Surat An-Nisa Ayat 148: Mengungkap Makna dan Hikmah di Balik Larangan Mengeraskan Suara

Dalam lautan ayat-ayat Al-Qur'an, terdapat banyak permata hikmah yang terkandung di dalamnya. Salah satunya adalah Surat An-Nisa ayat 148, sebuah ayat yang seringkali disalahpahami atau bahkan diabaikan dalam keseharian umat Muslim. Ayat ini secara tegas melarang perbuatan mengumbar keburukan atau perkataan buruk secara terang-terangan, kecuali bagi mereka yang teraniaya.

An-Nisa (4): 148

Teks Ayat dan Terjemahannya

Mari kita simak teks ayat dan terjemahannya agar pemahaman kita semakin mendalam:

لَا يُحِبُّ ٱللَّهُ ٱلْجَهْرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Artinya: "Allah tidak menyukai perkataan buruk yang diucapkan secara terus terang kecuali oleh orang yang teraniaya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Analisis Makna Surat An-Nisa Ayat 148

Ayat ini membawa pesan yang sangat fundamental mengenai adab berbicara dan menjaga lisan. Frasa "perkataan buruk yang diucapkan secara terus terang" (ٱلْجَهْرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلْقَوْلِ) mencakup berbagai bentuk ucapan yang tidak pantas. Ini bisa berupa:

Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa Dia tidak menyukai perbuatan tersebut. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga lisan dalam ajaran Islam. Lisan adalah salah satu anggota tubuh yang paling besar potensinya untuk berbuat dosa, namun juga bisa menjadi sumber kebaikan yang luar biasa jika digunakan dengan bijak.

Pengecualian: "Kecuali Oleh Orang yang Teraniaya"

Namun, Allah SWT memberikan satu pengecualian yang sangat penting. Yaitu, bagi "orang yang teraniaya" (إِلَّا مَنْ ظُلِمَ). Siapa yang dimaksud dengan orang yang teraniaya?

Para ulama menafsirkan "orang yang teraniaya" sebagai seseorang yang telah mengalami kedzaliman atau perlakuan buruk yang nyata. Dalam kondisi ini, mereka diperbolehkan untuk mengungkapkan ketidakadilan yang mereka alami, bahkan mungkin dengan sedikit meninggikan suara, agar pihak yang berwenang atau masyarakat luas mengetahui dan dapat memberikan pertolongan atau keadilan. Pengecualian ini bukanlah untuk balas dendam atau memperkeruh suasana, melainkan sebagai bentuk pembelaan diri dan upaya mencari keadilan.

Penting untuk digarisbawahi bahwa "mengungkapkan keburukan" dalam konteks ini bukanlah ajang untuk menyebarkan fitnah atau membuka aib orang lain secara membabi buta. Pengecualian ini sangat terbatas dan harus digunakan dengan pertimbangan matang, serta hanya untuk tujuan yang dibenarkan oleh syariat.

Hikmah dan Relevansi di Era Modern

Pesan dalam Surat An-Nisa ayat 148 memiliki relevansi yang sangat kuat di era digital saat ini. Media sosial dan internet telah membuka peluang luas untuk menyebarkan informasi, namun juga mempermudah penyebaran perkataan buruk, ujaran kebencian, dan fitnah. Ayat ini mengingatkan kita untuk senantiasa berhati-hati dalam setiap ucapan, baik lisan maupun tulisan.

Menjaga lisan bukan hanya soal menghindari dosa, tetapi juga bagian dari membangun masyarakat yang harmonis, saling menghormati, dan penuh kasih sayang. Perkataan yang baik dapat menyembuhkan luka, mempersatukan umat, dan mendatangkan ridha Allah. Sebaliknya, perkataan buruk dapat menghancurkan hubungan, menabur kebencian, dan menjauhkan diri dari rahmat-Nya.

Ayat ini juga mengajarkan kita untuk introspeksi diri. Sebelum kita melontarkan kritik atau komentar negatif kepada orang lain, tanyakanlah pada diri sendiri: apakah ucapan ini perlu diucapkan? Apakah ucapan ini membawa kebaikan? Apakah ucapan ini akan menyakiti orang lain? Jika jawabannya cenderung negatif, maka menahan lisan adalah pilihan yang lebih bijaksana.

Allah SWT Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Setiap ucapan kita akan dicatat. Memahami dan mengamalkan isi dari Surat An-Nisa ayat 148 adalah langkah penting bagi setiap Muslim untuk memperbaiki diri, menjaga hubungan baik dengan sesama, dan meraih keridhaan dari Sang Pencipta.

Kesimpulan

Surat An-Nisa ayat 148 memberikan landasan etika berbicara yang penting dalam Islam. Larangan mengumbar perkataan buruk secara terang-terangan, kecuali bagi yang teraniaya, mengingatkan kita akan kekuatan dan tanggung jawab lisan. Dalam kehidupan yang serba terhubung ini, memahami dan mengamalkan ayat ini menjadi semakin krusial untuk menciptakan lingkungan yang lebih positif dan penuh kasih.

🏠 Homepage