacanya sudah buram dan catnya terkelupas.

"Lihat, Jon! Kotak ajaib zaman batu!" seru Rian sambil menunjuk telepon umum itu.

Joni, yang lahir setelah era ponsel pintar populer, mendekat dengan rasa penasaran. "Ini buat apa sih, Yan? Apakah ini semacam tempat menyimpan uang?"

Rian tertawa terbahak-bahak. "Bukan, Jon! Ini adalah alat komunikasi canggih dulu. Kita masukkan koin, lalu kita putar nomornya, dan kita bisa bicara dengan orang yang jauh!"

Joni memegang gagang telepon itu dengan hati-hati, seolah itu adalah artefak langka. "Wow! Jadi kalau mau nelpon pacar, harus bawa koin banyak-banyak ya?"

"Betul sekali!" balas Rian. "Dan kalau pacarmu marah, kamu harus lari secepat mungkin sebelum dia melempar koin itu ke kepalamu!"

Joni kemudian mencoba memasukkan koin Rp 500 ke lubang koin. Tentu saja koin itu tidak masuk. Joni menoleh pada Rian dengan wajah bingung. "Yan, koin ini sepertinya tidak cocok. Apa kita perlu mencari koin berbentuk persegi?"

3. Dokter dan Pasien Hipokondriak

Pak Herman adalah seorang pasien hipokondriak akut. Ia selalu yakin bahwa setiap gejala ringan adalah pertanda penyakit mematikan. Ia mendatangi dokter langganannya dengan wajah pucat pasi.

"Dokter, tolong saya! Saya merasa sangat tidak enak badan," keluh Pak Herman. "Lidah saya terasa tebal, pandangan mata saya kabur, dan tadi pagi saat saya menggaruk kepala, saya merasa ada sesuatu yang aneh di jari saya."

Dokter dengan sabar memeriksa tensi dan suhu tubuh Pak Herman. Semua normal. "Pak Herman, Anda sehat sekali. Mungkin hanya kurang tidur."

"Tidak, Dokter! Saya yakin ini serius. Apa yang aneh di jari saya tadi pagi, Dok?" desak Pak Herman.

Dokter menghela napas panjang, lalu dengan perlahan menunjuk ke arah rambut Pak Herman yang menempel di ujung jari pasien itu. "Pak Herman, yang aneh di jari Anda tadi pagi adalah sehelai rambut Anda yang rontok."

Pak Herman terdiam sejenak, menatap jarinya, lalu menatap rambutnya yang masih tebal. "Oh... Astaga, Dokter. Saya pikir itu adalah cacing pita yang mencoba kabur dari kulit kepala saya!"

Dokter hanya bisa menggeleng. Untuk pasien seperti Pak Herman, bahkan resep obat yang paling ampuh pun kalah mujarab dibandingkan anekdot yang tepat.

4. Kritik Makanan yang Terlalu Jujur

Seorang kritikus makanan terkenal, yang terkenal sangat pedas dalam ulasannya, mengunjungi sebuah restoran baru yang sedang naik daun. Ia memesan sup andalan mereka.

Setelah mencicipi satu sendok, ia memanggil pelayan dengan tatapan tajam. "Pelayan! Bisakah Anda panggilkan koki utama?"

Pelayan itu gemetar ketakutan, karena reputasi kritikus itu memang menakutkan. Tak lama, koki keluar dengan wajah tegang.

"Koki," kata kritikus itu datar. "Saya harus jujur. Sup ini... rasanya sangat familiar."

Koki itu sedikit lega. "Oh ya, Tuan? Apakah rasanya mengingatkan Anda pada masakan rumah?"

"Bukan masakan rumah," jawab kritikus itu sambil menyeruput lagi sedikit. "Rasanya mengingatkan saya pada air cucian piring yang saya minum saat saya masih kuliah dulu."

Koki itu hampir menangis. "Mohon maaf, Tuan. Kami akan memperbaikinya!"

Kritikus itu mengangkat tangannya. "Tunggu dulu. Saya belum selesai. Air cucian piring Anda tadi lebih enak dari sup ini."

Semoga cerita-cerita ringan ini berhasil memberikan jeda tawa dari kesibukan harian Anda! Kelucuan seringkali ditemukan di tempat yang paling tak terduga.

🏠 Homepage