Permulaan Hitung Kalender Masehi: Menguak Titik Nol

Ilustrasi: Penanda waktu dan revolusi bumi.

Setiap kali kita melihat angka tahun, entah itu dalam percakapan sehari-hari, dokumen penting, atau bahkan dalam pemberitaan, kita menggunakan sebuah sistem penanggalan yang telah mendunia: Kalender Masehi. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak untuk merenungkan: permulaan hitung kalender Masehi berdasarkan pada apa? Siapa yang menetapkan titik nol ini, dan bagaimana ia bisa begitu mengakar dalam peradaban modern kita?

Sejarah di balik penetapan awal mula kalender Masehi bukanlah sebuah peristiwa tunggal yang terjadi seketika. Ini adalah sebuah proses yang melibatkan para cendekiawan, para rohaniwan, dan perubahan cara pandang terhadap waktu. Inti dari penentuan tahun Masehi adalah upaya untuk mengaitkan perhitungan waktu dengan sebuah peristiwa sentral dalam ajaran Kristen, yaitu kelahiran Yesus Kristus. Namun, penentuan tahun kelahiran ini sendiri merupakan sebuah proses kalkulasi yang kompleks di kemudian hari, bukan peristiwa yang dicatat pada masa kelahiran itu sendiri.

Tokoh utama yang sering dikaitkan dengan upaya standarisasi penanggalan Masehi adalah seorang biarawan bernama Dionysius Exiguus. Pada abad ke-6 Masehi, Dionysius tinggal di Roma dan merupakan seorang sarjana yang ahli dalam bidang matematika, astronomi, dan teologi. Pada masanya, Kekaisaran Romawi menggunakan berbagai sistem penanggalan, termasuk penanggalan berdasarkan masa pemerintahan konsul atau kaisar yang berkuasa. Sistem ini tentu saja tidak stabil dan sering berubah seiring pergantian kekuasaan.

Dionysius ditugaskan untuk membuat sebuah tabel perhitungan Paskah yang konsisten. Paskah adalah perayaan penting dalam tradisi Kristen, dan perhitungannya didasarkan pada siklus bulan dan musim semi. Untuk membuat tabel ini akurat dan dapat diandalkan untuk masa depan, Dionysius merasa perlu adanya sebuah titik referensi waktu yang tetap dan universal. Ia kemudian mengusulkan untuk mengganti sistem penanggalan yang ada dengan sistem yang didasarkan pada tahun inkarnasi (kelahiran) Kristus. Dengan kata lain, ia ingin menggunakan momen kelahiran Kristus sebagai awal dari hitungan tahun.

Proses Penentuan Tahun Kelahiran Kristus

Tantangan terbesar bagi Dionysius adalah menentukan kapan tepatnya Yesus Kristus dilahirkan. Perjanjian Baru tidak memberikan catatan tahun yang spesifik. Para ahli memperkirakan bahwa kelahiran Yesus terjadi beberapa tahun sebelum tahun 4 Masehi, atau bahkan lebih awal lagi, sekitar tahun 6 hingga 4 Sebelum Masehi, berdasarkan catatan sejarah dan astronomi pada masa itu, seperti masa pemerintahan Herodes Agung. Namun, Dionysius, berdasarkan penafsirannya atas berbagai sumber dan perhitungan matematis-astronomis yang tersedia baginya, menetapkan tahun 1 Masehi sebagai tahun kelahiran Kristus. Ia memulainya dari tahun ke-1 Anno Domini (AD), yang berarti "pada tahun Tuhan kita".

Penting untuk dicatat bahwa penetapan Dionysius ini bukanlah sebuah keputusan yang langsung diterima secara universal. Butuh waktu berabad-abad agar penanggalan Anno Domini (AD) atau Masehi benar-benar diadopsi secara luas di seluruh Eropa. Baru pada abad ke-8 Masehi, Beda Venerabilis, seorang biarawan dan sejarawan Inggris, menggunakan sistem penanggalan Dionysius dalam karyanya dan membantu mempopulerkannya. Perlahan namun pasti, sistem ini menggantikan berbagai sistem penanggalan lokal yang digunakan sebelumnya.

Dalam perkembangannya, istilah AD (Anno Domini) kemudian dilengkapi dengan istilah BC (Before Christ) untuk tahun-tahun sebelum titik nol yang ditetapkan Dionysius. Namun, untuk menghindari nuansa keagamaan yang terlalu kuat dan agar lebih inklusif secara global, kini sering digunakan istilah CE (Common Era) sebagai pengganti AD, dan BCE (Before Common Era) sebagai pengganti BC. Walaupun demikian, inti perhitungannya tetap sama: titik nol merujuk pada perkiraan tahun kelahiran Kristus seperti yang dihitung oleh Dionysius Exiguus.

Jadi, ketika kita bertanya permulaan hitung kalender Masehi berdasarkan pada apa?, jawabannya mengarah pada sebuah upaya historis dan teologis yang dilakukan oleh para cendekiawan di masa lalu untuk memberikan sebuah standar waktu yang universal. Titik nol tersebut bukanlah sebuah momen alamiah seperti peristiwa kosmik, melainkan sebuah penanda waktu yang dipilih berdasarkan signifikansi agama bagi sebagian besar peradaban yang kemudian mengadopsinya. Meskipun penentuan tahun kelahiran itu sendiri mungkin tidak sepenuhnya akurat secara historis sesuai standar modern, konsistensi dan universalitas penanggalan Masehi telah menjadikannya tulang punggung komunikasi dan administrasi global selama berabad-abad.

Kisah Dionysius Exiguus dan penetapan kalender Masehi ini mengajarkan kita betapa waktu adalah konstruksi sosial dan budaya yang dapat berubah dan dibentuk. Ia juga menunjukkan bagaimana sebuah gagasan, meskipun awalnya mungkin hanya untuk tujuan spesifik seperti perhitungan Paskah, dapat memiliki dampak jangka panjang yang luar biasa pada peradaban manusia.

🏠 Homepage