Menentukan jumlah penutur bahasa di seluruh dunia merupakan tugas yang kompleks, namun sangat penting untuk memahami keragaman linguistik global. Data yang akurat memerlukan metodologi yang konsisten, terutama dalam membedakan antara penutur asli (L1) dan penutur bahasa kedua (L2). Tanpa pemisahan yang tepat, perbandingan antar bahasa bisa sangat menyesatkan.
Seringkali, sumber data yang berbeda memberikan angka yang bervariasi drastis. Hal ini disebabkan oleh perbedaan definisi 'penutur'. Apakah bahasa dianggap dituturkan secara fungsional? Bagaimana dengan dialek yang sangat berbeda tetapi secara resmi diklasifikasikan sebagai satu bahasa? Untuk mencapai ketepatan, perlu merujuk pada sumber-sumber resmi seperti survei sensus nasional yang terbaru dan lembaga penelitian bahasa yang bereputasi tinggi.
Salah satu tantangan terbesar adalah negara-negara dengan populasi besar dan bahasa minoritas yang tidak terhitung. Misalnya, di negara-negara Afrika atau Asia Selatan, banyak bahasa yang hanya dituturkan oleh komunitas kecil dan tidak pernah didokumentasikan secara resmi dalam sensus nasional. Angka yang sering dikutip biasanya hanya mencakup bahasa resmi atau bahasa dominan.
Selain itu, penting untuk selalu mencatat konteks angka tersebut. Bahasa Inggris, misalnya, seringkali menempati peringkat teratas dalam hal jumlah penutur total (L1 + L2). Namun, jika kita hanya melihat penutur asli (L1), bahasa Mandarin atau Spanyol mungkin mendominasi. Membandingkan data yang tidak setara ini—seperti membandingkan L1 Mandarin dengan L1+L2 Inggris—adalah akar dari banyak ketidakakuratan populer.
Meskipun angka pasti selalu fluktuatif, berikut adalah gambaran umum mengenai beberapa bahasa dengan jumlah penutur terbesar di dunia, dengan penekanan pada upaya membedakan penutur asli dan total:
Perlu diperhatikan bahwa angka untuk bahasa seperti Arab sangat dipengaruhi oleh bagaimana dialek lokal (seperti Mesir, Maghreb, atau Levant) dihitung. Dalam beberapa klasifikasi linguistik, dialek-dialek ini dianggap bahasa terpisah. Demikian pula, kategori "Hindi" seringkali menyerap berbagai bahasa Indo-Arya lainnya yang digunakan di India Utara.
Salah satu contoh menarik dalam perbandingan ini adalah Bahasa Indonesia (dan kerabatnya, Bahasa Melayu). Meskipun jumlah penutur asli (L1) Bahasa Indonesia relatif kecil dibandingkan raksasa seperti Mandarin atau Spanyol, total penuturnya melonjak tinggi. Fenomena ini terjadi karena keberhasilan Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (L2) yang dominan di kepulauan yang sangat beragam. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai lingua franca, menjembatani ratusan kelompok etnis yang berbeda. Akurasi data di sini bergantung pada seberapa banyak sensus nasional secara eksplisit menanyakan apakah responden menggunakan bahasa tersebut untuk komunikasi sehari-hari, terlepas dari bahasa etnis mereka.
Kesimpulannya, membandingkan jumlah penutur bahasa secara tepat memerlukan pemahaman mendalam mengenai metodologi pengumpulan data—apakah data tersebut mencakup L1 saja atau L1+L2—dan pengakuan atas kompleksitas linguistik di wilayah-wilayah dengan keragaman tinggi. Hanya dengan transparansi metodologis inilah perbandingan global dapat dianggap akurat dan bermakna.