Surat An Nisa Ayat 24: Panduan Pernikahan dan Larangan bagi Muhrim

Dalam Al-Qur'an, banyak ayat yang menjadi pedoman hidup umat Muslim. Salah satunya adalah Surat An Nisa ayat 24, yang memiliki kedalaman makna terkait aturan pernikahan, status wanita, dan batasan-batasan dalam hubungan antar individu, khususnya dalam konteks keluarga. Ayat ini sering kali dibahas dalam kajian fikih munakahat (hukum perkawinan) dan hubungan sosial dalam Islam. Memahami isi dan tafsirnya dapat membantu kita menjalankan kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat sesuai ajaran agama.

Ilustrasi simbolis: Penuntun menuju kebaikan dan kejelasan

Ayat ini secara spesifik membahas dua hal utama: pertama, keharaman menikahi wanita yang sedang dalam masa iddah (masa tunggu setelah perceraian atau kematian suami), dan kedua, keharaman menikahi wanita yang dinikahi bapaknya. Berikut adalah bunyi ayat beserta terjemahannya:

"Dan janganlah kamu mengawini perempuan-perempuan yang telah ayahanmu kawini, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya perbuatan itu adalah suatu kekejian dan kebencian yang amat dibenci dan amat buruk jalan (yang kamu tempuh)." (QS. An Nisa: 24)

Penjelasan Ayat

Surat An Nisa ayat 24 ini merupakan bagian dari rangkaian ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang mengatur tentang hukum keluarga dan pernikahan dalam Islam. Ayat ini secara eksplisit menyebutkan dua larangan keras terkait pernikahan:

  1. Larangan Menikahi Wanita yang Telah Dinikahi Ayah: Frasa "janganlah kamu mengawini perempuan-perempuan yang telah ayahanmu kawini" merujuk pada wanita yang pernah menjadi istri sah dari ayah kandung. Larangan ini bersifat mutlak dan berlaku selamanya. Ini termasuk ibu tiri, nenek tiri, dan seterusnya. Tujuannya adalah untuk menjaga kehormatan keluarga, menghindari persaingan antara anak dan ayah dalam hal wanita, serta menjaga nasab dan struktur keluarga agar tetap harmonis. Hubungan semacam ini dianggap sebagai kekejian (fahisyah) dan kebencian yang sangat dibenci oleh Allah SWT.
  2. Pengecualian "kecuali yang telah terjadi pada masa lampau": Bagian ini merujuk pada praktik yang sudah terjadi sebelum Islam turun, di mana ada kebiasaan menikahi wanita yang telah dinikahi ayah. Islam datang untuk membersihkan dan memperbaiki praktik-praktik yang buruk, sehingga larangan ini ditetapkan untuk masa depan. Dengan kata lain, praktik yang terjadi sebelum turunnya ayat ini tidak dihukum, tetapi dilarang keras untuk diteruskan.

Konteks dan Hikmah

Ayat ini memberikan pelajaran penting mengenai adab dan etika dalam pernikahan serta hubungan keluarga. Beberapa hikmah yang dapat diambil antara lain:

Tafsir Singkat

Para ulama sepakat bahwa Surat An Nisa ayat 24 ini melarang keras seorang anak laki-laki menikahi wanita yang pernah dinikahi oleh ayahnya, termasuk ibu tiri, nenek tiri, dan seterusnya. Larangan ini bersifat abadi dan mutlak. Ayat ini menegaskan bahwa perbuatan tersebut merupakan dosa besar, kekejian, dan jalan yang buruk dalam pandangan Allah SWT. Pengecualian yang disebutkan hanya berlaku untuk praktik-praktik yang terjadi di masa jahiliyah sebelum datangnya ajaran Islam.

Memahami ayat ini membantu umat Muslim dalam membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, serta menjaga martabat dan keharmonisan keluarga sesuai tuntunan syariat.

Untuk pendalaman lebih lanjut, disarankan untuk merujuk pada kitab-kitab tafsir Al-Qur'an yang terpercaya atau berkonsultasi dengan para ulama.

🏠 Homepage