Jaringan konektivitas udara di Nusantara
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang membentang luas dari Sabang hingga Merauke, memiliki kebutuhan infrastruktur transportasi yang masif dan terintegrasi. Salah satu tulang punggung utama dalam mobilitas antar pulau adalah sektor penerbangan, yang sangat bergantung pada keberadaan bandara. Pertanyaan mengenai jumlah bandara di Indonesia seringkali muncul, mengingat luasnya wilayah yang harus dilayani.
Data mengenai jumlah bandara di Indonesia tidak bersifat statis karena adanya pengembangan, pembangunan bandara baru, atau penutupan operasional fasilitas lama. Namun, secara umum, jumlah bandara yang dikelola dan beroperasi di Indonesia sangat signifikan, mencakup bandara internasional besar hingga lapangan terbang perintis yang melayani daerah terpencil.
Secara administratif dan fungsional, bandara di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori utama, yang dikelola oleh berbagai entitas seperti Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Kemenhub), PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), serta dikelola oleh pemerintah daerah atau TNI/Polri untuk keperluan khusus.
Menurut data terkini yang dihimpun dari berbagai sumber resmi otoritas penerbangan Indonesia, jumlah bandara di Indonesia yang tercatat aktif dan melayani penerbangan komersial maupun non-komersial (perintis) berada di angka yang cukup besar. Angka pastinya sering berfluktuasi, namun secara umum, jumlah bandara yang memiliki izin operasi dan landasan pacu yang memadai sering disebutkan melebihi 200 unit.
Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, konektivitas udara bukan hanya soal pariwisata atau bisnis, tetapi juga menyangkut urusan logistik, kesehatan, dan pemerataan pembangunan. Di sinilah peran jumlah bandara di Indonesia yang banyak menjadi sangat terasa dampaknya. Khususnya di wilayah timur Indonesia, bandara perintis berfungsi sebagai urat nadi kehidupan.
Infrastruktur ini memungkinkan distribusi bahan bakar, kebutuhan pokok, dan layanan medis darurat dapat menjangkau daerah yang sulit diakses melalui laut atau darat. Penerbangan perintis seringkali dioperasikan dengan pesawat kecil, namun dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat lokal sangat besar. Jika satu saja bandara perintis ditutup, isolasi wilayah tersebut bisa meningkat secara signifikan.
Mengelola dan mengembangkan jaringan bandara seluas ini menghadirkan tantangan besar. Tantangan utamanya meliputi:
Pemerintah Indonesia secara konsisten mendorong pembangunan dan modernisasi bandara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini termasuk peningkatan status bandara lokal menjadi bandara komersial, serta pembangunan bandara baru di lokasi-lokasi strategis yang berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, seperti pengembangan pariwisata super prioritas atau kawasan industri baru.
Meskipun angka pastinya selalu diperbarui oleh otoritas penerbangan, yang jelas adalah bahwa jumlah bandara di Indonesia mencerminkan ambisi negara ini untuk menjadi pemain utama dalam konektivitas udara regional dan domestik. Jaringan yang padat ini memastikan bahwa hampir setiap sudut Nusantara dapat terhubung melalui udara, mendukung visi Indonesia sebagai poros maritim dunia yang terintegrasi secara menyeluruh, termasuk melalui jalur udara.
Kesimpulannya, jumlah total bandara di Indonesia yang melayani berbagai fungsi terus bertambah dan berkembang seiring dengan kebutuhan mobilitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Jaringan ini merupakan aset vital yang menjaga keutuhan dan dinamika sosial-ekonomi kepulauan Nusantara.