Menelusuri landasan hukum dan karakteristik unik dari wilayah-wilayah istimewa Indonesia.
Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat majemuk, baik dari segi suku, budaya, adat istiadat, maupun sejarah. Untuk menghargai keunikan ini, Konstitusi Indonesia memberikan landasan hukum bagi beberapa wilayah untuk memiliki status otonomi yang berbeda, seringkali disebut sebagai status khusus atau istimewa. Status ini memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengatur urusan rumah tangga mereka dibandingkan dengan provinsi reguler lainnya.
Pertanyaan mendasar mengenai jumlah provinsi di Indonesia yang memiliki status khusus istimewa memerlukan pemahaman terhadap regulasi utama yang mengaturnya, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), serta Undang-Undang spesifik yang mengaturnya.
Saat ini, secara resmi diakui terdapat **empat (4)** provinsi yang memegang status khusus atau istimewa, masing-masing diatur oleh Undang-Undang tersendiri yang menjabarkan hak dan kewenangan unik mereka:
Perlu dicatat bahwa status-status ini memiliki dasar historis dan filosofis yang berbeda-beda. Misalnya, status DIY berakar dari sejarah Kesultanan dan Kadipaten yang melepaskan diri dari kolonialisme. Sementara itu, status DKI Jakarta erat kaitannya dengan perannya sebagai pusat pemerintahan nasional.
DIY merupakan satu-satunya provinsi yang dipimpin oleh Sultan sebagai Sultan Yogyakarta yang secara otomatis menjabat sebagai Gubernur. Keistimewaan ini diatur secara tegas dalam UU No. 13 Tahun 2012. Pengaturan keistimewaan meliputi hak untuk mengatur urusan pemerintahan di bidang keistimewaan, meliputi kelembagaan Kesultanan dan Kasultanan, serta tata ruang keistimewaan.
Sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan bisnis negara, Jakarta memiliki status khusus yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 2022 (menggantikan UU sebelumnya). Status ini memberikan kewenangan otonomi yang lebih luas, terutama dalam hal pengelolaan urusan pemerintahan daerah dan kedudukan sebagai kota global. Meskipun statusnya sering disebut ‘Daerah Khusus’, kewenangannya adalah bagian dari kerangka istimewa yang ditetapkan undang-undang.
Status istimewa Aceh berlandaskan pada sejarah panjang perjuangan kemerdekaan dan penegasan penerapan Syariat Islam sebagai pedoman hidup. Diatur dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, provinsi ini memiliki hak otonomi lebih luas, terutama dalam implementasi kehidupan beragama dan pembentukan lembaga peradilan yang berdasarkan hukum Islam.
Status Khusus Papua (diatur UU No. 21 Tahun 2001 dan pembaruannya) berfokus pada perlindungan hak-hak dasar penduduk asli Papua, termasuk pengakuan terhadap hukum adat, dan kewenangan untuk mengatur sendiri sistem politik, ekonomi, serta sosial budayanya. Dengan adanya pemekaran menjadi beberapa provinsi baru di Papua, semangat otonomi khusus ini diharapkan tetap menjadi landasan utama bagi wilayah-wilayah tersebut, meskipun regulasi spesifik untuk provinsi baru tersebut sedang berjalan atau telah ditetapkan.
Pemberian status khusus dan istimewa bukan sekadar formalitas administratif. Ini adalah pengakuan negara terhadap kontribusi historis, keberadaan akar budaya yang kuat, dan kebutuhan regulasi yang spesifik agar pembangunan dapat berjalan selaras dengan identitas lokal. Tanpa kerangka hukum khusus ini, kekayaan adat istiadat dan struktur pemerintahan tradisional berisiko tergerus oleh kebijakan nasional yang bersifat seragam.
Oleh karena itu, menjawab pertanyaan inti, jumlah provinsi di Indonesia yang memiliki status khusus istimewa adalah empat provinsi yang diatur oleh undang-undang tersendiri, dengan masing-masing wilayah mengelola otonomi unik mereka sesuai mandat konstitusional yang diberikan.