Al-Qur'an, sebagai sumber hukum utama dalam Islam, mengandung berbagai ayat yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif. Pembahasan mengenai jumlah ayat dalam Al-Qur'an yang terkait dengan aspek hukum (syariat dan fiqh) telah menjadi topik kajian mendalam di kalangan ulama tafsir dan ushul fiqh selama berabad-abad. Menghitung secara pasti jumlah ayat hukum memerlukan metodologi yang jelas, sebab pemisahan antara ayat 'hukum' murni dan ayat 'moral/akidah' seringkali bersifat kontekstual.
Secara umum, ayat-ayat hukum (Ayat Ahkam) adalah ayat-ayat yang secara eksplisit mengandung perintah, larangan, batasan, atau penetapan mengenai tata cara berinteraksi antarmanusia (muamalah) dan hubungan manusia dengan Tuhannya (ibadah) yang memiliki konsekuensi legal formal. Ayat-ayat ini mencakup hukum pidana (jinayat), hukum perdata (muamalat seperti jual beli, warisan), hukum keluarga (nikah, talak), hingga aturan terkait makanan dan pakaian.
Ulama klasik seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dan Imam Al-Ghazali telah mencoba mengklasifikasikan ayat-ayat ini. Namun, konsensus mengenai angka pastinya seringkali bervariasi tergantung pada kriteria yang digunakan dalam pengkategorian.
Meskipun Al-Qur'an terdiri dari sekitar 6.236 ayat (tergantung penghitungan), para mufassir dan ahli ushul fiqh sering merujuk pada angka spesifik untuk ayat-ayat yang mengandung unsur penetapan hukum (Qath'i dan Zhanni). Salah satu hitungan yang paling sering dikutip, meskipun ada variasi, menunjukkan bahwa terdapat sekitar 500 hingga 600 ayat yang secara langsung berkaitan dengan hukum praktis atau norma legal.
Angka ini sering disebut sebagai "Ayat Ahkam." Angka 500 ini mencakup ayat-ayat yang berkaitan dengan:
Penting untuk dicatat bahwa meskipun jumlah ayat hukum secara spesifik mungkin hanya berkisar 500, ini tidak berarti bahwa ayat-ayat lain kurang penting. Sebagian besar Al-Qur'an berfokus pada akidah (tauhid), moralitas (akhlak), kisah-kisah perumpamaan, dan peringatan hari kiamat.
Para ulama menekankan bahwa ayat-ayat akidah dan akhlak adalah pondasi yang menjiwai seluruh hukum. Tanpa pemahaman spiritual dan moral yang benar, penerapan 500 ayat hukum tersebut akan kering dan tidak mencapai tujuan syariat, yaitu kemaslahatan (kesejahteraan) manusia. Sebagai contoh, perintah shalat dalam Al-Qur'an mungkin jumlahnya lebih sedikit dibandingkan ayat yang menjelaskan kisah nabi terdahulu, namun substansi implementasi ibadah tersebut tetap wajib dan mengikat.
Ayat hukum Al-Qur'an seringkali bersifat ringkas dan membutuhkan interpretasi mendalam. Karena hanya sekitar 10% dari total ayat Al-Qur'an yang secara langsung membahas aspek legal formal, umat Islam mengembangkan metodologi ijtihad untuk menghasilkan turunan hukum yang komprehensif. Metodologi ini melibatkan:
Dengan demikian, fokus pada jumlah ayat hukum membantu kita memahami bahwa Al-Qur'an menyediakan kerangka dasar (framework) yang kuat, sementara detail implementasinya dibangun melalui tradisi kenabian dan penalaran hukum Islam yang sahih. Meskipun angkanya relatif kecil dibandingkan total ayat, dampak dan cakupan hukum yang dibawa oleh ayat-ayat tersebut sangat luas dalam mengatur peradaban Islam.