Ilustrasi sederhana yang melambangkan rumah, amanah, dan perlindungan.
Surah An Nisa (Wanita) merupakan surah keempat dalam Al-Qur'an yang memiliki banyak penekanan pada aspek kemasyarakatan, hak-hak wanita, dan perlindungan terhadap kaum yang lemah. Di antara ayat-ayat penting di dalamnya, terdapat Surah An Nisa ayat 6, yang menjadi landasan krusial mengenai tanggung jawab terhadap harta anak yatim dan uji coba terhadap akal mereka. Ayat ini bukan sekadar perintah, melainkan sebuah panduan moral dan etika yang mendalam bagi setiap Muslim.
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبَدَرًا أَنْ يَكْبُرُوا ۚ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
"Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka siap menikah; kemudian jika menurutmu mereka sudah cerdas (dewasa), serahkanlah kepada mereka harta bendanya. Dan janganlah kamu memakannya (hartanya) sebelum mereka dewasa dan (janganlah kamu) tergesa-gesa memakannya karena khawatir akan menjadi dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara) mampu, maka hendaklah ia menjaga diri (dari memakan harta anak yatim), dan barangsiapa miskin, maka bolehlah ia memakan sebahagiannya menurut cara yang patut. Kemudian apabila kamu sudah menyerahkan harta benda mereka kepadanya, maka persaksikanlah dengan mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (perhitungan)."
Surah An Nisa ayat 6 dapat dipecah menjadi beberapa poin penting yang memberikan gambaran komprehensif tentang pengelolaan harta anak yatim:
Makna yang terkandung dalam Surah An Nisa ayat 6 sangatlah relevan bahkan di era modern ini. Islam telah memberikan perhatian luar biasa terhadap perlindungan anak yatim jauh sebelum konsep hak anak modern berkembang. Ayat ini mengajarkan kita tentang konsep amanah, tanggung jawab, dan keadilan.
Dalam konteks kekinian, ayat ini mengingatkan para wali atau pengasuh anak yatim untuk tidak menyalahgunakan harta anak didiknya. Pengelolaan harta tersebut haruslah profesional, transparan, dan demi kepentingan terbaik anak yatim itu sendiri. Ujian dan pengamatan terhadap kematangan anak yatim juga bisa diinterpretasikan sebagai proses edukasi dan pembekalan agar mereka siap menghadapi dunia ketika dewasa nanti.
Lebih dari itu, ayat ini juga mencerminkan keseimbangan dalam Islam. Di satu sisi, ada larangan keras terhadap pemborosan dan pemanfaatan harta yatim secara tidak adil. Di sisi lain, ada kelonggaran bagi mereka yang miskin untuk mengambil sebagian kecil dari harta tersebut sebagai bentuk kompensasi atas jerih payah mereka dalam merawat, asalkan dilakukan dengan cara yang patut dan tidak merugikan hak anak yatim.
Konsep "rusyd" (kecerdasan atau kematangan) yang disebutkan dalam ayat juga memberikan ruang interpretasi yang luas. Ini bukan hanya soal kecerdasan akademis, melainkan juga kematangan emosional, spiritual, dan kemampuan mengambil keputusan yang bijak. Proses mendidik anak yatim agar mencapai "rusyd" inilah yang menjadi tantangan sekaligus kewajiban bagi para pemeliharanya.
Ayat ini secara implisit juga mengajarkan tentang pentingnya perencanaan keuangan dan warisan yang adil. Dengan adanya perintah untuk mencatat dan bersaksi saat penyerahan harta, Islam mendorong terciptanya sistem yang akuntabel. Ini adalah bentuk pencegahan agar tidak terjadi kesalahpahaman atau bahkan sengketa di kemudian hari, yang semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Memahami dan mengamalkan Surah An Nisa ayat 6 bukan hanya kewajiban bagi umat Islam, tetapi juga merupakan cerminan dari nilai-nilai kemanusiaan universal yang menjunjung tinggi perlindungan terhadap kaum yang rentan. Ini adalah bukti bahwa Al-Qur'an tidak hanya mengatur hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta, tetapi juga hubungan horizontal antar sesama manusia, dengan prinsip keadilan dan kasih sayang sebagai landasannya.