Dalam lautan samudra ilmu dan tuntunan agama Islam, terdapat ayat-ayat suci Al-Qur'an yang memiliki kedalaman makna luar biasa dan relevansi abadi bagi umat manusia. Salah satu ayat yang patut kita renungkan bersama adalah Surat An Nisa ayat 61. Ayat ini, sebagaimana ayat-ayat lainnya, bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah pesan ilahi yang sarat dengan hikmah dan petunjuk untuk menjalani kehidupan di dunia ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Surat An Nisa secara umum membahas berbagai aspek hukum keluarga, hak dan kewajiban antar anggota masyarakat, serta penanganan terhadap berbagai problematika sosial. Ayat 61 ini secara khusus menyoroti perilaku kaum munafik ketika dihadapkan pada seruan untuk kembali kepada hukum Allah dan ajaran Rasulullah SAW. Para mufasir menyebutkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan kondisi masyarakat Madinah pada masa Rasulullah SAW. Ketika itu, banyak terjadi perselisihan dan permasalahan yang membutuhkan penyelesaian. Seruan untuk berhukum kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah seringkali mendapatkan penolakan atau sikap defensif dari golongan munafik.
Ayat ini dengan jelas menggambarkan watak asli orang-orang munafik. Ketika mereka diajak untuk merujuk pada sumber kebenaran tertinggi, yaitu Al-Qur'an yang diturunkan Allah dan tuntunan dari Rasulullah SAW, reaksi mereka adalah berpaling dan bahkan menghalang-halangi orang lain agar tidak mengikuti seruan tersebut. Frasa "yashuddûna `anka shudûdâ" menunjukkan adanya upaya yang kuat dan gigih untuk menjauhkan diri dan orang lain dari kebenaran. Mereka tidak hanya menolak secara pasif, tetapi juga aktif melakukan penolakan dan penyesatan.
Perilaku ini mencerminkan ketidakpercayaan mereka yang mendalam terhadap wahyu Allah dan kepemimpinan Rasulullah SAW. Meskipun secara lisan mungkin menyatakan keislaman, hati mereka justru tertutup dan cenderung menolak segala sesuatu yang berasal dari sumber ilahi yang otentik. Mereka lebih suka mengikuti hawa nafsu, adat istiadat lama yang bertentangan dengan syariat, atau mengikuti kepentingan duniawi semata.
Meskipun ayat ini turun di masa lalu, maknanya tetap relevan dan sangat aplikatif dalam kehidupan kita saat ini. Di era informasi yang serba cepat, seringkali kita dihadapkan pada berbagai paham, ideologi, dan ajaran yang belum tentu selaras dengan ajaran Islam yang murni.:
Lebih jauh lagi, ayat ini mengajarkan pentingnya keteguhan hati. Di tengah arus informasi yang begitu deras, kita perlu memiliki jangkar yang kuat, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Tanpa pegangan yang kokoh, seseorang mudah terombang-ambing oleh berbagai paham yang menyimpang. Umat Islam dituntut untuk memiliki kemampuan kritis dalam menyaring informasi dan senantiasa kembali pada sumber ajaran yang otentik.
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang beriman,' mereka menjawab, 'Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang bodoh itu beriman?' Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 13)
Perbandingan dengan ayat lain dalam Al-Qur'an, seperti yang disebutkan dalam kutipan di atas, semakin memperjelas karakter orang-orang yang memiliki penyakit dalam hati. Mereka cenderung meremehkan orang yang beriman dan bersikeras pada pandangan mereka sendiri, meskipun itu bertentangan dengan kebenaran ilahi.
Surat An Nisa ayat 61 adalah sebuah pengingat yang berharga. Ia mengajak kita untuk senantiasa mengukur diri dan lingkungan kita terhadap tolok ukur kebenaran tertinggi. Ketika seruan untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya terdengar, marilah kita sambut dengan hati yang terbuka dan bersemangat, bukan dengan sikap defensif atau menolak. Pemahaman mendalam terhadap ayat ini diharapkan dapat memperkuat iman kita, meningkatkan kewaspadaan terhadap pengaruh negatif, dan memotivasi kita untuk terus berpegang teguh pada ajaran Islam yang lurus.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita di jalan kebenaran dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa taat dan patuh pada ajaran-Nya.