Ayat 64 dari Surah An-Nahl (Lebah) ini adalah penegasan mendasar mengenai tujuan utama diturunkannya Al-Qur'an oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Pesan inti dari QS. An-Nahl ayat 64 terbagi menjadi tiga fungsi vital yang saling terkait:
Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa salah satu mandat terbesar Rasulullah adalah menjadi penjelas (mubayyin) atas hal-hal yang diperdebatkan oleh umat manusia, khususnya Bani Israil pada masa itu, mengenai ajaran-ajaran ilahi. Sebelum Al-Qur'an diturunkan, terdapat banyak perbedaan pandangan dan distorsi terhadap risalah para nabi terdahulu. Al-Qur'an datang sebagai standar kebenaran tunggal untuk menyelesaikan pertikaian tersebut. Ia menghilangkan keraguan dan menyajikan kebenaran yang jelas, tidak ambigu, sehingga umat manusia memiliki pedoman yang pasti untuk diikuti.
Fungsi kedua adalah sebagai petunjuk atau hidayah. Petunjuk ini mencakup semua aspek kehidupan—akidah (keyakinan), syariat (hukum), dan akhlak (moralitas). Al-Qur'an menunjukkan jalan lurus (shiratal mustaqim) yang membawa kebahagiaan dunia dan akhirat, serta menjauhi kesesatan. Bagi orang yang beriman, petunjuk ini adalah kompas abadi yang memandu setiap langkah mereka.
Fungsi ketiga dan yang paling menenangkan adalah rahmat. Penurunan wahyu, meskipun membawa tantangan berupa penegasan kebenaran, pada hakikatnya adalah rahmat terbesar Allah bagi hamba-hamba-Nya. Rahmat ini terwujud dalam kemudahan memahami ajaran, keringanan beban syariat (dibandingkan umat terdahulu), serta janji ampunan dan pahala bagi mereka yang mengikuti petunjuk tersebut. Rahmat ini secara spesifik ditujukan bagi "orang-orang yang beriman," menunjukkan bahwa manfaat penuh Al-Qur'an hanya dapat dirasakan oleh mereka yang membuka hati dan menerima ajarannya dengan keyakinan.
Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur'an bukan hanya teks historis, melainkan sumber daya hidup yang relevan sepanjang masa. Ia berfungsi sebagai korektor kebenaran dan pilar utama keimanan. Bagi seorang mukmin, memahami ayat ini berarti mengakui bahwa setiap perselisihan yang muncul dalam ranah agama atau moral harus dikembalikan kepada otoritas Al-Qur'an dan Sunnah. Jika seseorang masih berada dalam kebingungan atau pertikaian, solusinya telah disediakan dalam kitab suci tersebut sebagai bentuk rahmat yang tak terhingga.
Menjauhi petunjuk ini berarti menolak rahmat dan memilih untuk tetap berada dalam kegelapan perselisihan yang telah diuraikan oleh Allah SWT.