Surat An-Nas (Manusia), surat ke-114 dan yang terakhir dalam susunan Mushaf Al-Qur'an, memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Bukan hanya karena posisinya sebagai penutup wahyu ilahi, tetapi juga karena konteks historis dan fungsi spiritualnya yang mendalam. Salah satu aspek paling penting dari surat ini adalah mengetahui surat an nas diturunkan, yang erat kaitannya dengan perlindungan Nabi Muhammad SAW dari gangguan sihir atau gangguan gaib lainnya.
Latar Belakang Penurunan An-Nas
Para ulama tafsir sepakat bahwa Surat An-Nas, bersama dengan Surat Al-Falaq (yang sering disebut sebagai Mu'awwidzatain atau dua penolong), diturunkan ketika Nabi Muhammad SAW mengalami cobaan yang sangat berat. Meskipun sumber-sumber sejarah berbeda pendapat mengenai detail waktu pastinya, konsensus umum adalah bahwa wahyu ini turun sebagai respons terhadap sihir yang dikenakan kepadanya oleh seorang tokoh dari suku Yahudi bernama Labid bin Al-A'sham.
Menurut riwayat yang populer, sihir tersebut mempengaruhi Nabi hingga beliau merasakan adanya gejala sakit atau kelupaan, meskipun beliau tetap menjalankan tugas kenabiannya. Gangguan ini dirasakan sangat mengganggu ketenangan batin beliau. Ketika kondisi ini mencapai puncaknya, Allah SWT menurunkan dua surat pelindung ini secara bersamaan melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Fungsi Perlindungan dalam Wahyu
Kisah penurunan ini menggarisbawahi fungsi utama dari Surat An-Nas: memohon perlindungan total. Surat ini memerintahkan orang beriman untuk berlindung kepada Allah, Tuhan pemelihara seluruh umat manusia, dari tiga entitas negatif utama:
- Al-Waswas Al-Khannas (Bisikan yang Tersembunyi): Ini merujuk kepada setan atau jin yang membisikkan kejahatan dan kemudian bersembunyi ketika seseorang mengingat Allah.
- Al-Jinnati (Setan dari Golongan Jin): Gangguan yang datang dari makhluk halus golongan jin.
- An-Nas (Manusia): Gangguan yang datang dari sesama manusia, baik melalui sihir, fitnah, hasad (dengki), maupun provokasi jahat lainnya.
Fakta bahwa surat ini secara eksplisit menyebutkan perlindungan dari kejahatan manusia menunjukkan universalitas ancaman yang dihadapi umat manusia, bukan hanya ancaman gaib semata.
Kandungan Pokok dan Kedudukan Surat An-Nas
Struktur Surat An-Nas sangat ringkas namun padat makna. Setelah pembukaan dengan tiga sifat utama Allah (Rabb, Malik, Ilah), surat ini mengarahkan fokus permohonan perlindungan secara spesifik.
Ayat pertama, "Qul a'udzu bi Rabbin-nas," adalah seruan untuk mencari perlindungan hanya kepada Rabb (Penguasa) seluruh manusia. Ayat kedua, "Malikin-nas," menegaskan kekuasaan mutlak Allah atas mereka. Dan ayat ketiga, "Ilahin-nas," menegaskan bahwa hanya Dialah satu-satunya sesembahan yang berhak disembah. Tiga ayat awal ini membangun fondasi tauhid yang kokoh sebelum memohon perlindungan.
Puncak permintaan perlindungan terdapat pada tiga ayat terakhir yang fokus pada sumber kejahatan, seperti yang telah dijelaskan di atas. Ketika seorang Muslim membaca surat ini, ia sedang menegaskan bahwa semua sumber kejahatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, berada di bawah kekuasaan mutlak Allah SWT, sehingga hanya Dia yang mampu menyingkirkannya.
An-Nas dalam Praktik Kehidupan Sehari-hari
Kisah surat an nas diturunkan tidak hanya menjadi catatan sejarah, tetapi juga panduan praktis. Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan pembacaan surat ini bersama Al-Falaq dan Al-Ikhlas sebagai wirid harian, terutama setelah salat dan sebelum tidur.
Amalan ini mengajarkan bahwa pertahanan terbaik melawan kegelapan dunia dan akhirat adalah ketergantungan total pada Tuhan semesta alam. Ketika kita menyadari bahwa bisikan jahat (waswas) datang dari jin dan manusia yang jahat, kita diperintahkan untuk tidak panik, tetapi segera berlindung kepada Rabb, Raja, dan Ilah manusia, yang kekuasaannya meliputi segala sesuatu. Dengan demikian, An-Nas menjadi benteng spiritual yang dapat diakses oleh setiap Muslim kapan pun dan di mana pun mereka membutuhkan ketenangan dari ancaman eksternal maupun internal.