Pertanyaan mengenai jumlah negara komunis di dunia adalah topik yang sering memicu perdebatan sengit, terutama karena definisi "komunis" itu sendiri dapat bervariasi secara signifikan. Secara historis, ideologi Marxisme-Leninisme pernah menaungi puluhan negara pasca Revolusi Bolshevik tahun 1917. Namun, peta politik global telah mengalami pergeseran drastis sejak runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin.
Ketika kita membicarakan negara komunis saat ini, kita biasanya merujuk pada negara-negara yang secara resmi diperintah oleh satu partai tunggal yang menganut ideologi Komunisme (biasanya variasi dari Marxisme-Leninisme atau Marxisme dengan penyesuaian lokal, seperti Maoisme atau Juche), dan mengklaim sedang dalam tahapan pembangunan sosialisme menuju komunisme.
Untuk menjawab pertanyaan ini secara akurat, kita harus membatasi kriteria. Dalam konteks hubungan internasional modern, jumlah negara yang diakui secara luas sebagai negara sosialis yang diperintah oleh partai komunis adalah relatif kecil. Negara-negara ini secara politik beroperasi di bawah sistem partai tunggal, di mana negara mengendalikan alat produksi utama dan menganut struktur politik yang terpusat.
Saat ini, lima negara yang paling sering dan konsisten diidentifikasi sebagai negara komunis atau sosialis yang diperintah oleh partai komunis adalah:
Oleh karena itu, jawaban paling umum berdasarkan kriteria pemerintahan partai tunggal dan ideologi resmi adalah lima negara. Angka ini stabil dalam beberapa dekade terakhir, meskipun dinamika internal di beberapa negara tersebut telah mengalami perubahan ekonomi yang substansial.
Menariknya, meskipun secara politik mereka tetap di bawah kendali partai komunis, lanskap ekonomi mereka telah berevolusi jauh dari model komunisme klasik ala Soviet. Tiongkok, Vietnam, dan Laos telah mengadopsi reformasi pasar yang signifikan, sering disebut sebagai "sosialisme berkarakter pasar" atau "ekonomi pasar sosialis". Reformasi ini telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, namun juga memperkenalkan kesenjangan sosial yang besar, sebuah paradoks yang sering dikritik oleh puritan Marxis.
Di sisi lain spektrum, Korea Utara mempertahankan sistem ekonomi yang sangat terpusat, tertutup, dan didasarkan pada ideologi Juche (swasembada), yang menjadikannya kasus paling unik dan terisolasi. Kuba, meskipun baru-baru ini mulai membuka diri pada investasi asing dan sektor swasta terbatas, masih mempertahankan struktur ekonomi yang didominasi negara.
Penting untuk membedakan negara-negara di atas dengan negara-negara yang memiliki pemerintahan sosialis namun tidak diperintah oleh partai komunis, seperti beberapa negara di Amerika Latin atau Eropa Utara. Negara-negara Eropa Utara, misalnya, sering disebut "sosialis" karena tingginya tingkat jaminan sosial dan intervensi negara dalam ekonomi (negara kesejahteraan), namun mereka beroperasi penuh dalam sistem demokrasi multipartai dan ekonomi pasar kapitalis.
Negara-negara yang diperintah oleh partai komunis (lima negara di atas) memiliki karakteristik kunci yang membedakannya: penolakan formal terhadap demokrasi multipartai, kepemimpinan historis oleh partai yang menganut Marxisme-Leninisme, dan kepemilikan negara atas aset produksi skala besar (meskipun kepemilikan ini kini dibagi dengan sektor swasta yang berkembang pesat di beberapa negara).
Meskipun tantangan ekonomi, tekanan geopolitik, dan adaptasi ideologi yang konstan, jumlah negara yang secara politik dikelola oleh partai komunis saat ini tetap pada lima negara. Angka ini mencerminkan stabilitas relatif struktur kekuasaan politik inti di negara-negara tersebut, meskipun transformasi ekonomi yang mereka jalani membuat garis batas antara "komunisme" dan "sosialisme pasar" menjadi semakin kabur di mata pengamat internasional.
Perkembangan di masa depan, terutama terkait dengan integrasi Tiongkok dan Vietnam ke dalam rantai pasok global, akan terus menentukan bagaimana model politik partai tunggal ini berinteraksi dengan sistem ekonomi dunia yang didominasi oleh kapitalisme.