Periode Orde Baru, yang berlangsung kurang lebih selama tiga dekade di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, merupakan masa penting dalam sejarah administrasi wilayah Indonesia. Salah satu isu sentral dalam pembangunan negara kesatuan ini adalah penataan kembali pembagian wilayah administratif, terutama terkait dengan pembentukan dan pemekaran provinsi. Memahami **pada masa orde baru jumlah provinsi di indonesia adalah** berapa, memerlukan penelusuran kronologis terhadap kebijakan desentralisasi dan integrasi wilayah yang dilakukan pemerintah.
Ilustrasi skematis pembagian wilayah administrasi di masa Orde Baru.
Titik Awal dan Konsolidasi Wilayah
Ketika Orde Baru dimulai secara resmi, Indonesia telah memiliki sejumlah provinsi yang diwariskan dari masa-masa sebelumnya, termasuk hasil penggabungan atau pemekaran yang terjadi pada era Demokrasi Terpimpin. Pemerintah Orde Baru berfokus pada stabilitas politik dan pembangunan ekonomi terpusat. Dalam konteks administrasi, hal ini berarti menjaga integritas wilayah sambil melakukan penataan ulang untuk efektivitas pemerintahan.
Pada awal rezim Orde Baru, jumlah provinsi masih relatif kecil. Namun, seiring berjalannya waktu, terutama setelah periode konsolidasi awal, pemerintah mulai merespons tuntutan pembangunan daerah dan tantangan keamanan yang spesifik di beberapa wilayah. Pemekaran provinsi pada masa ini sering kali bertujuan untuk memperpendek rentang kendali birokrasi dari pusat ke daerah, serta untuk mengakomodasi kepentingan etnis atau geografis tertentu yang merasa kurang terwakili dalam struktur provinsi yang besar.
Daftar Provinsi Kunci yang Dibentuk
Salah satu faktor kunci dalam menentukan **pada masa orde baru jumlah provinsi di indonesia adalah** melihat daftar pemekaran yang terjadi. Beberapa pemekaran signifikan yang terjadi di bawah Orde Baru antara lain:
- Pemekaran di Pulau Sumatera: Pembentukan provinsi baru sering kali bertujuan untuk memecah provinsi yang terlalu luas secara geografis, seperti pemekaran yang kemudian menghasilkan beberapa provinsi yang kita kenal saat ini dari provinsi induk yang lebih besar.
- Pemekaran di Indonesia Timur: Wilayah timur Indonesia, dengan tantangan geografis dan logistik yang unik, menjadi fokus pemekaran demi efisiensi administrasi pembangunan. Pembentukan provinsi baru di sini seringkali dilakukan untuk meningkatkan alokasi dana pembangunan (Inpres Desa/Kabupaten) dan memperkuat kehadiran negara.
- Isu Timor Timur: Walaupun Timor Timur (sekarang Timor Leste) sempat menjadi provinsi ke-27 Indonesia selama pendudukan, statusnya berbeda dan secara administratif terpisah dari struktur provinsi domestik utama, namun keberadaannya menambah dinamika perhitungan wilayah pada periode tersebut.
Transisi administrasi ini sangat terpusat. Keputusan pemekaran tidak hanya berdasarkan pertimbangan demografi atau geografi semata, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh pertimbangan politik keamanan dan sentralisasi kekuasaan yang menjadi ciri khas Orde Baru.
Angka Akhir Menjelang Transisi
Menjelang akhir periode kekuasaan Presiden Soeharto, tepatnya pada pertengahan tahun 1990-an, jumlah provinsi di Indonesia telah bertambah signifikan dibandingkan awal kekuasaan Orde Baru. Melalui serangkaian Keputusan Presiden dan Undang-Undang, Indonesia berhasil membentuk provinsi-provinsi baru.
Secara umum, **pada masa orde baru jumlah provinsi di indonesia adalah** stabil di angka 27 provinsi (termasuk Timor Timur yang statusnya berbeda). Pembentukan dua provinsi terakhir yang diresmikan sebelum jatuhnya rezim Orde Baru adalah Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Banten, yang keduanya disahkan pada akhir dekade 1990-an. Provinsi-provinsi ini merupakan hasil dari proses panjang penataan wilayah yang dipandang perlu untuk mendukung percepatan pembangunan di daerah-daerah yang memiliki potensi namun terkendala oleh bentang alam yang luas.
Penataan provinsi di era Orde Baru meninggalkan warisan penting: meskipun tujuannya adalah sentralisasi efisiensi, secara tidak langsung, pemekaran ini meletakkan fondasi bagi desentralisasi yang lebih luas yang kemudian diimplementasikan secara masif pada era Reformasi. Jumlah provinsi di masa itu merefleksikan upaya pemerintah pusat untuk mengelola negara kepulauan yang sangat besar dengan struktur komando yang terpusat.