Dalam Al-Qur'an, Allah SWT banyak memberikan petunjuk dan arahan untuk mengatur kehidupan umat manusia agar senantiasa berada dalam kebaikan dan keadilan. Salah satu aspek penting yang sering disinggung adalah perhatian terhadap kelompok yang rentan, termasuk anak yatim. Surah An-Nisa, yang memiliki arti "Wanita", adalah surah yang sangat kaya akan pembahasan mengenai hukum-hukum keluarga, hak-hak perempuan, dan kewajiban-kewajiban sosial. Di dalamnya, terdapat ayat yang sangat relevan dan menjadi pedoman utama dalam mengelola harta anak yatim, yaitu An-Nisa ayat 127.
"Wa yastaftunaka 'aninnisaa'i qulillaahu yuftikum fiihinna wa maa tutla 'alaikum fil-kitaabi fii yatimaatin-nisaa'i allatii laa tu'tuunamaa kutiba lahunna wa targhabuuna an tankihuuhunna aw maasta'taftum fîmā malakat aymānakum wa mā taqdīru al yatāmā an taqūlū bi’idhtīrān wamā taf‘alū min khairin fa'inna Allāha kāna bihi ‘alīman.
(Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak-anak perempuan. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepada kamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Kitab tentang anak-anak perempuan yatim yang tidak kamu berikan kepada mereka apa yang telah ditetapkan untuk mereka, sedang kamu berkeinginan untuk mengawini mereka dan tentang anak-anak yang dipandang lemah (laki-laki dan perempuan) dan tentang berbuat baik kepada anak-anak yatim. Dan apa saja kebaikan yang kamu perbuat, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.")
Ayat ini turun untuk menjawab pertanyaan kaum Muslimin mengenai hukum seputar anak perempuan yatim, terutama terkait hak-hak mereka dan status pernikahan. Dalam konteks zaman dahulu, seringkali terjadi praktik di mana anak perempuan yatim yang memiliki harta tidak diberikan haknya secara adil. Mereka juga seringkali dinikahi oleh wali mereka dengan tujuan mengambil hartanya, bukan karena cinta atau keinginan tulus. Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan fatwa-Nya mengenai hal ini.
Inti dari ayat 127 Surah An-Nisa ini adalah perintah untuk berlaku adil dan ihsan (berbuat baik) kepada anak yatim. Allah menekankan beberapa poin penting:
Meskipun ayat ini diturunkan dalam konteks spesifik pada masa lalu, ajarannya memiliki relevansi universal dan abadi. Di era modern ini, masih banyak anak-anak yang kehilangan orang tua dan menjadi yatim piatu. Tugas untuk melindungi dan mengurus mereka tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga dekat, tetapi juga kewajiban moral dan sosial bagi seluruh umat.
Pemahaman terhadap An-Nisa ayat 127 mendorong kita untuk:
Pada akhirnya, An-Nisa ayat 127 bukan hanya sekadar ayat hukum, melainkan sebuah seruan hati nurani. Ia mengingatkan kita akan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan kewajiban kita sebagai sesama hamba Allah untuk saling menjaga dan melindungi, terutama mereka yang paling membutuhkan. Semoga kita mampu mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ayat ini, sehingga kita mendapatkan ridha dan rahmat dari Allah SWT.