Ketika Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, fondasi negara yang baru lahir ini harus segera diatur dan dilembagakan agar eksistensinya diakui, baik di mata rakyatnya sendiri maupun di mata dunia internasional. Salah satu langkah krusial dalam pembentukan struktur pemerintahan adalah penetapan wilayah administratif dasar. Dalam konteks ini, landasan awal pembagian wilayah negara terpusat pada penetapan jumlah provinsi yang akan menjadi unit administrasi pertama di bawah pemerintahan pusat.
Sebuah fakta historis yang penting untuk dicatat adalah bahwa jumlah provinsi di Indonesia saat kemerdekaan pada 1945 adalah delapan. Angka ini bukanlah hasil pembagian administratif yang permanen, melainkan sebuah titik awal yang disesuaikan dengan kondisi geografis, demografis, dan politik yang sangat dinamis pasca-penjajahan. Delapan provinsi ini dipilih sebagai kerangka awal untuk memastikan bahwa seluruh wilayah kepulauan yang luas dapat terwakili dan terjangkau oleh otoritas pemerintah yang baru terbentuk di Jakarta.
Ilustrasi pembagian wilayah administratif awal Republik Indonesia.
Penetapan awal delapan provinsi ini didasarkan pada keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang mengesahkan pembagian wilayah berdasarkan bekas keresidenan atau wilayah administratif kolonial Belanda yang ada sebelum pendudukan Jepang. Pembagian ini merupakan kompromi politis dan logistik tercepat untuk segera menjalankan roda pemerintahan. Keputusan ini tertuang dalam penetapan sementara sebelum konstitusi yang lebih permanen dapat disahkan sepenuhnya.
Tujuan utama dari pembentukan delapan unit ini adalah untuk memastikan adanya representasi politik dan kehadiran pemerintah pusat di wilayah-wilayah utama Nusantara. Setiap provinsi diberikan kepala daerah yang ditunjuk untuk sementara waktu, yang kemudian bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat di ibu kota negara. Ini adalah upaya tegas untuk menegaskan kedaulatan atas seluruh teritori yang diproklamasikan.
Meskipun detail mengenai siapa yang memimpin masing-masing wilayah sangat penting, fokus utama saat itu adalah pada pembagian geografis. Delapan provinsi awal tersebut meliputi:
Pembagian ini menunjukkan bahwa pada masa awal perjuangan mempertahankan kemerdekaan, wilayah yang paling padat penduduknya—Jawa—dibagi menjadi tiga bagian untuk mempermudah administrasi dan mengelola potensi gejolak politik lokal yang signifikan. Sementara itu, wilayah kepulauan yang luas seperti Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia bagian timur dikelompokkan menjadi satu kesatuan administratif yang besar.
Penting untuk dipahami bahwa penetapan delapan provinsi ini bersifat sementara dan adaptif. Seiring berjalannya waktu, terutama selama periode Revolusi Fisik melawan upaya Belanda untuk kembali berkuasa, struktur wilayah ini mengalami penyesuaian yang konstan. Perubahan status wilayah, pemekaran, bahkan penggabungan kembali terjadi bergantung pada situasi militer dan politik yang dihadapi oleh Republik Indonesia.
Sebagai contoh, setelah pengakuan kedaulatan yang lebih definitif, wilayah-wilayah ini mulai dikonsolidasikan dan disempurnakan. Namun, delapan provinsi ini tetap menjadi warisan fundamental. Mereka mewakili komitmen para pendiri bangsa untuk menyelenggarakan pemerintahan yang terstruktur dan terdistribusi meskipun dalam kondisi yang sangat sulit. Angka delapan ini menjadi penanda historis mengenai bagaimana Republik pertama kali membagi dan mengatur tanah airnya yang sangat heterogen.
Struktur awal ini kemudian berevolusi melalui berbagai undang-undang dan keputusan presiden, menghasilkan penambahan provinsi secara bertahap, mencerminkan pertumbuhan populasi, perkembangan ekonomi, dan tuntutan otonomi daerah yang kian menguat di berbagai kawasan kepulauan. Memahami bahwa jumlah provinsi di Indonesia saat kemerdekaan pada 1945 adalah delapan memberikan perspektif penting tentang keterbatasan sekaligus keberanian para pendiri bangsa dalam membangun fondasi negara dari nol, di tengah ancaman disintegrasi dan intervensi asing.
Pembentukan unit-unit administratif awal ini merupakan langkah vital dalam konsolidasi kekuasaan. Tanpa pembagian wilayah yang jelas, upaya untuk mengumpulkan sumber daya, memobilisasi pertahanan, dan menyelenggarakan pelayanan publik bagi seluruh rakyat Indonesia akan menjadi mustahil. Oleh karena itu, delapan provinsi perdana ini adalah cikal bakal dari peta administrasi Indonesia yang kita kenal saat ini.