Menggali Makna QS An-Nahl Ayat 64

QS 64 Representasi visual Al-Qur'an sebagai sumber cahaya dan ilmu.

Al-Qur'an adalah petunjuk komprehensif bagi umat manusia, dan setiap ayatnya mengandung hikmah serta pelajaran yang mendalam. Salah satu ayat yang sering direnungkan para mufasir adalah Surah An-Nahl (Lebah) ayat ke-64. Ayat ini secara gamblang menjelaskan fungsi utama Al-Qur'an, yaitu sebagai penerang, pembeda antara yang hak dan yang batil, serta sebagai rahmat bagi mereka yang beriman.

وَمَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ ٱلَّذِى ٱخْتَلَفُوا۟ فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
"Dan Kami tidak menurunkan Kitab (Al-Qur'an) ini kepadamu melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan tentangnya, dan menjadi petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman."

Fungsi Utama Al-Qur'an Menurut An-Nahl Ayat 64

Ayat ini menegaskan tiga peran fundamental dari wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ. Pertama, sebagai alat untuk menyelesaikan perselisihan (li tubayyina lahum). Dalam konteks kenabian, umat manusia selalu dibebani oleh perbedaan pandangan, baik dalam masalah akidah, hukum, maupun moralitas. Kehadiran Al-Qur'an berfungsi sebagai wasit agung yang memberikan kepastian dan kejelasan, sehingga umat terhindar dari kesesatan akibat perbedaan pendapat yang tak berujung.

Perbedaan ini sering kali muncul karena hawa nafsu, kurangnya ilmu, atau mengikuti tradisi buta. Dengan penjelasan dari Al-Qur'an, landasan kebenaran telah ditetapkan secara ilahi. Ketika umat kembali kepada teks suci ini, perselisihan yang bersifat destruktif dapat diatasi dengan solusi yang membawa kedamaian dan ridha Allah.

Petunjuk dan Rahmat Bagi Orang Beriman

Peran kedua adalah sebagai Huda (petunjuk). Petunjuk ini mencakup seluruh aspek kehidupan, mulai dari cara beribadah yang benar hingga etika bermuamalah sosial. Al-Qur'an bukan hanya sekadar kitab bacaan spiritual, melainkan juga manual operasional bagi kehidupan yang sukses di dunia dan akhirat. Ia menunjukkan jalan lurus (shirat al-mustaqim) yang harus ditempuh oleh setiap muslim.

Peran ketiga, yang merupakan puncak dari turunnya kitab suci ini, adalah sebagai Rahmah (rahmat atau kasih sayang). Rahmat ini secara spesifik ditujukan bagi kaum yang mau beriman (li qaumin yu’minun). Makna rahmat di sini sangat luas; ia adalah ketenangan jiwa yang didapat dari kepastian akan kebenaran, kemudahan dalam menjalankan syariat (karena Allah tidak membebani di luar kemampuan), dan janji keselamatan di Hari Pembalasan. Rahmat ini hanya dapat diakses secara sempurna oleh mereka yang menerima dan mengamalkan petunjuk di dalamnya dengan hati yang tunduk.

Relevansi di Era Modern

Di tengah derasnya arus informasi dan berbagai ideologi yang saling bertentangan saat ini, urgensi QS An-Nahl ayat 64 terasa semakin kuat. Umat seringkali terombang-ambing oleh pemikiran baru yang belum teruji kebenarannya. Ayat ini mengingatkan kita bahwa solusi atas kebingungan modern terletak pada kembali kepada sumber asli ajaran Islam. Al-Qur'an, sebagai penjelas perselisihan, harus dipelajari secara mendalam, bukan sekadar dihafal.

Memahami ayat 64 An-Nahl berarti menyadari bahwa Al-Qur'an adalah karunia yang sangat besar. Ia adalah cahaya yang memancarkan kebenaran di kegelapan keraguan. Ketika kita berpegang teguh padanya, kita tidak hanya mendapatkan kepastian hukum, tetapi juga merasakan ketenangan batin yang merupakan manifestasi dari rahmat ilahi yang dijanjikan. Oleh karena itu, merenungkan dan mengamalkan isi ayat ini adalah kunci untuk hidup yang terarah dan penuh berkah.

Ayat ini juga menekankan pentingnya peran Nabi Muhammad ﷺ sebagai penjelas. Beliau adalah jembatan penghubung antara teks suci dan implementasi praktisnya. Tanpa bimbingan Rasulullah, banyak kejelasan yang ditawarkan Al-Qur'an tidak akan tersampaikan secara utuh kepada umat manusia, dan perselisihan akan terus berlanjut tanpa resolusi yang pasti.

Dengan demikian, An-Nahl ayat 64 adalah sebuah manifesto tentang fungsi wahyu. Ia adalah seruan untuk melihat Al-Qur'an bukan sebagai artefak sejarah, melainkan sebagai sumber hukum yang hidup, petunjuk yang relevan, dan sumber rahmat yang abadi bagi setiap jiwa yang memilih untuk beriman dan mencari kebenaran hakiki.

🏠 Homepage